Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah melalui Perum Bulog telah menyepakati impor beras dari India sebesar satu juta ton pada tahun depan.
“Untuk 2024, alhamdulilah kemarin Kepala Bulog dari India sudah menyampaikan kepada saya “Pak, sudah tanda tangan satu juta ton,” ungkap Jokowi dalam acara Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia 2024, di Jakarta, Jumat (22/12).
Tidak hanya dari India, Jokowi pun telah mendapatkan kontrak impor beras dari Thailand sebesar dua juta ton. Hal ini, katanya, disepakati usai pertemuannya dengan Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin di sela-sela KTT Asean-Jepang pada akhir pekan lalu.
“Saya dengar di sana (Thailand) ada stok, kemudian saat di holding room saya menyampaikan keinginan untuk bisa impor dari Thailand. Saya sampaikan Indonesia butuh 2 juta ton. Beliau kemudian siangnya telepon dengan tim-nya di Thailand, kemudian menyampaikan kepada saya sorenya, Presiden Jokowi, dua juta ton, Thailand siap untuk mengirim ke Indonesia,” katanya.
Jokowi mengakui impor beras bukanlah sesatu yang bisa ia banggakan. Namun, katanya, pemerintah tidak memiliki pilihan lain.
“Tapi untuk mengamankan cadangan strategis ketahanan pangan, memang itu harus kita lakukan. Artinya kita sudah mendapatkan tanda tangan dari India dan Thailand. Paling tidak, rasa aman kita dapat untuk urusan pangan,” katanya.
Langkah impor ini juga dilakukan karena volatilitas harga komoditas pangan masih terjadi akibat ketidakpastian global yang diperkirakan masih akan berlangsung pada tahun depan. Jokowi mengakui bahwa pemerintah masih khawatir terkait urusan komoditas pangan utamanya beras yang produksi nasionalnya turun.
“Di 2024 juga perkiraan kita masih akan belum kembali ke normal. Tetapi, kalau kita lihat semua negara juga, 22 negara ada yang setop ekspor pangan, ada yang mulai mengurangi ekspor pangannya sehingga memang di 2023 kita kesulitan mencari tambahan untuk cadangan beras kita,” jelasnya.
Pengamat pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudorimenyebut dampak El-Nino diperkirakan masih akan berkepanjangan. Fenomena cuaca ini membuat musim panen raya lebih lambat sehingga masa paceklik lebih panjang, Ia memperkirakan bahwa panen raya padi baru akan terjadi akhir April atau bahkan awal Mei.
Maka dari itu, katanya, langkah impor memang dibutuhkan untuk menjaga cadangan beras pemerintah.
“Kuota impor itu sepertinya sebagai antisipasi tanam dan panen yang mundur. Ini membuat paceklik lebih lama. Awal Desember ini saya ke Jember naik kereta dari Jakarta. Sebagian wilayah Jateng yang berbatasan dengan Jatim, juga di Jatim, mayoritas sawah masih bera. Hanya sebagian kecil yang menyiapkan bibit padi. Semula saya perkirakan Desember ini sudah tanam serentak karena hujan sudah merata. Tapi ini meleset,” ungkap Khudori.
Meski begitu, ia memperingatkan pemerintah bahwa kuota impor tersebut harus dihitung dengan cermat sesuai dengan kebutuhan nasional. Kelebihan kuota impor bisa berdampak kepada harga di pasaran dan di tingkat petani.
Masih terkait pangan, Khudori mempertanyakan langkah Kementerian Pertanian yang sewaktu di bawah kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo (SYL) terkait program percepatan tanamnya.
“Kemarin-kemarin kan kementerian teknis, yakni Kementan, sudah melakukan percepatan tanam. Istilah mereka culik tanam. Saat SYL masih menjabat kan bilang siapkan 500 ribu hektare lahan untuk antisipasi. Ini perlu ditanya ke Kementan bagaimana hasil dan progresnya,” pungkasnya. [gi/ab]
Forum