Dewan Pengawas mengkritik kebijakan induk perusahaan Facebook, Meta, mengenai konten hasil manipulasi, yang mereka sebut “tidak koheren” dan tidak memadai untuk mengatasi gelombang disinformasi online yang sudah mulai menyasar pemilihan umum di banyak negara tahun ini.
Dewan kuasi-independen itu pada Senin (5/2) mengatakan bahwa hasil peninjauan mereka terhadap sebuah video Presiden AS Joe Biden hasil manipulasi yang beredar di Facebook mengungkap celah pada kebijakan Meta. Dewan itu mengatakan, Meta harus memperluas kebijakannya agar tidak hanya berfokus pada video yang dibuat dengan kecerdasan buatan (AI), tetapi juga jenis media lain terlepas dari cara konten tersebut dibuat, termasuk rekaman audio palsu, yang telah dengan meyakinkan meniru suara para kandidat politik di AS dan negara lain.
Dewan itu juga ingin Meta menjelaskan dampak buruk yang ingin dicegahnya dan harus memberi label ‘hasil manipulasi’ pada gambar, video dan klip audio yang dibuat demikian, alih-alih menghapus postingan terkait.
Masukan dewan pengawas Meta mencerminkan pengawasan ketat yang dihadapi banyak perusahaan teknologi atas cara mereka mengatasi kebohongan pemilu ketika lebih dari 50 negara sedang menyelenggarakan pemilihan umum tahun ini. Seiring maraknya konten tiruan dalam (deepfake) maupun tiruan berkualitas rendah (“cheap fakes”) di media sosial yang berisiko menyesatkan pemilih, platform-platform media sosial berusaha mengejar ketertinggalan dan merespons konten-konten palsu itu sambil melindungi hak kebebasan berpendapat penggunanya.
“Saat ini, kebijakan tersebut tidak masuk akal,” kata salah seorang ketua Dewan Pengawas Michael McConnel mengenai kebijakan Meta, dalam sebuah pernyataan, Senin. Ia mengatakan, perusahaan itu harus menutup celah kebijakan sambil memastikan pendapat politik tetap “terlindungi sepenuhnya.”
Meta mengatakan sedang meninjau panduan Dewan Pengawas dan akan menanggapi secara terbuka rekomendasi mereka dalam 60 hari ke depan.
Juru bicara Meta Corey Chambliss mengatakan, meski deepfake audio tidak disebutkan dalam kebijakan perusahaan mengenai media hasil manipulasi, kebenaran konten tersebut dapat diperiksa dan akan diberi label atau diturunkan peringkatnya jika dinyatakan palsu atau hasil manipulasi oleh para pemeriksa fakta. Meta juga menindak jenis konten yang melanggar Standar Komunitas Facebook, katanya.
Facebook, yang berulang tahun ke-20 pekan ini, masih menjadi situs media sosial paling populer di kalangan warga Amerika untuk mendapatkan berita, menurut jajak pendapat Pew. Namun, situs media sosial lain, termasuk Instagram, WhatsApp dan Threads milik Meta, serta X, YouTube dan TikTok, juga berpotensi menjadi sarang penyebaran konten palsu yang dapat menyesatkan pemilih.
Meta membentuk dewan pengawasnya pada 2020 untuk menjadi wasit bagi konten-konten di platformnya.
Meta wajib mematuhi keputusan Dewan Pengawas pada konten-konten tertentu, tetapi tidak wajib patuh pada rekomendasi dewan yang lebih luas cakupannya. Meski demikian, dalam beberapa tahun terakhir, dewan tersebut telah berhasil membuat Meta mengubah beberapa kebijakannya. Salah satunya membuat isi pesan yang dikirimkan kepada pengguna yang melanggar kebijakan Facebook mengandung rincian yang lebih detail untuk menjelaskan kepada mereka kesalahan yang diperbuat. [rd/ka]
Forum