Tautan-tautan Akses

Isu Iklim

PBB: Kekeringan Akibat El Nino Sebabkan Krisis Kelaparan Terparah di Afrika Bagian Selatan

Warga desa sedang memompa air dari sumur bor di Mudzi, Zimbabwe, pada 2 Juli 2024, di tengah kekeringan berkepanjangan yang melanda Afrika bagian selatan akibat fenomena El Nino, menurut WFP. (Foto: AP)
Warga desa sedang memompa air dari sumur bor di Mudzi, Zimbabwe, pada 2 Juli 2024, di tengah kekeringan berkepanjangan yang melanda Afrika bagian selatan akibat fenomena El Nino, menurut WFP. (Foto: AP)

Sejumlah lembaga bantuan lainnya juga mengatakan bahwa kekeringan di Afrika selatan ini sangat parah. Lembaga bantuan Amerika Serikat, USAID, mengatakan pada  Juni bahwa kekeringan ini merupakan kekeringan yang paling parah dalam 100 tahun terakhir.

Kondisi kekeringan yang terjadi selama berbulan-bulan di Afrika bagian selatan akibat fenomena cuaca El Nino telah berdampak buruk pada lebih dari 27 juta orang dan menyebabkan krisis kelaparan terburuk di wilayah itu dalam beberapa dekade, kata badan pangan PBB pada Selasa (15/10).

Program Pangan Dunia (WFP) memperingatkan bahwa hal ini bisa menjadi “bencana manusia berskala besar”.

Lima negara – Lesotho, Malawi, Namibia, Zambia dan Zimbabwe – telah menyatakan status bencana nasional atas kondisi kekeringan dan kelaparan tersebut. WFP memperkirakan bahwa sekitar 21 juta anak di Afrika bagian selatan mengalami kekurangan gizi akibat gagal panen.

Puluhan juta orang di wilayah ini bergantung pada pertanian skala kecil yang diairi oleh hujan untuk memperoleh makanan dan untuk mendapatkan uang guna membeli kebutuhan.

James Tshuma, seorang petani di distrik Mangwe di Zimbabwe barat daya, berdiri di tengah ladang tanamannya yang mengering di tengah El Nino, di Zimbabwe, 22 Maret 2024. (Foto: AP)
James Tshuma, seorang petani di distrik Mangwe di Zimbabwe barat daya, berdiri di tengah ladang tanamannya yang mengering di tengah El Nino, di Zimbabwe, 22 Maret 2024. (Foto: AP)

Sebelumnya, sejumlah lembaga bantuan memperingatkan adanya potensi bencana pada akhir tahun lalu karena El Nino, yang terjadi secara alamiah, menyebabkan curah hujan di seluruh wilayah tersebut berada pada level di bawah rata-rata; sementara dampaknya diperburuk oleh pemanasan suhu yang terkait dengan perubahan iklim.

“Ini adalah krisis pangan terburuk dalam beberapa dekade terakhir,” kata juru bicara WFP Tomson Phiri. “Bulan Oktober di Afrika bagian selatan menandai dimulainya musim paceklik, dan setiap bulannya diperkirakan akan lebih buruk daripada bulan sebelumnya sampai panen tahun depan di bulan Maret dan April.”

“Pertanian gagal panen, ternak mati dan anak-anak beruntung bisa mendapatkan satu kali makan per hari.”

Lima negara yang menyatakan bencana kekeringan telah memohon bantuan internasional; sementara Angola di pantai barat Afrika dan Mozambik di pantai timur juga “terkena dampak yang parah,” kata Phiri, yang menunjukkan sejauh mana kekeringan telah melanda wilayah tersebut.

“Situasinya sangat mengerikan,” kata Phiri. Ia mengatakan bahwa WFP membutuhkan sekitar $369 juta untuk memberikan bantuan segera, tetapi baru menerima seperlima dari jumlah tersebut di tengah kekurangan sumbangan.

WFP telah mulai membantu dengan bantuan makanan dan “dukungan mendesak” lainnya atas permintaan berbagai pemerintah di wilayah tersebut, katanya.

Phiri mencatat bahwa krisis di Afrika Selatan terjadi ketika “kebutuhan global yang melonjak” dengan bantuan kemanusiaan yang juga sangat dibutuhkan di Gaza, Sudan, dan tempat-tempat lainnya.

Sejumlah lembaga bantuan lainnya juga mengatakan bahwa kekeringan di Afrika selatan ini sangat parah. Lembaga bantuan Amerika Serikat, USAID, mengatakan pada Juni bahwa kekeringan ini merupakan kekeringan yang paling parah dalam 100 tahun terakhir selama musim tanam Januari hingga Maret, yang memusnahkan sebagian besar tanaman dan makanan bagi jutaan orang.

El Nino, sebuah fenomena cuaca yang terjadi secara alamiah yang menghangatkan beberapa bagian Pasifik tengah, memiliki dampak yang berbeda pada cuaca di berbagai belahan dunia. El Nino terakhir terbentuk pada pertengahan tahun lalu dan berakhir pada bulan Juni.

Fenomena ini disalahkan, bersama dengan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia dan pemanasan lautan secara keseluruhan, atas terjadinya gelombang panas dan cuaca ekstrem selama 12 bulan.

Seorang pria mengambil air dari kolam untuk memberi minum anak sapinya di Matobo, Matabeleland, pada 10 Mei 2024. (Foto: AFP)
Seorang pria mengambil air dari kolam untuk memberi minum anak sapinya di Matobo, Matabeleland, pada 10 Mei 2024. (Foto: AFP)

Di Afrika bagian selatan, harga pangan meningkat tajam di banyak daerah yang terdampak kekeringan, sehingga menambah penderitaan. Kekeringan juga memiliki dampak buruk lainnya.

Zambia telah kehilangan sebagian besar listriknya dan mengalami pemadaman listrik selama berjam-jam, dan terkadang berhari-hari, karena negara ini sangat bergantung pada tenaga air dari Bendungan Kariba yang sangat besar.

Ketinggian air bendungan ini sangat rendah sehingga hampir tidak dapat menghasilkan listrik. Zimbabwe berbagi bendungan ini dan juga mengalami pemadaman listrik secara teratur.

Otoritas di Namibia dan Zimbabwe terpaksa membunuh satwa liar, termasuk gajah, untuk menyediakan daging bagi orang-orang yang kelaparan.

Para ilmuwan mengatakan bahwa Afrika sub-Sahara adalah salah satu bagian dunia yang paling rentan terhadap perubahan iklim karena ketergantungan yang tinggi pada pertanian tadah hujan dan sumber daya alam. Jutaan mata pencaharian di Afrika bergantung pada iklim, sementara negara-negara miskin tidak mampu mendanai upaya-upaya ketahanan iklim. [th/ab]

See all News Updates of the Day

Krisis Air Ancam Produksi Pangan Dunia 

Seorang perempuan tampak mengisi botol yang ia bawa dengan air dari sebuah kelompok gereja yang menawarkan bantuan air kepada warga di Havana, Kuba, pada 12 September 2024. (Foto: Reuters/Norlys Perez)
Seorang perempuan tampak mengisi botol yang ia bawa dengan air dari sebuah kelompok gereja yang menawarkan bantuan air kepada warga di Havana, Kuba, pada 12 September 2024. (Foto: Reuters/Norlys Perez)

Tidak adanya penanggulangan terhadap krisis air dapat membahayakan lebih dari setengah produksi pangan dunia pada 2050. Para ahli memperingatkan hal itu dalam sebuah laporan utama yang diterbitkan pada Kamis (17/10).

“Hampir 3 miliar orang dan lebih dari setengah produksi pangan dunia kini berada di wilayah-wilayah di mana total penyimpanan airnya diperkirakan mengalami penurunan,” kata laporan oleh Komisi Global tentang Ekonomi Air (GCEW).

Laporan tersebut juga memperingatkan bahwa krisis air dapat menyebabkan penurunan PDB rata-rata sebesar delapan persen untuk negara-negara berpendapatan tinggi pada 2050 dan sebanyak 15 persen untuk negara-negara berpendapatan rendah.

Gangguan siklus air “memiliki dampak ekonomi global yang besar,” kata laporan tersebut.

Penurunan ekonomi akan menjadi konsekuensi dari “dampak gabungan dari perubahan pola curah hujan dan peningkatan suhu akibat perubahan iklim, bersama dengan penurunan total penyimpanan air dan kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.”

Dalam menghadapi krisis tersebut, laporan itu menyerukan agar siklus air dipandang sebagai “komoditas umum global” dan melakukan transformasi tata kelola air di semua tingkatan.

“Biaya yang dikeluarkan dalam tindakan ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian yang akan ditimbulkan oleh ketidakpedulian yang terus-menerus terhadap ekonomi dan kemanusiaan,” katanya.

Meskipun air sering dianggap sebagai “anugerah alam yang melimpah,” laporan tersebut menekankan bahwa air itu langka dan mahal untuk diangkut.

Laporan tersebut menyerukan penghapusan “subsidi yang merugikan di sektor-sektor yang membutuhkan banyak air atau mengalihkannya ke solusi penghematan air dan memberikan dukungan yang tepat sasaran bagi masyarakat miskin dan rentan.”

“Kita harus memadukan harga air dengan subsidi yang tepat,” kata Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia, Ngozi Okonjo-Iweala, salah satu ketua GCEW, selama pengarahan daring.

Ketua lainnya, Presiden Singapura, Tharman Shanmugaratnam, menegaskan perlunya melihat air sebagai masalah global, untuk “berinovasi dan berinvestasi” guna menyelesaikan krisis dan “menstabilkan siklus hidrologi global.” [ns/jm]

PBB: Hanya Sedikit Negara Susun Rencana Perlindungan Alam 

Sejumlah ikan tampak berenang di dekat karang-karang yang memutih di perairan Pulau Koh Tao, Thailand, pada 14 Juni 2024. (Foto: Lillian Suwanrumpha)
Sejumlah ikan tampak berenang di dekat karang-karang yang memutih di perairan Pulau Koh Tao, Thailand, pada 14 Juni 2024. (Foto: Lillian Suwanrumpha)

Kurang dari 15 persen negara di dunia telah mengajukan rencana untuk memperlambat kerusakan alam, menjelang pertemuan puncak keanekaragaman hayati global di Kolombia, menurut hitungan yang dibagikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (16/10).

Sebanyak 196 negara anggota Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) PBB telah mengadopsi kerangka kerja pada 2022 dengan 23 target untuk “menghentikan dan membalikkan” musnahnya alam pada 2030.

Sekitar seperempat spesies hewan dan tumbuhan yang dinilai terancam, dan sekitar satu juta spesies sudah menghadapi kepunahan, banyak di antaranya dalam beberapa dekade terakhir, menurut data PBB.

Di bawah apa yang disebut Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal, yang diadopsi di Kanada dua tahun lalu, negara-negara diminta untuk menyajikan “strategi dan rencana aksi keanekaragaman hayati nasional” pada pertemuan COP16 yang dibuka di Kota Cali, Kolombia pada Senin (21/10).

Namun, sekretaris eksekutif CBD, Astrid Schomaker mengatakan pada Rabu, bahwa hanya 29 dari 196 negara penanda tangan CBD, yang telah mengajukan rencana lengkap hingga saat ini. Sembilan puluh satu telah menyerahkan “target nasional” yang kurang menyeluruh.

“Kami tahu bahwa masih banyak lagi pengajuan yang sedang dalam proses,” kata Schomaker dalam jumpa pers.

Dua puluh tiga target kerangka kerja tersebut termasuk menempatkan setidaknya 30 persen dari semua wilayah daratan dan perairan di bawah konservasi pada 2030, dan menghentikan kepunahan spesies yang terancam punah akibat manusia.

Ribuan delegasi termasuk tujuh kepala negara dan sekitar 140 menteri pemerintahan, diharapkan menghadiri COP16 CBD, yang berlangsung hingga 1 November.

Forum tersebut bertugas menyepakati mekanisme pemantauan dan pendanaan untuk memastikan target dapat dipenuhi. [ns/jm]

Indonesia, Malaysia, Uni Eropa Rancang Panduan Aturan Deforestasi untuk Petani Kecil

Seorang petani kelapa sawit sedang membawa buah-buah sawit di sebuah perkebunan di Kampar, Riau, 18 Agustus 2018. (Foto: Wahyudi/AFP)
Seorang petani kelapa sawit sedang membawa buah-buah sawit di sebuah perkebunan di Kampar, Riau, 18 Agustus 2018. (Foto: Wahyudi/AFP)

Uni Eropa akan mewajibkan para pengimpor kedelai, daging sapi, kakao, kopi, minyak sawit, kayu, karet dan produk terkait untuk membuktikan rantai pasokan mereka tidak berkontribusi terhadap perusakan hutan dunia. Jika terbukti akan dikenakan denda yang besar.

Indonesia, Malaysia dan Uni Eropa akan merumuskan panduan praktis peraturan deforestasi Uni Eropa (EU deforestation rules /EUDR) untuk petani kecil pada November.

Hal itu disampaikan oleh kelompok antarpemerintah yang mewakili produsen minyak sawit mengatakan pada Jumat (11/10).

Komisi Eropa pada awal bulan ini mengusulkan penundaan penerapan EUDR, yang akan melarang impor komoditas yang terkait dengan deforestasi. Hal itu menyusul seruan dari industri dan pemerintah di seluruh dunia.

Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa UE, Indonesia, dan Malaysia akan bekerja sama dalam menghasilkan rekomendasi dan panduan praktis bagi petani kecil dan usaha kecil di sektor minyak sawit, kopi, karet, kayu, dan kakao. Panduan itu akan mempersiapkan para petani kecil dalam menghadapi EUDR.

CPOPC adalah organisasi antarpemerintah untuk negara-negara penghasil minyak sawit, termasuk produsen minyak sawit terbesar di dunia yaitu Indonesia, Malaysia dan Honduras.

EUDR akan mewajibkan perusahaan yang mengimpor kedelai, daging sapi, kakao, kopi, minyak sawit, kayu, karet dan produk terkait untuk membuktikan bahwa rantai pasokan mereka tidak berkontribusi terhadap perusakan hutan dunia, atau akan dikenakan denda yang besar.

Sebelumnya, Indonesia mengatakan bahwa peraturan tersebut akan memberlakukan prosedur administratif yang memberatkan terhadap petani kecil dan mengecualikan mereka dari rantai pasokan global. [ft/pp]

Badai Milton Ganggu Perayaan 'Yom Kippur' Warga Yahudi di Florida

Sebuah mobil terendam banjir di depan sebuah rumah setelah badai Milton di Tampa, Florida, 10 Oktober 2024.
Sebuah mobil terendam banjir di depan sebuah rumah setelah badai Milton di Tampa, Florida, 10 Oktober 2024.

Banyak orang Yahudi di seluruh dunia akan merayakan Yom Kippur dengan berpuasa dan berdoa di sinagoge mereka akhir pekan ini.

Namun bagi umat Yahudi di Florida, Badai Milton yang dahsyat telah mengacaukan rencana untuk merayakan Hari Penebusan Dosa, hari paling suci dalam setahun dalam kepercayaan Yahudi. Perayaan Yom Kippur tahun ini dimulai pada Jumat (11/10) malam dan menutup rangkaian perayaan Hari Raya Suci yang dimulai sejak peringatan Rosh Hashana pada 2 Oktober.

Di seluruh wilayah yang terancam badai, para rabi dan jemaah mereka menghabiskan sebagian dari the Days of Awe (Hari-hari Kekaguman) — rentang waktu antara Rosh Hashana dan Yom Kippur — untuk melindungi rumah dan sinagoge mereka saat Milton yang melanda lepas pantai, berubah menjadi badai Kategori 5. Banyak — meskipun tidak semua warga— mengungsi, mematuhi perintah sukarela dan wajib, dan menemukan tempat penyimpanan yang aman untuk gulungan Taurat sinagoge dan diri mereka sendiri.

Milton menghantam Pantai Teluk Florida pada Rabu (9/10) sebagai siklon Kategori 3, dengan angin kencang yang merusak, hujan lebat, dan tornado. Pada Kamis (10/10), badai telah bergerak ke arah timur menuju Samudra Atlantik.

Rabi Ini Memutuskan Tidak Mengungsi

Rabbi Yitzchok Minkowicz mengevakuasi sebagian besar keluarganya sebelum badai. Namun, dia memilih untuk bertahan bersama putranya, yang juga seorang rabi, di Chabad Lubavitch di Florida Barat Daya dekat Fort Myers. Fasilitas tersebut menampung orang-orang yang mengungsi akibat badai, termasuk dokter, responden pertama, dan lansia yang tidak dapat mengungsi.

Penting untuk "bersama masyarakat dan untuk masyarakat," dan memberikan dukungan emosional dan spiritual, katanya saat badai mendekat.

Hujan deras mengguyur sebuah jalan di Tampa, Florida saat Badai Milton melintas, 9 Oktober 2024. (Foto: Rebecca Blackwell/AP Photo)
Hujan deras mengguyur sebuah jalan di Tampa, Florida saat Badai Milton melintas, 9 Oktober 2024. (Foto: Rebecca Blackwell/AP Photo)

Menjelang tengah malam Kamis (10/10), aliran listrik di pusat Chabad dan seluruh lingkungan padam, kata Minkowicz, dan mereka menjadi segelintir dari jutaan orang yang tidak mendapatkan aliran listrik. Fasilitas itu terhindar dari gelombang badai, tetapi rumah-rumah dan bangunan lain di daerah itu tidak, katanya.

"Kebutuhan mendesak kami adalah listrik agar kami dapat membantu masyarakat kami dan menyelenggarakan kebaktian Yom Kippur," kata Minkowicz kepada The Associated Press melalui email pada Kamis. "Kami berdoa agar masalah ini segera teratasi."

Pusat itu berencana untuk menyelenggarakan perayaan Yom Kippur terlepas dari badai yang ada. Ia mengatakan hal yang sama terjadi dua tahun lalu, ketika hari raya itu diadakan setelah badai besar, Ian.

"Yom Kippur adalah hari ketika Anda membuka jiwa Anda kepada Tuhan dan Anda benar-benar terhubung dengan Tuhan," kata Minkowicz. "Ketika Anda melewati badai, hal-hal yang bersifat material tidak penting. Mereka sudah berada di zona di mana mereka benar-benar berfokus kepada Tuhan."

Jemaat Beth Am di wilayah Teluk Tampa juga mengalami 'pemadaman listrik' dan berencana untuk menyelenggarakan kebaktian Yom Kippur secara daring, kata Rabi Jason Rosenberg dari sinagoge Reform.

"Penting untuk tetap bersikap objektif. Menggelar kebaktian daring bukanlah hal yang diinginkan siapa pun, tetapi bisa jadi jauh lebih buruk," katanya. "Ini terasa seperti berkat."

Badai tersebut menekankan salah satu refleksi tahunan Yom Kippur.

Sebuah pertanyaan tersirat, katanya sebelum badai Milton menghantam kawasan tersebut, "Jika ini akan menjadi tahun terakhir Anda di Bumi, apa yang akan Anda lakukan secara berbeda? ... Ketika Anda menghadapi badai bersejarah, badai yang berpotensi mengancam jiwa dan mengubah hidup Anda, pesan itu benar-benar hadir."

Milton Halangi Peringatan Yom Kippur dan 7 Oktober

Seperti kebanyakan jemaatnya, Rabi Nicole Luna telah dievakuasi setelah membantu mengamankan Kuil Beth El di Fort Myers, dan mempercayakan beberapa gulungan Taurat kepada jemaat jika gelombang badai yang mengancam menghancurkan sinagoge.

Ketika jemaat menghadapi Badai Irma pada 2017 dan Badai Ian pada 2022, waktu terjadinya Milton sangat berat, karena telah memaksa penundaan peringatan setahun serangan Hamas atas Israel 7 Oktober 2023. Perang yang saat ini masih terus berlangsung.

"Rasanya terlalu berat hati kami untuk menanggung beban saat ini," kata Luna dari Miami menjelang badai. "Semuanya sangat berat."

Setelah badai berlalu, Luna memberi tahu jemaatnya bahwa sinagoge mereka tidak rusak, meskipun listrik padam.

Ia mengumumkan rencana untuk mengadakan kebaktian melalui Zoom pada Jumat (11/10) malam, dan kebaktian tatap muka pada Sabtu (12/10).

"Kami berharap lampu lalu lintas akan kembali menyala pada Sabtu, tetapi silakan datang hanya kalau Anda yakin dapat berkendara dengan aman (sampai di tempat ini)," pesannya.

Luna mengatakan dia bersyukur atas "dukungan besar" yang dia terima dari sesama rabi di Pantai Timur Florida, yang membuka kuil mereka untuk liburan bagi para pengungsi. Mereka juga menekankan bahwa mereka dapat datang apa adanya, karena hanya sedikit yang mengambil "pakaian yang sesuai untuk liburan" dalam upaya melarikan diri dari amukan Milton.

Chabad of Southwest Broward dekat Fort Lauderdale menampung beberapa pengungsi dari daerah yang paling terdampak badai, mulai dari seorang ibu dengan bayinya yang baru lahir hingga pasangan lansia, kata direktur Rabbi Pinny Andrusier. Mereka diundang untuk menghabiskan Yom Kippur bersama kelompok yang berbasis di Cooper City, termasuk berbagi makanan halal sebelum dan sesudah hari puasa.

"Kami selamat, syukurlah," kata Andrusier tentang badai tersebut. "Kami dapat membuka pintu kami" bagi mereka yang berada di zona badai.

Sinagoge Batal Gelar Yom Kippur

Ratusan keluarga Yahudi di Longboat Key, pulau penghalang di lepas Teluk Sarasota, tidak akan dapat merayakan Yom Kippur di sinagoge mereka untuk pertama kalinya dalam 45 tahun sejarah mereka, kata Shepard Englander, CEO Federasi Yahudi Sarasota-Manatee.

Akses ke pulau tersebut, khususnya John Ringling Causeway, ditutup sebelum badai. Jemaat memutuskan tidak ada gunanya menggelar kebaktian "Hari Penebusan Dosa' di tengah risiko hantaman badai Milton. Mereka telah merayakan Rosh Hashana di gedung mereka meskipun sejumlah rumah di dekatnya rusak akibat Badai Helene, yang melanda daratan bulan lalu.

Englander mengatakan dia dan keluarganya dievakuasi dari rumah mereka di tepi sungai di luar Sarasota dan berlindung di rumah seorang teman di pedalaman. Dari sana, ia berusaha memastikan anggota masyarakat dari Longboat Key dan kuil-kuil lain yang tidak akan mengadakan kebaktian dapat berdoa dan berbuka puasa Yom Kippur di pusat konferensi yang baru dibangun di Sarasota dengan makanan seperti blintzes, bagel, krim keju, dan salmon asap.

Menjelang badai, orang-orang tersebar di wilayah tersebut di tempat penampungan darurat atau tinggal bersama keluarga atau teman, kata Englander.

"Di masa-masa sulit, Anda benar-benar memahami kekuatan komunitas," katanya. "Dan ini adalah komunitas Yahudi yang peduli, erat, dan murah hati." [es/ft]

Tunjukkan lebih banyak

XS
SM
MD
LG