Pemimpin tertinggi Taliban yang tertutup, Senin (17/6) memperingatkan warga Afghanistan, soal memperoleh uang atau meraih kehormatan duniawi, pada saat negara itu berada dalam cengkeraman krisis kemanusiaan dan terisolasi di panggung dunia.
Hibatullah Akhundzada menyampaikan peringatan itu dalam khotbah Iduladha di sebuah masjid di Kandahar, provinsi di bagian selatan, beberapa pekan sebelum sebuah delegasi Taliban berangkat ke Doha, Qatar untuk sebuah diskusi mengenai Afghanistan yang diselenggarakan PBB.
Ini merupakan diskusi putaran pertama yang akan dihadiri oleh Taliban sejak mereka mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021. Mereka sebelumnya tidak diundang ke konferensi utusan khusus negara-negara asing bagi Afghanistan pada penyelenggaraan yang pertama. Taliban melewatkan putaran diskusi kedua karena mereka ingin diperlakukan sebagai perwakilan resmi negara itu.
Tidak ada pemerintah yang mengakui Taliban sebagai penguasa resmi Afghanistan. Ekonomi, yang tergantung pada bantuan, telah jatuh ke dalam kekacauan setelah pengambilalihan kekuasaan itu.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, undangan ke pertemuan di Doha pada akhir Juni bukan berarti pengakuan terhadap Taliban.
Akhundzada mengingatkan warga Afghanistan mengenai tugas mereka sebagai Muslim dan berulang-ulang menyerukan persatuan dalam khotbahnya selama 23 menit.
Pesan-pesan darinya dan tokoh berpengaruh Taliban lainnya, Sirajuddin Haqqani, yang menandai sebuah perayaan keagamaan pada April, menunjukkan ketegangan antara kelompok garis keras dan elemen yang lebih moderat, yang ingin menghapus berbagai kebijakan yang lebih keras dan menarik lebih banyak dukungan dari luar negeri.
Dalam khotbahnya, Senin (17/6), Akhundzada mengatakan bahwa dia menginginkan persaudaraan di antara Muslim, dan bahwa dia tidak senang melihat perbedaan antara warga negara dan para pejabat Taliban. Perbedaan pendapat publik terkait keputusan Taliban jarang terjadi, dan protes biasanya ditindak dengan cepat dan kadang dengan kekerasan.
Dia mengatakan, dia akan menerima keputusan apapun untuk menggantinya sebagai pemimpin tertinggi, sejauh ada persatuan dan kesepakatan terkait pemecatannya. Namun dia merasa tidak senang terkait perbedaan dan perselisihan pendapat di antara rakyat. “Kita diciptakan untuk menyembah Allah dan bukan untuk mendapatkan uang atau kehormatan duniawi,” kata Akhundzada.
“Sistem keislaman kita adalah sistem Tuhan dan kita harus mendukungnya. Kita telah berjanji pada Tuhan bahwa kita akan menciptakan keadilan dan hukum Islam bagi Afghanistan, tetapi kita tidak dapat melakukan kini jika kita tidak bersatu. Dampak dari perpecahan kita diketahui musuh, musuh memanfaatkan hal itu,” tambah dia.
Taliban telah menggunakan penafsiran mereka mengenai hukum Islam untuk melarang anak-anak perempuan dari pendidikan setelah usia 11 tahun, melarang perempuan dari ruang-ruang publik, mengecualikan mereka dari berbagai jenis pekerjaan, menerapkan aturan berpakaian dan syarat-syarat perwalian dari laki-laki.
Akhundzada mengatakan kepada para pejabat Taliban agar mendengarkan saran dari para pemimpin agama dan mempercayakan kewenangan kepada mereka. Dia mengatakan, para pejabat tidak boleh sombong, besar mulut, ataupun menolak hukum Islam.
Jurnalis dan penulis asal Pakistan, Ahmed Rashib, yang menulis sejumlah buku tentang Afghanistan dan Taliban, mengatakan bahwa seruan Akhundzada untuk persatuan adalah sebuah tanda dari keputusasaan karena dia menolak untuk memaparkan persoalan nyata yang dihadapi rakyat Afghanistan, seperti pengangguran, pembangunan ekonomi, dan pembangunan konsensus bagi reformasi sosial.
“Saya tidak akan yakin bahwa ini adalah pidato yang penuh makna, jika saya adalah seorang Taliban,” kata Rashid.
Michael Kugelman, direktur Institut Asia Selatan Wilson Center mengatakan, fokus Akhundzada terhadap persatuan mungkin juga upaya preventif dan dimaksudkan untuk menghentikan sejak awal, segala kemungkinan terkait perpecahan yang bisa terjadi lagi.
Dia juga mempertanyakan apakah audiens yang menjadi target bukan hanya warga Afghanistan, tetapi juga pada komunitas global Muslim. “Berbicara secara operasional, Taliban tidak memiliki tujuan lintas negara. Tetapi pemimpin tertinggi itu nampaknya ingin mendapatkan penghormatan dari luar perbatasan Arghanistan,” kata Kugelman. [ns/uh]
Forum