Pihak berwenang Iran, pada Kamis (4/7), menjatuhkan hukuman mati pada seorang aktivis buruh perempuan. Aktivis itu dituduh memiliki hubungan dengan organisasi terlarang Kurdi, kata organisasi hak asasi manusia (HAM).
Sharifeh Mohammadi ditangkap di Rasht, Iran, pada Desember lalu. Ia dinyatakan bersalah atas pemberontakan, yang tergolong kejahatan berat, dan dijatuhi hukuman mati, kata organisasi HAM Hengaw, yang berbasis di Norwegia, dan Kantor Berita Aktivis HAM yang berbasis di AS.
Mohammadi dituduh menjadi anggota partai separatis Kurdi, Komala, yang dilarang di Iran. Hengaw mengatakan dia mengalami “penyiksaan fisik dan mental” yang dilakukan agen-agen intelijen sewaktu berada dalam tahanan.
Pengadilan revolusioner di Rasht, kota utama di provinsi Gilan di Laut Kaspia, memvonis dan menjatuhkan hukuman mati kepadanya setelah sidang, kata kedua organisasi tersebut.
Sebuah sumber yang dekat dengan keluarganya mengatakan Mohammadi adalah anggota organisasi buruh lokal dan “tidak memiliki kaitan dengan Komala.”
Organisasi HAM yang berbasis di AS dan berfokus pada Iran, Abdorrahman Boroumand Center, mengatakan hukuman mati itu terkait “keterlibatannya dengan serikat pekerja independen.”
“Keputusan ekstrem ini menyoroti tindakan keras terhadap pembangkangan di Iran, khususnya terhadap aktivis buruh di tengah gejolak ekonomi,” imbuh organisasi tersebut.
Sebuah kampanye yang dibentuk untuk mendukung kasus Mohammadi menulis di akun media sosialnya bahwa keputusan tersebut “tidak masuk akal dan tidak berdasar” dan bertujuan menciptakan “ketakutan dan intimidasi” di kalangan aktivis di provinsi Gilan.
Gilan adalah pusat protes utama yang meletus pada 2022 menyusul kematian Mahsa Amini dalam tahanan. Amini, perempuan Kurdi, ditangkap karena diduga melanggar aturan berpakaian bagi perempuan.
Aktivis HAM menuduh pemerintah Iran menggunakan hukuman mati sebagai alat untuk mengintimidasi seluruh masyarakat dalam menanggapi protes tersebut.
Organisasi nonpemerintah Iran Human Rights mengatakan setidaknya 249 orang, termasuk 10 perempuan, dieksekusi di Iran dalam enam bulan pertama tahun 2024.
Organisasi itu memperingatkan risiko “peningkatan tajam” jumlah eksekusi setelah pemilihan presiden Iran putaran kedua yang berlangsung pada Jumat (5/7). Rakyat Iran akan memilih antara Saeed Jalili, kandidat yang ultrakonservatif, dan Masoud Pezeshkian yang reformis. [ka/jm]
Forum