Dua tahun setelah invasi Rusia ke Ukraina, Amerika menggandakan tekanan terhadap Kremlin dengan meluncurkan sanksi-sanksi terhadap Rusia yang menarget bank-bank dan industri persenjataan. Hal ini diisyaratkan oleh Menteri Luar Negeri Antony Blinken saat menghadiri pertemuan menteri luar negeri negara-negara G20 di Rio de Janeiro, Brazil, Kamis (22/2).
Sehari sebelum rencana AS untuk mengumumkan paket-paket sanksi baru yang dijatuhkan pada Rusia, Blinken mengatakan ada keinginan yang kuat di antara G20 untuk mengakhiri agresi Rusia di Ukraina.
"Jika Anda berada di ruangan itu, seperti Menteri Luar Negeri (Rusia) Lavrov, Anda akan mendengar paduan suara yang sangat kuat yang datang tidak hanya dari negara-negara G7 di dalam G20, tetapi dari banyak negara lain juga, tentang keharusan untuk mengakhiri agresi Rusia, memulihkan perdamaian," kata Blinken kepada para wartawan dalam sebuah konferensi pers di Rio de Janeiro.
Sebagian sanksi AS akan menarget mereka yang bertanggung jawab atas penahanan pemimpin oposisi Rusia Alexey Navalny.
"Fakta bahwa (Presiden Rusia) Vladimir Putin merasa perlu untuk menganiaya, meracuni, dan memenjarakan satu orang menunjukkan bahwa Rusia tidak hanya kuat di bawah Putin, tetapi juga lemah," imbuh Blinken.
Sanksi akan Menarget “Mesin Perang Putin”
Di Washington, Wakil Menteri Luar Negeri Victoria Nuland mengatakan dalam sebuah acara pada Kamis yang diselenggarakan oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS), bahwa AS akan menjatuhkan "paket sanksi baru yang menghancurkan, ratusan, ratusan, dan ratusan sanksi dalam beberapa hari ke depan."
Beberapa dari sanksi-sanksi ini akan ditargetkan pada individu-individu yang secara langsung terlibat dalam kematian Navalny, tetapi yang paling luas dirancang untuk menimbulkan dampak lebih jauh terhadap “mesin perang Putin” dan menutup kesenjangan di antara sanksi-sanksi yang sudah diberlakukan sebelumnya, tambah Nuland.
Meski Dikenai Sanksi, Rusia Tetap Aktif
Terlepas dari upaya Amerika dan negara-negara lain untuk mengisolasi Rusia, negeri beruang merah ini tetap aktif terlibat dalam kegiatan diplomatik, seperti yang ditunjukkan oleh kehadiran Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada KTT Menteri Luar Negeri G20 minggu ini.
Dalam pertemuan tersebut, Lavrov mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan, di mana mereka mendiskusikan "solusi diplomatik" untuk perang Ukraina.
Para pejabat AS mengatakan mereka tidak melihat adanya kondisi untuk melakukan perundingan diplomatik guna mengakhiri perang di Ukraina, karena ada keraguan bahwa Rusia tidak termotivasi untuk berunding, dan bahwa Putin tidak akan pernah menerima Ukraina yang merdeka.
"Dua tahun. Kita semua ada di sini," tulis Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam sebuah pesan di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, mengindikasikan perwakilan dari lusinan negara dan berbagai organisasi internasional yang telah berkumpul untuk menunjukkan solidaritas dengan Ukraina. [em/lt]
Forum