Tautan-tautan Akses

Biden Sebut Tanggapan Israel di Gaza ‘Berlebihan’


Presiden Joe Biden di Ruang Resepsi Diplomatik Gedung Putih, Washington, D.C., Kamis, 8 Februari 2024. (AP/Evan Vucci)
Presiden Joe Biden di Ruang Resepsi Diplomatik Gedung Putih, Washington, D.C., Kamis, 8 Februari 2024. (AP/Evan Vucci)

Presiden AS Joe Biden memberikan kritiknya yang paling tajam terhadap kampanye militer Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang telah menewaskan lebih dari 27.000 warga Palestina, menurut pejabat kesehatan di Gaza.

“Saya berpandangan, seperti yang Anda tahu, bahwa tindakan respons di Gaza, di Jalur Gaza, sudah berlebihan,” kata Biden saat menjawab pertanyaan wartawan pada Kamis (8/2) malam di Gedung Putih.

Beberapa jam kemudian, pihak berwenang mengatakan pada hari Jumat (9/2) bahwa sedikitnya delapan orang, termasuk anak-anak dan perempuan tewas dalam serangan baru Israel di kota perbatasan Rafah di Gaza selatan.

Biden mengatakan dia telah “mendorong dengan sangat keras” gencatan senjata dengan imbalan pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas dan pembebasan warga Palestina dari penjara-penjara Israel. Pada hari Rabu (7/2). Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak perjanjian tersebut, dan menyebut persyaratan yang diusulkan oleh Hamas “khayalan.”

“Saya telah bekerja tanpa kenal lelah dalam kesepakatan ini,” kata Biden, seraya menambahkan bahwa dia yakin kesepakatan ini dapat diperpanjang hingga “jeda berkelanjutan dalam pertempuran.”

Dia mengatakan dia telah mendorong untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. “Seperti yang Anda ketahui, pada awalnya Presiden Meksiko, Sissi, tidak ingin membuka gerbang untuk memungkinkan masuknya materi kemanusiaan,” kata Biden, yang secara keliru merujuk pada Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi.

“Saya berbicara dengannya. Saya meyakinkan dia untuk membuka gerbang. Dan saya berbicara dengan Bibi [Netanyahu] untuk membuka pintu gerbang ke arah Israel.”

Biden mengatakan hal ini dalam pidatonya yang dijadwalkan dengan tergesa-gesa sebagai tanggapan atas laporan jaksa khusus yang dirilis Kamis. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa dia dengan sengaja menyimpan dan mengungkapkan informasi rahasia militer dan keamanan nasional serta menyebutkan kesalahan ingatan sebagai pemicunya – sesuatu yang memprihatinkan para pemilih Amerika menjelang pemilihan presiden bulan November.

Tiga perempat dari jumlah pemilih, termasuk separuh dari Partai Demokrat, mengatakan mereka mengkhawatirkan kesehatan mental dan fisik Biden, menurut jajak pendapat NBC News yang dirilis awal pekan ini. “Ingatan saya baik-baik saja,” kata Biden.


Peringatan di Rafah

Sebelumnya pada hari Kamis (8/2), Gedung Putih mengeluarkan peringatan keras kepada Israel, memperingatkan pemerintah Netanyahu agar tidak melakukan kampanye militernya ke kota Rafah di sepanjang perbatasan dengan Mesir, di mana lebih dari separuh populasi Gaza yang berjumlah 2,2 juta orang kini berlindung.

“Jika tidak ada pertimbangan penuh untuk melindungi warga sipil dalam skala besar di Gaza, operasi militer saat ini akan menjadi bencana bagi orang-orang tersebut, dan ini bukan sesuatu yang akan kami dukung,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby dalam jumpa pers di Gedung Putih pada hari Kamis.

Komentarnya senada dengan pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, yang pada Kamis pagi memperingatkan akan adanya risiko “tragedi besar” karena warga Palestina yang berjejalan di Rafah “tidak punya tempat tujuan.”

Kirby menegaskan bahwa pemerintah tidak percaya bahwa Israel akan segera melakukan operasi militer di Rafah, dan mengatakan bahwa pihaknya belum “melihat rencana yang meyakinkan” untuk melakukan operasi militer tersebut.

Hal ini terjadi meskipun Netanyahu mengatakan pada hari Rabu bahwa pemerintahnya telah menginstruksikan Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Fores/IDF) untuk “beroperasi juga di Rafah,” serta Khan Younis, dua tempat yang ia identifikasi sebagai “dua benteng terakhir Hamas.”

Israel kemungkinan tidak akan segera pindah ke Rafah selama IDF terus berperang di Khan Younis dan di sekitar terowongannya, tempat mereka mengira pemimpin Hamas Yahya Sinwar, yang berasal dari Khan Younis, bersembunyi, kata David Makovsky, peneliti senior Ziegler dan direktur Proyek Koret untuk Hubungan Arab-Israel di Washington Institute, sebuah lembaga untuk memajukan pemahaman yang seimbang dan realistis mengenai kepentingan Amerika di Timur Tengah.

“Saya pikir Netanyahu dan [Menteri Pertahanan Israel Yoav] Gallant ingin memberikan isyarat bahwa Israel tidak takut memasuki Rafah,” katanya kepada VOA. “Tetapi saya pikir kita masih membicarakan fase pemberian sinyal.”

Sementara warga Palestina di Rafah berlindung karena takut akan kampanye yang lebih intensif dan serangan darat, pasukan Israel mengebom wilayah kota tersebut, menewaskan sedikitnya 11 orang.

Kairo prihatin

Kairo khawatir bahwa kemajuan Israel ke Rafah dapat menyebabkan upaya massal warga Gaza untuk melarikan diri melintasi perbatasan, kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir pada Kamis.

Washington juga khawatir konflik tersebut dapat menyebar ke Mesir, kata Jonathan Rynhold, kepala Departemen Studi Politik di Universitas Bar-Ilan.

“Apa yang bisa terjadi di sini terkait hubungan dengan Mesir? Apa yang akan terjadi jika warga Palestina mencoba menerobos Mesir?,” kata Rynhold kepada VOA.

Meskipun peringatan publiknya kepada Israel semakin blak-blakan, AS tetap menjadi pendukung setia kampanye militer Israel untuk melenyapkan Hamas.

Sejauh ini Biden menahan diri untuk tidak menggunakan pengaruh Washington yang cukup besar, kata Aaron David Miller, peneliti senior di Carnegie Endowment for International Peace yang memiliki pengalaman dalam negosiasi perdamaian Timur Tengah di bawah berbagai pemerintahan AS.

Pengaruh tersebut mencakup kemungkinan pengurangan bantuan militer atau dukungan diplomatik di PBB, di mana lebih dari 150 negara telah menyerukan gencatan senjata. “Hal-hal tersebut sudah tersedia sejak awal krisis ini, namun dia belum melakukan satupun dari hal tersebut,” katanya kepada VOA.

Kirby menghindari pertanyaan mengapa Biden tidak berbuat lebih banyak untuk mengendalikan Netanyahu.

Gagasan bahwa pemerintah tidak berusaha mempengaruhi cara Israel melakukan operasi militer adalah “tidak benar,” kata Kirby kepada VOA dalam jumpa pers hari Kamis. “Dan mereka menerima banyak pembelajaran dan perspektif yang kami berikan.”

Pasukan pimpinan Hizbullah telah menyerang komunitas-komunitas Israel dan pos-pos militer di perbatasan Lebanon-Israel hampir setiap hari sejak serangan Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan 1.200 orang di Israel.

Gencatan senjata

Gedung Putih menyatakan optimis bahwa masih ada jalan menuju gencatan senjata sementara, meskipun Netanyahu secara terbuka menolak rencana tersebut. Perbedaan ini menggarisbawahi perpecahan antara kedua negara sekutu tersebut.

Kirby mengatakan bahwa “percakapan masih terjadi” dan Biden “optimis.” Biden akan bertemu dengan Raja Yordania Abdullah di Washington minggu depan sebagai bagian dari upayanya untuk mencapai kesepakatan.

Miller dari Carnegie Endowment memperingatkan bahwa kesepakatan mungkin sulit dicapai karena “baik Hamas maupun Israel saat ini tidak benar-benar tertarik.”

“Tidak ada urgensi bagi keduanya untuk melakukan penghentian permusuhan secara komprehensif,” katanya. “Satu-satunya pihak yang tampak terburu-buru adalah pemerintahan Biden.”

Biden menghadapi reaksi keras dari warga Muslim dan Arab Amerika. Dalam upaya untuk memperbaiki hubungan, para pembantunya pada hari Kamis bertemu dengan para pemimpin Muslim dan Arab Amerika di Michigan.

Negara bagian ini memiliki persentase umat Islam yang tinggi, dan suara mereka dapat menentukan apakah presiden dapat mempertahankan posisi penting dalam pemilihan presiden bulan November mendatang. [lt/ab]

Forum

XS
SM
MD
LG