Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, bahwa langkah-langkah kesehatan masyarakat dasar dapat menghentikan wabah mpox. Langkah tersebut juga berpotensi mengakhiri penularan virus yang telah menyebabkan 99.176 orang sakit dan 208 meninggal secara global sejak 2022.
“Kita tahu cara mengendalikan mpox. Dan, di kawasan Eropa, diperlukan langkah-langkah untuk mengakhiri seluruh penularannya,” kata Dr. Hans Kluge, direktur WHO untuk kawasan Eropa kepada wartawan, Selasa (20/8) di Jenewa.
“Dua tahun silam, kita mengendalikan mpox di Eropa, berkat keterlibatan langsung dengan kelompok yang paling terdampak yaitu lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki,” ujarnya. “Kita berlakukan pengawasan yang kuat. Kita selidiki kontak kasus-kasus baru secara menyeluruh. Dan kita berikan nasihat kesehatan masyarakat yang baik.”
Berbicara melalui tautan video dari Kopenhagen, Kluge mengatakan WHO mampu mengendalikan wabah melalui perubahan perilaku dan tindakan kesehatan masyarakat tanpa diskriminasi, serta vaksinasi mpox.
“Belajar dari keberhasilan kita, kami mendesak pemerintah dan otoritas kesehatan untuk mempertahankan langkah-langkah tersebut – untuk membantu melenyapkan mpox dari Eropa,” katanya. “Tetapi karena kurangnya komitmen dan kurangnya sumber daya, kita gagal untuk mencapai tahap terakhir. Hari ini, kita melihat sekitar 100 kasus mpox klade 2 baru di wilayah Eropa setiap bulan.”
WHO menetapkan mpox sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC) pada Juli 2022 setelah wabah di beberapa negara dan penyebaran global yang pesat melalui kontak seksual. WHO menetapkan PHEIC berakhir pada Mei 2023.
Namun, meningkatnya kasus mpox di Republik Demokratik Kongo (DRC) dan negara-negara lain di Afrika yang semakin banyak jumlahnya tahun ini memicu penetapan kedua PHEIC terkait mpox pada 14 Agustus lalu oleh Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
“Kemunculan mpox klade baru, penyebarannya yang cepat di bagian timur DRC, dan pelaporan kasus di beberapa negara tetangganya sangat mengkhawatirkan,” kata Tedros. “Jelas bahwa tanggapan internasional yang terpadu diperlukan untuk menghentikan wabah ini dan menyelamatkan nyawa.”
Tiga klade virus mpox telah dikenali. Klade 1, yang sebelumnya disebut klade Congo Basin, telah lama beredar di DRC dan Afrika Tengah. Meskipun klade 1 terutama ditularkan melalui kontak seksual, klade ini menimbulkan wabah yang disebabkan oleh penularan zoonosis (dari hewan ke manusia). Jenis ini lebih ganas daripada klade 2, yang beredar secara global pada tahun 2022 dan sebagian besar menyebar di kalangan lelaki homoseksual.
“Dalam konteks Afrika, kami telah melihat kebangkitan klade 1b baru, yang ditularkan antarmanusia,” kata Dr. Catherine Smallwood, manager wilayah program operasi darurat WHO.
“Kami belum mendeteksi transmisi zoonosis pada klade 1b. Tampaknya ini adalah virus yang beredar secara eksklusif pada populasi manusia, dan sebagian perubahan virus yang diidentifikasi oleh para pakar virus memperlihatkan bahwa virus ini kemungkinan menular lebih efektif dari manusia ke manusia,” ujarnya.
Pekan lalu, Swedia menjadi negara pertama di luar Afrika yang mencatat seorang pasien klade 1b, dan “pasien ini menunjukkan gejala-gejala ringan,” kata Smallwood.
WHO melaporkan bahwa kemunculan tahun lalu dan penyebaran cepat jenis klade baru 1b “sangat mengkhawatirkan dan menjadi salah satu alasan utama bagi penetapan PHEIC.”
“Kebutuhan terbesar untuk tanggapan terpadu sekarang ini adalah di kawasan Afrika,” kata Kluge. Ia mengatakan bahwa Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika “menetapkan mpox sebagai situasi darurat di benua itu tidak lama sebelum deklarasi global WHO.”
“Eropa harus memilih untuk bertindak dalam solidaritas,” katanya. Ia memperingatkan bahwa negara-negara Eropa perlu belajar dari pengalaman pandemi COVID-19 dan tidak “menimbun vaksin untuk mereka sendiri.”
Ia mengemukakan tentang hal yang menjanjikan karena Otoritas Tanggapan dan Kesiapsiagaan Darurat Kesehatan Komisi Eropa menyumbangkan vaksin dan bahwa Belgia juga berkomitmen kuat untuk menyumbangkan vaksin untuk Afrika.
“Tantangannya adalah jika ada kebutuhan vaksin yang lebih banyak lagi untuk kawasan Eropa,” katanya. Ia menambahkan, “Ini adalah tes yang menentukan mengenai kesetaraan global.”
WHO telah merekomendasikan penggunaan dua vaksin untuk mpox: MVA-BN dan LC16. Badan kesehatan PBB itu juga merekomendasikan vaksin ketiga, ACAM2000, “apabila yang lainnya tidak tersedia.” [uh/ns]
Forum