Tautan-tautan Akses

Kelompok HAM Desak PBB agar Tuntut Taliban untuk Menjamin Partisipasi Perempuan


Sejumlah perempuan Afghanistan mengikuti arahan terkait bahaya ranjau yang diadakan oleh lembaga Halo Trust di sebuah masjid di distrik Jaghatu, provinsi Ghazni, Afghanistan, pada 13 Mei 2024. (Foto:AFP/Wakil Kohsar)
Sejumlah perempuan Afghanistan mengikuti arahan terkait bahaya ranjau yang diadakan oleh lembaga Halo Trust di sebuah masjid di distrik Jaghatu, provinsi Ghazni, Afghanistan, pada 13 Mei 2024. (Foto:AFP/Wakil Kohsar)

Di saat PBB dan Taliban bersiap untuk membahas situasi seputar Afghanistan di Doha, Qatar, pada 30 Juni mendatang, sebuah lembaga advokasi hak perempuan global yang berbasis di New York mendesak PBB agar menuntut Taliban untuk menjamin partisipasi penuh dan setara bagi para perempuan Afghanistan, pejuang perdamaian dan pembela HAM dalam semua diskusi terkait masa depan Afghanistan.

Pasalnya, lembaga advokasi tersebut, Working Group on Women, menyebutkan bahwa sejak Taliban mengambil alih kekuasaan Afghanistan hampir tiga tahun yang lalu, Taliban disebut secara sistematis telah melanggar HAM perempuan, baik dalam kebijakan maupun praktiknya, dengan mengkodifikasi diskriminasi berbasis gender dalam setiap aspek kehidupan publik dan pribadi.

Para aktivis HAM Afghanistan mengatakan bahwa pertemuan di Doha nantinya merupakan kesempatan bagi PBB untuk mengangkat isu tersebut.

Shinkai Karokhail, aktivis hak perempuan Afghanistan yang berbasis di Kanada, mengatakan kepada VOA bahwa seruan untuk mengikutsertakan perempuan Afghanistan dalam diskusi terkait masa depan mereka merupakan sesuatu yang sangat penting.

"Pengikutsertaan perempuan Afghanistan itu penting mengingat penderitaan mereka yang signifikan dan pengucilan dari kehidupan sosial, ekonomi, dan politik akibat adanya perubahan politik di Afghanistan,"ujar Karokhail, seraya menambahkan bahwa agenda pertemuan di Doha harus memprioritaskan kekhawatiran yang dirasakan oleh masyarakat Afghanistan.

Azizuddin Maarij, aktivis Afghanistan yang tinggal di London, mengatakan perempuan harus menjadi bagian dalam pertemuan di Doha tersebut.

"Pertemuan itu harus mengundang perempuan, laki-laki dan aktivis hak-hak sipil yang secara aktif telah memperjuangkan hak-hak perempuan Afghanistan," ungkap Maarij dalam wawancara bersama VOA melalui Skype.

Pertemuan tersebut akan menjadi pertemuan ketiga terkait situasi di Afghanistan yang digelar di ibu kota Qatar sejak Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memprakarsai proses tersebut pada Mei 2023 lalu dalam upayanya untuk meningkatkan interaksi dengan Afghanistan di bawah pemerintahan Taliban “dengan cara yang lebih terstruktur.”

Meski begitu, Taliban belum secara resmi mengumumkan bahwa mereka akan berpartisipasi dalam pertemuan itu.

Mereka disebut sedang menunggu PBB untuk membagikan rincian terbaru tentang pertemuan itu sebelum menentukan apakah Kabul akan mengirim delegasinya atau tidak.

PBB pun belum mengeluarkan agenda untuk pertemuan tersebut.

Namun, Wakil Sekjen PBB untuk urusan politik dan pembangunan perdamaian, Rosemary DiCarlo, telah mengunjungi Afghanistan pada tanggal 18-21 Mei lalu untuk berdiskusi dengan Menteri Luar Negeri Taliban yang salah satu agendanya terkait dengan pertemuan di Doha.

Dalam pidatonya di hadapan sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan Mei lalu, DiCarlo menyebut Afghanistan sebagai “contoh yang menyedihkan” di mana perempuan dan anak perempuan secara sistematis tidak diberi hak dan martabat, utamanya dalam bidang pendidikan. [th/rs]

Forum

XS
SM
MD
LG