Isu Iklim
Akan Boikot KTT Iklim PBB, Papua Nugini: ‘Buang-buang Waktu’
Papua Nugini, Kamis (31/10) menyatakan akan memboikot konferensi tingkat tinggi iklim PBB, COP29, yang akan diselenggarakan bulan depan, dengan menyebut negosiasi isu pemanasan global itu sebuah pertemuan yang “membuang-buang waktu” dan penuh dengan janji-janji kosong para pelaku utama pencemaran.
Meski sebelumnya banyak yang mengkritik pertemuan iklim tahunan itu, jarang ada negara yang sepenuhnya memboikot penyelenggaraannya. “Tidak ada gunanya kalau kita tertidur gara-gara penat terbang (jet lag), karena kita tidak akan menyelesaikan masalah apa pun,” kata Menteri Luar Negeri Papua Nugini Justin Tkatchenko kepada AFP sebelum COP29 di Azerbaijan pada November.
“Semua pelaku utama pencemaran di dunia berjanji dan berkomitmen untuk memberikan jutaan (dolar) untuk membantu upaya pemulihan dan bantuan iklim. Dan saya bisa beri tahu Anda sekarang bahwa itu semua akan diberikan kepada konsultan.”
Pulau Nugini adalah rumah bagi hamparan hutan hujan terbesar ketiga di dunia, menurut Dana Dunia untuk Alam (World Wildlife Fund/WWF), dan telah lama dikenal sebagai salah satu “paru-paru dunia.”
Papua Nugini, yang miskin, diapit lautan, dan rentan bencana alam, juga dinilai sangat rentan terkena dampak perubahan iklim. “COP benar-benar membuang-buang waktu,” kata Tkatchenko.
“Kami muak pada retorika dan pertemuan yang tidak ada habisnya yang pada akhirnya tidak menyelesaikan masalah apa pun selama tiga tahun terakhir ini.”
“Kami adalah negara dengan hutan hujan terbesar ketiga di dunia. Kami menyerap polutan dari negara-negara besar ini. Dan mereka dapat bebas begitu saja tanpa konsekuensi apapun.”
‘Festival Membual’
KTT Iklim PBB tahun 2015 menyepakati Perjanjian Paris yang bersejarah, di mana hampir semua negara di seluruh dunia sepakat untuk memangkas emisi mereka untuk membatasi kenaikan suhu global.
Akan tetapi, pertemuan-pertemuan berikutnya semakin dikecam luas, terutama dipicu oleh persepsi bahwa para pelaku utama pencemaran menggunakan pengaruh mereka untuk membatasi aksi iklim lebih lanjut.
Sementara itu, dana adaptasi yang dibentuk melalui COP untuk membantu negara-negara berkembang dituduh memiliki birokrasi yang lamban, yang gagal memahami urgensi krisis yang sedang terjadi.
Pada tahun lalu, kelompok-kelompok masyarakat sipil bersatu untuk mendesak pemboikotan KTT iklim yang diselenggarakan oleh Uni Emirat Arab, dengan mengklaim bahwa pertemuan tersebut akan “membersihkan” reputasi buruk negara minyak itu dalam isu iklim.
Sementara pada tahun 2009, karena tidak puas dengan usulan pemangkasan emisi, puluhan negara Afrika memimpin aksi walk-out saat penyelenggaraan COP tahun itu di Kopenhagen.
Untuk tahun ini, Ukraina menekan para sekutunya untuk tidak menghadiri KTT tahun ini jika Presiden Rusia Vladimir Putin hadir.
Akan tetapi, Papua Nugini menjadi salah satu negara pertama di dunia yang menyuarakan pemboikotan COP29 sepenuhnya secara lantang.
“Mengapa kami menghabiskan semua uang ini untuk pergi ke belahan dunia yang lain hanya untuk menghadiri festival membual ini,” kata Tkatchenko.
‘Tidak Menarik Perhatian’
Papua Nugini adalah satu dari lima negara Pasifik yang terlibat dalam kasus yang sangat penting di Mahkamah Internasional, yang akan segera menguji apakah pelaku pencemaran dapat dituntut karena mengabaikan kewajiban iklim mereka.
Negara-negara Pasifik yang berada di dataran rendah seperti Tuvalu dapat tenggelam hampir seluruhnya akibat naiknya permukaan laut dalam 30 tahun ke depan.
Tkatchenko mengatakan, keputusan untuk menarik diri dari KTT Iklim PBB mendapatkan pujian dari blok Pasifik. “Saya berbicara atas nama negara-negara pulau kecil yang keadaannya lebih buruk dari Papua Nugini. Mereka tidak mendapat perhatian dan pengakuan sama sekali.”
Tkatchenko melanjutkan, Papua Nugini justru akan mencoba mencapai kesepakatan iklimnya sendiri melalui kanal bilateral, salah satunya dengan Singapura, di mana negosiasi sedang berlangsung. “Bersama negara-negara yang sepaham, seperti Singapura, kami bisa berbuat 100 kali lipat daripada COP. Mereka memiliki jejak karbon yang besar, dan kami ingin memikirkan cara agar mereka dapat bekerja sama dengan Papua Nugini untuk memperbaikinya,” tandasnya.
Awal Oktober lalu, salah satu pertemuan penting menjelang COP29 berakhir dengan kekecewaan, di mana negara-negara membuat kemajuan kecil untuk membahas cara mendanai kesepakatan finansial baru bagi negara-negara yang lebih miskin.
COP, singkatan dari conference of parties (konferensi pihak-pihak), merupakan konferensi perubahan iklim utama PBB yang digelar setiap tahun, di mana negara-negara pihak berusaha menentukan komitmen iklim yang mengikat secara hukum. [rd/em]
See all News Updates of the Day
Negara Berkembang Kecam Kesepakatan Iklim COP29 Senilai $300 Miliar
Kepala iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Simon Stiell, mengakui alotnya negosiasi untuk dapat mencapai kesepakatan tersebut.
Negara-negara peserta konferensi tingkat tinggi (KTT) Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, pada Minggu (24/11), sepakat untuk mengalokasikan dana sebesar $300 miliar per tahun guna membantu negara miskin mengatasi dampak perubahan iklim. Namun, sejumlah negara penerima donor mengkritik kesepakatan tersebut karena angka tersebut dinilai tidak mencukupi kebutuhan.
Kesepakatan itu, yang dicapai selama konferensi yang berlangsung dua pekan, bertujuan untuk memberikan momentum bagi upaya internasional dalam mengekang pemanasan global di tahun yang diperkirakan akan menjadi yang terpanas yang pernah tercatat.
Beberapa delegasi dari negara-negara memberikan tepuk tangan meriah di aula pleno COP29, sementara yang lain mengecam negara-negara kaya yang dinilai tidak berbuat lebih banyak. Negara-negara penerima bantuan juga mengkritik tuan rumah Azerbaijan, yang dianggap tergesa-gesa meloloskan rencana kontroversial tersebut.
"Dengan sangat menyesal saya sampaikan bahwa dokumen ini tidak lebih dari sekadar ilusi optik," kata perwakilan delegasi India, Chandni Raina, pada sesi penutupan pertemuan puncak, beberapa menit setelah kesepakatan itu disahkan.
"Menurut kami, ini tidak akan menjawab besarnya tantangan yang kita semua hadapi. Oleh karena itu, kami menentang penerapan dokumen ini,” katanya.
Kepala iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Simon Stiell, mengakui alotnya negosiasi untuk dapat mencapai kesepakatan tersebut. Namun, ia memuji hasilnya dan menyebutnya sebagai polis asuransi bagi umat manusia terhadap pemanasan global.
"Ini merupakan perjalanan yang sulit, tetapi kami berhasil mencapai kesepakatan," kata Stiell. "Kesepakatan ini akan terus menumbuhkan ledakan energi bersih dan melindungi miliaran jiwa."
"Namun seperti polis asuransi lainnya, hal ini hanya akan berhasil jika premi dibayarkan penuh dan tepat waktu."
Berdasarkan perjanjian tersebut, negara-negara kaya akan menggelontorkan $300 miliar per tahun hingga 2035, meningkat dari komitmen sebelumnya sebesar $100 miliar per tahun untuk pendanaan iklim pada 2020. Sasaran $100 miliar ini tercapai dua tahun kemudian, pada 2022, dan akan berakhir pada 2025.
Kesepakatan tersebut juga menjadi dasar bagi pertemuan puncak iklim tahun depan, yang akan diadakan di hutan hujan Amazon, Brazil, di mana negara-negara akan memetakan aksi iklim untuk dekade mendatang.
Pertemuan puncak tersebut langsung menyentuh inti perdebatan mengenai tanggung jawab finansial negara-negara industri. Negara-negara ini, yang penggunaan bahan bakar fosilnya secara historis telah menyebabkan sebagian besar emisi gas rumah kaca, diharapkan memberikan kompensasi kepada negara lain atas kerusakan yang semakin parah akibat perubahan iklim.
Pertemuan tersebut juga mengungkap perpecahan antara negara-negara kaya, yang terbatas oleh anggaran domestik yang ketat, dan negara-negara berkembang yang berjibaku dalam membiayai bencana alam seperti badai, banjir, dan kekeringan.
Sejumlah negara mencari bantuan pendanaan untuk memenuhi tujuan Perjanjian Paris, yaitu membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, yang jika terlampaui dapat menimbulkan dampak iklim yang dahsyat.
Dunia saat ini berada di jalur yang tepat untuk pemanasan hingga 3,1 derajat Celsius pada akhir abad ini, menurut laporan Kesenjangan Emisi PBB 2024, seiring dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca global dan penggunaan bahan bakar fosil.
Kesepakatan tersebut gagal menetapkan langkah-langkah terperinci tentang bagaimana negara-negara akan memenuhi janji KTT iklim PBB tahun lalu. Janji tersebut mencakup peralihan dari bahan bakar fosil dan melipatgandakan kapasitas energi terbarukan dalam dekade ini. Beberapa negosiator mengungkapkan bahwa Arab Saudi berupaya menghalangi rencana tersebut selama perundingan.
"Jelas ada tantangan dalam mendapatkan ambisi yang lebih besar saat Anda bernegosiasi dengan Saudi," kata penasihat iklim Amerika Serikat John Podesta. [ah/ft]
- Associated Press
Badai Besar Bawa Hujan Deras dan Salju Lebat di California Utara
Badai besar yang melanda California Utara pada hari Kamis (21/11) memicu salju lebat dan hujan deras, mengakibatkan banjir di beberapa wilayah. Sedikitnya dua orang tewas dan ratusan ribu orang di wilayah Pacific Northwest kehilangan aliran listrik.
Peramal cuaca memperingatkan risiko banjir bandang dan tanah longsor akan terus berlanjut. Sejumlah penerbangan di bandara San Francisco dibatalkan.
Di Washington, hampir 223.000 orang — sebagian besar di daerah Seattle — masih tanpa aliran listrik saat petugas bekerja membersihkan jalan dari kabel listrik, dahan pohon yang tumbang, dan puing-puing. Pejabat sarana umum mengatakan pemadaman listrik, yang dimulai pada hari Selasa, dapat berlangsung hingga hari Sabtu.
Sementara itu di Pantai Timur, yang jarang mengalami kebakaran hutan, New York dan New Jersey menyambut hujan yang sangat dibutuhkan untuk dapat meredakan bahaya kebakaran di akhir tahun ini.
Layanan Cuaca Nasional memperpanjang peringatan banjir hingga Sabtu untuk wilayah utara San Francisco karena wilayah tersebut dibanjiri oleh sungai atmosfer terkuat musim ini — gumpalan panjang uap air yang terbentuk di atas lautan dan mengalir melalui langit di atas daratan.
Sistem ini menghantam daratan pada hari Selasa sebagai "siklon bom," yang terjadi saat siklon menguat dengan cepat. Badai itu melepaskan angin kencang yang menumbangkan pepohonan ke jalan, kendaraan, dan rumah, menewaskan sedikitnya dua orang di kota Lynnwood dan Bellevue di Washington.
Warga di Washington membuka pusat penghangat yang menyediakan internet gratis dan pengisian daya perangkat. Beberapa klinik medis tutup karena pemadaman listrik.
"Saya sudah di sini sejak pertengahan tahun 80-an. Saya belum pernah melihat yang seperti ini," kata Trish Bloor, yang bertugas di Komisi Sumber Daya Manusia kota Issaquah, saat ia meninjau rumah-rumah yang rusak.
Hujan setinggi 41 sentimeter diperkirakan turun di Oregon barat daya dan daerah utara California hingga hari Jumat.
Santa Rosa mengalami hujan setinggi 16,5 sentimeter dalam 24 jam terakhir, menandai hari terbasah yang pernah tercatat sejak tahun 1998, menurut Joe Wegman, seorang ahli meteorologi di National Weather Service.
Bandara Sonoma County, di wilayah penghasil anggur di utara San Francisco, mengalami hujan lebih dari 28 sentimeter dalam 48 jam terakhir. Bandara Kota Ukiah mencatat hujan sekitar 7,6 sentimeter pada hari Rabu, dan kota Venado mengalami hujan sekitar 32,3 sentimeter dalam 48 jam.
Di dekat Forestville, satu orang terluka ketika sebuah pohon menimpa sebuah rumah. Longsor kecil dilaporkan terjadi di North Bay, termasuk di State Route 281 pada hari Rabu yang menyebabkan kecelakaan mobil, menurut Marc Chenard, seorang ahli meteorologi dari badan cuaca.
Daniela Alvarado mengatakan permintaan jasa terkait pohon yang dijalankan oleh dia dan ayahnya di Sonoma County meningkat hampir tiga kali lipat dalam beberapa hari terakhir, orang-orang meminta jasa memangkas atau menebang pohon.
"Kami merasa sedih, takut, tetapi juga siap membantu," kata Alvarado.
Hujan agak melambat, tetapi "hujan deras yang terus-menerus akan kembali turun pada Jumat pagi," kata kantor badan cuaca San Francisco di platform sosial X. "Belum selesai!"
Banjir bandang yang berbahaya, tanah longsor, dan aliran puing-puing mungkin terjadi, terutama di tempat-tempat yang lereng bukitnya menjadi 'gundul' akibat kebakaran hutan baru-baru ini, para pejabat memperingatkan. Scott Rowe, ahli hidrologi dari badan cuaca di Sacramento, mengatakan bahwa sejauh ini tanah telah mampu menyerap hujan di daerah Butte dan Tehama, tempat Kebakaran Park terjadi musim panas ini.
"Yang penting bukan seberapa banyak hujan yang turun; tetapi seberapa cepat hujan turun," kata Rowe.
Kepala Pemadam Kebakaran Divisi Santa Rosa Paul Lowenthal mengatakan 100 kendaraan terjebak selama berjam-jam di tempat parkir sebuah hotel dan pusat medis setelah terendam air setinggi paha dari sungai yang meluap.
Peringatan badai musim dingin diberlakukan di Sierra Nevada utara di atas ketinggian 1.070 meter, dengan kemungkinan salju setebal 38 sentimeter selama dua hari. Hembusan angin dapat mencapai 121 kilometer/jam di daerah pegunungan, kata para peramal cuaca.
Di Sugar Bowl Resort, utara Danau Tahoe dekat Donner Summit, salju turun hingga mencapai 30 sentimeter semalam, kata manajer pemasaran Maggie Eshbaugh pada hari Kamis. Ia mengatakan resor tersebut akan menyambut para pemain ski dan papan seluncur pada hari Jumat (22/11), tanggal pembukaan paling awal dalam 20 tahun, "dan kemudian salju setebal 30 cm atau lebih akan turun pada hari Sabtu, luar biasa."
Resor populer lainnya, Palisades Tahoe, mengatakan juga akan dibuka pada hari Jumat, lima hari lebih cepat dari jadwal.
Badai tersebut telah mencurahkan salju setebal lebih dari 30 sentimeter di sepanjang Cascades di Oregon pada Rabu malam, menurut layanan cuaca.
Belasan sekolah di daerah Seattle ditutup pada hari Rabu, dan beberapa memilih untuk memperpanjang penutupan hingga hari Kamis.
Covington Medical Center di tenggara Seattle menunda operasi elektif dan mengalihkan ambulans setelah listrik padam dan harus bergantung pada generator pada Selasa malam hingga Rabu, menurut Scott Thompson, juru bicara MultiCare Health System. Di dekatnya, klinik MultiCare tutup pada Rabu dan Kamis setelah listrik padam.
Di Enumclaw, juga di tenggara Seattle, warga membersihkan kota mereka setelah dilanda angin kencang dengan kecepatan 119 km/jam pada Selasa malam.
Ben Gibbard, penyanyi utama band indie rock "Death Cab for Cutie dan Postal Service", berkendara dari tempat tinggalnya di Seattle pada Kamis pagi menuju hutan Tiger Mountain untuk lari, yang selalu ia lakukan setiap hari. Namun pepohonan menghalangi jalan setapak.
"Kami (yang berada) di kota, tidak terlalu terdampak (badai tersebut)," katanya. "Saya tidak mengira seperti ini. Tentu saja kita ikut merasakan apa yang dirasakan orang-orang yang sebagian rumahnya hancur karena ini."
Gubernur Washington Jay Inslee berterima kasih kepada para petugas yang bekerja keras sepanjang waktu. Mungkin perlu waktu berminggu-minggu untuk mengetahui besarnya kerusakan dan memperkirakan biayanya, katanya dalam sebuah pernyataan, dan setelah itu "kita akan tahu apakah kita akan dapat meminta bantuan pemerintah (federal)."
Di California, ada laporan bahwa rumah-rumah tanpa listrik mencapai hampir 13.000.
Menurut Departemen Transportasi California, pihak berwenang membatasi lalu lintas kendaraan di sebagian Interstate 5 arah utara antara Redding dan Yreka karena salju. Para pejabat juga menutup jalan sepanjang 3,2 kilometer di Avenue of the Giants yang indah, yang dinamai berdasarkan pohon redwood yang menjulang tinggi, karena banjir.
Sekitar 550 penerbangan ditunda dan puluhan penerbangan dibatalkan pada hari Kamis di Bandara Internasional San Francisco, menurut layanan pelacakan FlightAware.
Daerah-daerah yang gersang di Timur Laut mendapat curah hujan yang sangat dibutuhkan di wilayah yang dilanda kebakaran hutan dan persediaan air yang menipis itu. Hujan lebih dari 5 sentimeter diperkirakan turun pada Sabtu pagi di utara Kota New York, dengan campuran salju di daerah yang lebih tinggi.
Ahli meteorologi dari layanan cuaca Brian Ciemnecki di Kota New York, yang minggu ini mengalami peringatan kekeringan pertamanya dalam 22 tahun, mengatakan "setiap curah hujan akan signifikan" tetapi badai tidak akan cukup untuk mengakhiri kekeringan. [es/dw]
- Associated Press
Gunung Berapi di Semenanjung Reykjanes Islandia Meletus Ketujuh Kalinya dalam Setahun
Gunung berapi di Semenanjung Reykjanes, Islandia barat daya, meletus untuk ketujuh kalinya sejak Desember. Meskipun letusan itu tidak menimbulkan ancaman bagi perjalanan udara, pihak berwenang memperingatkan akan emisi gas di beberapa bagian semenanjung, termasuk kota terdekat Grindavík.
Gunung berapi di Semenanjung Reykjanes, Islandia barat daya, meletus untuk ketujuh kalinya sejak Desember. Tanpa banyak peringatan, letusan dimulai pada Rabu malam pukul 11:14 dan menimbulkan retakan sepanjang sekitar tiga kilometer. Aktivitas itu diperkirakan jauh lebih kecil daripada letusan sebelumnya pada Agustus, kata kantor meteorologi Islandia yang memantau aktivitas seismik.
"Dalam gambaran besar, ini sedikit lebih kecil daripada letusan terakhir, dan letusan yang terjadi pada Mei," ujar profesor geofisika Magnús Tumi Guðmundsson kepada media penyiaran nasional RUV. Ia terbang di atas lokasi kejadian bersama badan Perlindungan Sipil untuk memantau kejadian tersebut.
Meskipun letusan itu tidak menimbulkan ancaman bagi perjalanan udara, pihak berwenang memperingatkan akan emisi gas di beberapa bagian semenanjung, termasuk kota terdekat Grindavík.
Sekitar 50 rumah, bersama tamu di resor Blue Lagoon yang terkenal, dievakuasi setelah badan Perlindungan Sipil mengeluarkan peringatan, menurut RUV.
Letusan gunung berapi berulang di dekat Grindavík, yang terletak sekitar 50 kilometer barat daya ibu kota, Reykjavik, dan berpenduduk 3.800 orang, telah merusak infrastruktur dan properti dan memaksa banyak penduduk pindah untuk menjamin keselamatan mereka.
"Grindavík tidak dalam bahaya seperti yang terlihat dan tidak mungkin retakan ini akan memanjang, meskipun tidak ada yang dapat dikesampingkan," kata Magnús Tumi.
Islandia, yang berada di kawasan vulkanik di Atlantik Utara, rata-rata mengalami satu letusan setiap empat hingga lima tahun. Yang paling mengganggu dalam beberapa waktu terakhir adalah letusan gunung berapi Eyjafjallajokull pada 2010, yang memuntahkan awan abu ke atmosfer dan mengganggu perjalanan udara lintas Atlantik selama berbulan-bulan. [ka/ab]
- Associated Press
Badai Dahsyat Ancam California Utara dan Pasifik Barat Laut
Wilayah yang diproyeksikan mengalami curah hujan yang sangat deras akan membentang dari selatan Portland, Oregon, hingga utara wilayah San Francisco.
California Utara dan Pasifik Barat Laut bersiap menghadapi badai dahsyat yang diperkirakan akan datang bersamaan dengan hujan lebat dan angin kencang. Badai ini diproyeksikan akan memicu banjir bandang dan pemadaman listrik.
Pusat Ramalan Cuaca memperingatkan risiko curah hujan berlebihan yang dimulai Selasa (19/11) dan berlangsung hingga Jumat (22/11) kelembapan panjang yang membentang jauh di atas Samudera Pasifik.
Pakar meteorologi di Pusat Ramalan Cuaca Nasional, Richard Bann, mengatakan sistem badai yang meningkat dengan sangat cepat ini dikategorikan sebagai “siklon bom.”
Wilayah yang diproyeksikan mengalami curah hujan yang sangat deras akan membentang dari selatan Portland, Oregon, hingga utara wilayah San Francisco, jelas Bann.
“Waspadai juga risiko banjir bandang di dataran rendah dan badai musim dingin di dataran tinggi. Ini akan menjadi peristiwa yang berdampak,” tambahnya.
Di California utara, pengawasan banjir dan angin kencang mulai berlaku pada hari Selasa, di mana curah hujan diperkirakan mencapai 8 inci (20 sentimeter) di sebagian Wilayah Teluk San Francisco, Pantai Utara, dan Lembah Sacramento.
Peringatan pengawasan badai musim dingin juga telah dikeluarkan untuk Sierra Nevada utara di mana salju setinggi 28 sentimeter mungkin akan terjadi selama dua hari. Hembusan angin di daerah pegunungan bisa mencapai kecepatan 120 kilometer per jam. [em/jm]
G20 Didesak Ambil Tindakan untuk Tekan Pemanasan Global
Presiden Brazil membuka hari kedua pertemuan 20 negara ekonomi terbesar dunia pada Selasa (19/11), dengan mendesakkan tindakan lebih untuk memperlambat pemanasan global. Dia mengatakan, negara-negara maju harus mempercepat inisiatif mereka untuk mengurangi emisi yang merusak.
Brazil menjadi tuan rumah pertemuan G20 tahun ini, yang puncaknya diselenggarakan pada 19-20 November.
Seruan dari Presiden Luiz Inacio Lula da Silva itu disampaikan sehari setelah perwakilan dari negara-negara G20 mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesakkan sebuah pakta untuk memberantas kelaparan, lebih banyak bantuanke Gaza, dan mengakhiri perang di Ukraina serta sejumlah tujuan lain, di tengah ketidakpastian global yang membayangi berkuasanya kembali presiden terpilih AS, Donald Trump.
Presiden Brazil, yang menjadi tuan rumah pertemuan dua hari itu, membuka sesi pada Selasa dengan fokus pada tantangan-tantangan lingkungan. Dia mengatakan bahwa negara-negara maju harus mempertimbangkan memajukan target emisi mereka, yang sebelumnya pada 2050 menjadi 2040 atau 2045.
“Negara-negara G20 bertanggung jawab atas 80 persen dampak emisi gas rumah kaca. Meskipun kita tidak melangkah dalam kecepatan yang sama, kita semua bisa mengambil satu langkah ke depan bersama,” kata Lula.
Sebagai tambahan dari sumbangan sebesar $325 juta untuk dana teknologi bersih Bank Dunia, Presiden AS Joe Biden telah mengumumkan serangkaian inisiatif yang berkaitan dengan iklim dan
pembangunan. Namun banyak dari inisiatif itu yang membutuhkan dukungan dari Trump, yang menentang proyek-proyek semacam itu dan menyebut krisis iklim sebagai sebuah “berita bohong”.
Biden juga mendesak masing-masing negara anggota G20 berkomitmen sebesar $2 miliar untuk membiayai Dana Pandemi yang didirikan pada 2022. Biden telah berjanji bahwa AS akan menyediakan dana hingga $667 juta hingga 2026, tetapi itu akan membutuhkan persetujuan Kongres.
Sementara dari Baku, Azeebaijan, para pegiat lingkungan menanggapi pernyataan kelompok 20 negara ekonomi utama, saat negosiasi COP29 memasuki tahap akhir.
Ani Dasgupta, Presiden dan CEO, World Resources Institute mengatakan,
“KTT Pemimpin G20 telah menegaskan kembali bahwa aksi iklim yang adil dan setara harus tetap menjadi pusat agenda global. Para negosiator di Baku harus membangun itu berdasar KTT Pemimpin G20, dan bersatu di belakang tujuan pendanaan iklim baru yang kuat.”
Dasgupta juga mengatakan, terpilihnya kembali Donald Trump baru-baru ini di Amerika Serikat diperkirakan akan membayangi KTT G20. Namun dia mendesak, para pemimpin G20 tetap teguh pada dedikasi mereka, untuk bekerja sama dalam beberapa isu paling mendesak di dunia, termasuk reformasi keuangan, kemiskinan, kelaparan, dan energi bersih.
“Meskipun mengirimkan sinyal positif tentang transisi energi dan kebutuhan untuk meningkatkan energi terbarukan dan meningkatkan efisiensi energi, sangat disayangkan bahwa G20 gagal menegaskan kembali komitmen untuk beralih dari bahan bakar fosil, yang disetujui semua negara di COP28 di Dubai,” ujar dia.
Dasgupta menambahkan, pada intinya, pendanaan adalah persoalan keadilan. Para pemimpin mengakui, bahwa ketidaksetaraan di dalam dan di antara negara-negara, merupakan akar dari sebagian besar tantangan global dan harus ditangani.
Dia menambahkan, para negara-negara G20 menyadari perlunya meningkatkan pendanaan iklim dengan cepat dan mencapai tujuan baru di Baku, dan mereka menekankan bahwa kolaborasi internasional adalah kunci untuk melakukannya.
“Para pemimpin menyerukan agar bank pembangunan multilateral menjadi lebih besar, lebih baik, dan lebih efektif. Langkah maju penting lainnya adalah dukungan untuk pajak kekayaan, yang dapat meningkatkan sumber daya secara signifikan untuk membantu negara-negara berkembang mengekang emisi dan mengurangi dampak perubahan iklim,” paparnya lagi.
WRI menyambut gembira, G20 mendukung platform negara, yang bertujuan mengatasi penyaluran pembiayaan iklim yang terfragmentasi dan mengalokasikan sumber daya dengan lebih baik untuk proyek-proyek berdampak tinggi.
Komitmen baru G20 untuk meningkatkan produktivitas pertanian secara berkelanjutan dan adil serta mengurangi keterbuangan dan pemborosan pangan menunjukkan bahwa negara-negara memprioritaskan isu-isu ini sebagai bagian integral dari aksi iklim, mengingat keterkaitan sistem pangan yang luas dengan iklim. [ns/ab]
Forum