Menteri Kehakiman Hong Kong mengatakan pada Rabu (6/3) bahwa kota tersebut tidak berencana untuk melarang media sosial berdasarkan undang-undang keamanan nasional yang diusulkan setelah dokumen konsultasi publik memuat saran bahwa beberapa aplikasi harus dilarang.
Pemerintah baru-baru ini menyelesaikan konsultasi selama sebulan mengenai “Pasal 23” undang-undang itu yang dirancang untuk menargetkan pelanggaran baru, yang terpisah dari undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan oleh Beijing pada tahun 2020 menyusul protes demokrasi di berbagai penjuru kota itu.
Para pejabat menerbitkan sebuah dokumen yang mencantumkan beberapa masukan dari masyarakat di bawah judul "ringkasan pandangan", yang mencakup saran bahwa "situs web seperti Facebook dan YouTube harus dihapus dari pasar Hong Kong".
Yang lain mengatakan aplikasi perpesanan Telegram dan Signal telah menjadi “sarang kejahatan” dan harus “dilarang”.
Menteri Kehakiman Paul Lam mengatakan kepada para anggota parlemen bahwa Hong Kong “tidak akan melarang keberadaan” platform media sosial berdasarkan undang-undang keamanan nasional yang diusulkan itu.
“Saya dapat mengatakan dengan tegas bahwa kami sama sekali tidak punya niat untuk melarang media sosial apa pun,” kata Lam dalam sebuah rapat legislatif.
“Apa yang kami targetkan adalah penggunaan, penyalahgunaan, atau penyalahgunaan alat-alat ini untuk menyebarkan ujaran yang dapat membahayakan keamanan nasional… Kami tidak menargetkan media sosial itu sendiri.”
Kepala keamanan Hong Kong Chris Tang juga berjanji bahwa pusat keuangan di China selatan itu tidak akan melarang platform media sosial tertentu.
Beberapa platform populer termasuk Facebook, Instagram, WhatsApp dan X, sebelumnya Twitter, diblokir di China daratan untuk pengguna biasa, namun dapat diakses di Hong Kong.
Pemerintah Hong Kong diperkirakan akan memperkenalkan rancangan undang-undang tersebut pada awal minggu depan.
Kekhawatiran telah dikemukakan oleh para pekerja HAM, pengusaha asing dan diplomat bahwa undang-undang baru ini mungkin membatasi arus informasi dan selanjutnya membatasi kebebasan berpendapat dan hak-hak lainnya.
Raksasa teknologi asing – termasuk Google dan operator Facebook Meta – mengalami kesulitan di Hong Kong setelah berlakunya undang-undang keamanan nasional tahun 2020, dengan beberapa perusahaan menolak permintaan pemerintah untuk menghapus konten.
Pihak berwenang sedang mengusahakan perintah pengadilan untuk melarang lagu protes "Glory to Hong Kong", dan para pejabat menuntut agar lagu tersebut dihapus dari YouTube dan hasil pencarian Google. [ab/uh]
Forum