Para anggota BRICS mengadopsi sebuah deklarasi bersama yang menyerukan penciptaan sistem pembayaran independen berdasarkan mata uang nasional mereka dalam KTT BRICS yang berlangsung pada Rabu (23/10) di Kazan, Rusia. Langkah itu disebut sebagai respons atas apa yang dianggap sebagai sanksi-sanksi ilegal yang merusak ekonomi global.
Negara-negara anggota BRICS, yang menyumbang sekitar 35% dari ekonomi global, mengeluarkan Deklarasi Kazan, yang menyerukan “penghapusan” “sanksi ekonomi unilateral dan sanksi sekunder yang bertentangan dengan hukum internasional.”
Keanggotaan BRICS mencakup lima negara awal; Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, lalu diperluas ketika sejumlah negara bergabung tahun ini, termasuk Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Menyatakan keprihatinan atas sanksi “pemaksaan sepihak” yang memiliki “efek mengganggu” terhadap ekonomi dunia, anggota BRICS setuju untuk mendalami “pembentukan infrastruktur penyelesaian dan penyimpanan lintas batas yang independen, BRICS Clear.”
Guna mendukung “instrumen pembayaran lintas batas yang inklusif,” mereka mendorong “penggunaan mata uang lokal dalam transaksi keuangan antara negara-negara BRICS dan mitra dagang mereka.”
Edward Fishman, peneliti senior di Columbia University dan penulis buku “Chokepoints: American Power in the Age of Economic Warfare,” mengatakan, ”BRICS akhirnya menemukan sebuah misi pemersatu: menghindari dominasi keuangan Amerika Serikat.”
“Bagi anggota-anggota BRICS yang berada di bawah sanksi AS, yaitu Rusia dan Iran, misi ini sudah menjadi prioritas nasional utama,” katanya. “Negara-negara lain seperti China melihatnya sebagai cara yang berguna untuk melindungi diri mereka dari potensi sanksi di masa depan.”
Fishman mengatakan bahwa Amerika Serikat harus menanggapi inisiatif-inisiatif BRICS dengan “serius dan bergerak untuk lebih memperkuat keunggulan dolar” karena mereka “bisa membuahkan hasil dalam satu dekade ke depan,” meski “kecil kemungkinannya inisiatif-inisiatif ini akan mengubah peran dolar secara global dalam waktu dekat.”
Mengelak dari dolar AS
Dalam pidatonya di KTT pada hari Rabu, Presiden China Xi Jinping mengatakan bahwa “reformasi arsitektur keuangan internasional” sangat mendesak, dan ia menyerukan “konektivitas” infrastruktur keuangan di antara para anggota BRICS dan perluasan Bank Pembangunan Baru, atau NDB.
Berkantor pusat di Shanghai, NDB didirikan oleh lima anggota awal BRICS pada tahun 2015. NDB berfungsi sebagai lembaga keuangan alternatif untuk Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).
Tom Keatinge, direktur pendiri Pusat Keuangan dan Keamanan di Royal United Services Institute, mengatakan bahwa China akan cenderung bergabung dengan sistem keuangan baru yang didukung oleh Rusia.
Ia mengatakan bahwa alasan Beijing ada dua: “untuk mempengaruhi desainnya guna memastikan bahwa mereka bisa mendapatkan keuntungan” dan “untuk menambah keinginannya guna menyediakan penyeimbang bagi sistem keuangan unipolar yang secara historis didominasi oleh Amerika Serikat.”
Keatinge menambahkan, bagaimanapun, infrastruktur baru ini tidak akan bisa dengan mudah meniru “stabilitas, likuiditas, dan konvertibilitas dolar AS” yang dimiliki oleh sejumlah sistem pembayaran bilateral dan multilateral yang sudah ada.
VOA telah menanyakan kepada Kedutaan Besar China di Washington apakah dan mengapa Beijing tertarik untuk bergabung dan menggunakan sistem keuangan BRICS yang diusulkan, tetapi tidak mendapat jawaban.
Mengutip para ahli yang tidak disebutkan namanya, Global Times yang dikelola pemerintah China pada 17 Oktober mengatakan bahwa sistem pembayaran alternatif “bisa membantu mengurangi ketergantungan yang berlebihan pada dolar AS.”
Menghindari Sanksi
Upaya BRICS untuk meningkatkan penggunaan mata uang lokal dipandang sebagai upaya untuk menantang sistem keuangan global yang didominasi oleh dolar AS, sekitar 90% dari semua perdagangan mata uang dan lebih dari separuh pembayaran internasional.
Pada KTT tersebut, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, “Dolar digunakan sebagai senjata.” Dia juga mengatakan bahwa peningkatan penggunaan mata uang nasional BRICS untuk transaksi akan “meminimalkan risiko geopolitik.”
Dalam pertemuan dengan Putin di KTT pada Selasa (22/10), Presiden NDB Dilma Rousseff mengatakan bahwa bank tersebut berkomitmen untuk mendanai negara-negara di Global South dalam mata uang nasional mereka.
Perusahaan pembangunan negara dan perusahaan investasi Rusia VER.RF menandatangani perjanjian dengan China dan Afrika Selatan untuk memperpanjang jalur kredit dalam mata uang nasional, kantor berita Rusia TASS melaporkan pada Rabu.
BRICS Clear, platform pembayaran dan deposito internasional untuk memastikan peningkatan sirkulasi mata uang nasional, diusulkan oleh Rusia menjelang KTT.
Kementerian Keuangan Rusia, bank sentral dan perusahaan konsultan Yakov and Partners pada awal Oktober mengeluarkan sebuah dokumen yang mengusulkan BRICS Clear sebagai sebuah platform yang akan menggunakan sistem penyimpanan nasional yang “independen dari pengaruh pihak ketiga.”
Menjelang KTT tersebut, sebuah sistem pembayaran lintas batas baru yang disebut BRICS Pay diperkenalkan pada Forum Bisnis BRICS yang diadakan di Moskow pada tanggal 17 dan 18 Oktober.
Sebuah pernyataan yang dirilis pada hari Selasa (22/10) oleh American Action Forum, mengutip analisis Jacob Jensen, seorang analis data di lembaga think tank tersebut, mengatakan bahwa ada kekhawatiran bahwa BRICS Pay akan memungkinkan negara-negara yang berpartisipasi untuk “menghindari dolar AS sebagai perantara pembayaran dengan menggantinya dengan teknologi blockchain dan alternatif sistem pembayaran SWIFT.”
Beberapa bank Rusia dilarang menggunakan sistem pengiriman pesan SWIFT yang memfasilitasi transfer keuangan global tidak lama setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pada hari Rabu bahwa BRICS tidak mencoba untuk membuat sistem sebagai alternatif untuk SWIFT, menurut kantor berita Rusia TASS.
Terlepas dari upaya BRICS, tidak ada negara yang menggunakan sistem alternatif, seperti BRICS Pay, yang akan kebal dari sanksi, karena sistem pembayaran semacam itu bisa dikenakan sanksi, kata David Asher, seorang peneliti senior Hudson Institute yang telah memberikan nasihat kepada pemerintah AS selama beberapa tahun mengenai skema penghindaran sanksi.
Pada akhirnya, kata Asher, mata uang nasional dan digital akan ditukar dengan dolar AS di Clearing House Automated Transfer System yang berbasis di Hong Kong, yang menurutnya harus dikenai sanksi. [th/ab]
Forum