Mantan Wakil Ketua Parlemen Afghanistan Fawzia Koofi memulai pertemuan genting yang dilangsungkan di sela-sela sidang Majelis Umum PBB di New York hari Senin (23/9).
“Hari ini, menurut saya, merupakan kesempatan penting bagi perempuan yang berada di Afghanistan, yang kecewa, yang putus asa ... untuk melihat bahwa suara mereka kini terwakili.”
Pertemuan itu dilangsungkan oleh Misi Permanen Irlandia, Indonesia, Swiss, dan Qatar di PBB, yang bekerja sama dengan Forum Perempuan Afghanistan.
Dalam konferensi pers yang dilangsungkan setelah pertemuan itu, ikut hadir Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Politik dan Pembangunan Perdamaian Rosemary Di Carlo, mantan Menteri Luar Negeri Swedia Margot Wallström, mantan Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia dan Urusan Internasional Perempuan dan Kementerian Luar Negeri Afghanistan Asila Wardak, dan mantan Menteri Urusan Perempuan Afghanistan Habiba Sarabi, ikut serta dalam pertemuan itu.
Tak terkecuali aktris peraih puluhan penghargaan bergengsi dunia, Meryl Streep, yang film dokumenternya ikut diputar dalam forum itu. Film dokumenter “The Sharp Edge of Peace” memotret tentang keikutsertaan empat pemimpin perempuan Afghanistan dalam perundingan-perundingan di Doha, Qatar, sebelum penarikan mundur pasukan Amerika dari Afghanistan pada 15 Agustus 2021 dan pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban.
Dengan menahan geram, mantan Menteri Luar Negeri Swedia Margot Wallström mengatakan, “Bayangkan sebuah negara berpenduduk 43 juta orang, di mana pada suatu hari saat semua laki-laki bangun, tiba-tiba muncul berita bahwa para gerilyawan perempuan telah mengambil alih kekuasaan. Bahwa laki-laki tidak bisa keluar rumah. Bahwa mereka harus ditemani oleh saudara perempuan atau ibu mereka untuk meninggalkan rumah dan pergi ke suatu tempat."
"Bahwa mereka tidak bisa pergi ke taman, tidak bisa pergi ke tempat pangkas rambut, tidak bisa berbicara di depan umum, tidak bisa bekerja. Bayangkan jika hal itu terjadi pada laki-laki di negara mana pun di dunia. Dunia akan hancur,” imbuhnya.
Aturan Baru Taliban: Perempuan Dilarang Bersuara dan Perlihatkan Wajah di Depan Umum
Berdasarkan undang-undang baru yang disetujui pemimpin tertinggi Taliban, yang katanya untuk memerangi keburukan dan mendorong kebajikan, Taliban bulan Agustus lalu mengeluarkan larangan baru bagi perempuan, yaitu larangan bersuara dan memperlihatkan wajah di depan umum.
Aturan hukum baru itu memberi wewenang pada sebuah kementerian yang dibentuk pada tahun 2021 setelah pengambilalihan kekuasaan, untuk memberlakukan aturan tersebut dan memberikan sanksi hukuman – mulai dari peringatan hingga penangkapan – jika penegak hukum menilai seorang perempuan telah melanggar aturan tersebut.
Mantan Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia dan Urusan Internasional Perempuan dan Kementerian Luar Negeri Afghanistan Asila Wardak mengatakan, “Perjuangan ini bukan hanya perjuangan perempuan Afghanistan. Ini adalah perjuangan global melawan terorisme, melawan ekstremisme. Karena tingkat ekstremisme yang tumbuh di Afghanistan saat ini bukan tidak mungkin akan meluas ke seluruh dunia. Jadi ini adalah upaya bersama dan tanggung jawab bersama.”
Meryl Streep, bintang papan atas Hollywood yang film dokumenternya “The Sharp Edge of Peace” menarik perhatian luas dunia saat dirilis April lalu, mengatakan, “Saya berada di sini dengan ‘bendera’ selebriti yang saya punya. Saya ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada setiap orang dis ini karena datang, mendengarkan dan menyebarluaskan pentingnya yang diperjuangkan sekelompok orang yang luar biasa ini. Yang telah memperjuangkan kepentingan perempuan dan anak perempuan Afghanistan selama lebih dari 20 tahun, sepanjang hidup mereka.”
“The Sharp Edge of Peace” Potret Empat Pejuang Perempuan Afghanistan
Film dokumenter “The Sharp Edge of Peace – sebuah film thriller politik yang kuat – mengikuti empat perempuan pemberani yang menjadi anggota tim perunding pemerintah Afghanistan pada masa penuh tantangan, di mana mereka mempertaruhkan nyawa untuk merundingkan point demi point perjanjian menuju perdamaian, dengan sekelompok laki-laki yang secara historis senantiasa mengingkari hak-hak dasar perempuan.
Kecerdasan, ketangguhan, dan keberanian keempat perempuan ini dalam menghadapi situasi yang mustahil adalah representasi kuat dari semua perempuan di seluruh dunia yang terus berjuang demi perdamaian dan kesetaraan sejati, menggambarkan tekad yang tak tergoyahkan dan semangat pantang menyerah dari perlawanan perempuan di tengah-tengah kesulitan.
Keempat perempuan pejuang Afghanistan itu – Fatima Gailani, Fawzia Koofi, Habiba Sarabi dan Sharifa Zumati – hingga hari ini masih menerima ancaman dari Taliban. [em/jm]
Forum