Sejumlah saluran berita televisi di Bangladesh menghentikan siaran dan layanan komunikasi mengalami gangguan pada Jumat (19/7) di tengah demonstrasi para pelajar terhadap kuota lowongan kerja di pemerintahan. Demo yang disertai kekerasan itu sudah menewaskan puluhan orang pekan ini.
Belum ada pernyataan langsung dari pemerintah.
Kantor berita Prancis, AFP, melaporkan bahwa jumlah korban tewas dalam kekerasan pada Kamis (18/7) telah meningkat menjadi 32 orang. Reuters melaporkan bahwa 13 orang tewas, menambah enam orang tewas pada awal pekan ini, dan tidak dapat segera memverifikasi angka kematian yang lebih tinggi tersebut.
Surat kabar Economic Times India melaporkan bahwa pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina “terpaksa” memanggil tentara pada Kamis (18/7) malam untuk membantu “menjaga ketertiban.” Reuters tidak dapat memverifikasi informasi tersebut secara independen.
Pihak berwenang telah menghentikan sejumlah layanan seluler pada Kamis untuk meredam kerusuhan, tetapi gangguan tersebut menyebar ke seluruh negeri pada Jumat (19/7) pagi, kata saksi mata Reuters di Dhaka dan New Delhi.
Panggilan telepon dari luar negeri sebagian besar tidak tersambung dan panggilan melalui internet tidak dapat dilakukan.
Situs web beberapa surat kabar yang berbasis di Bangladesh tidak diperbarui pada Jumat pagi dan akun media sosial mereka juga tidak aktif.
Hanya beberapa panggilan suara yang berfungsi di negara tersebut dan tidak ada data seluler atau broadband pada Jumat pagi, kata seorang fotografer Reuters di Dhaka. Bahkan SMS atau pesan teks antar ponsel tidak terkirim, tambahnya.
Saluran televisi berita dan lembaga penyiaran negara BTV tidak mengudara, sedangkan saluran hiburan masih menyiarkan siaran dengan normal, kata seorang saksi mata Reuters.
Menurut saksi, sejumlah saluran berita TV menampilkan pesan yang mengatakan mereka tidak dapat mengudara karena alasan teknis dan program akan segera ditayangkan kembali.
Jalan-jalan di Dhaka, ibu kota Bangladesh, tampak lengang pada Jumat, yang merupakan hari libur mingguan di negara tersebut. Menurut saksi itu, lalu lintas sepi dan sangat sedikit penarik becak di jalan-jalan dan kerumunan kecil di dekat pasar sayur dan ikan, katanya, seraya menambahkan bahwa panggilan untuk berunjuk rasa telah diumumkan di masjid utama sekitar pukul 08.00 GMT.
Kerusuhan nasional, yang terbesar sejak Hasina terpilih kembali pada awal tahun ini, dipicu oleh tingginya tingkat pengangguran di kalangan kaum muda. Hampir seperlima dari 170 juta penduduk negara ini kehilangan pekerjaan dan pendidikan.
Para pengunjuk rasa menuntut negara berhenti menyisihkan 30 persen pekerjaan di pemerintahan untuk keluarga orang-orang yang berjuang dalam perang kemerdekaan dari Pakistan pada 1971.
Pemerintahan Hasina telah menghapus sistem kuota pada 2018, tetapi pengadilan tinggi menerapkannya kembali bulan lalu. Pemerintah mengajukan banding atas putusan tersebut dan Mahkamah Agung menangguhkan perintah pengadilan tinggi tersebut, sambil menunggu sidang banding pemerintah pada 7 Agustus. [ft/rs]