Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Jumat lalu (20/12) menyatakan sudah tiba saatnya memusnahkan kelompok “teroris” yang mengancam kelangsungan Suriah, yakni kelompok jihad Negara Islam (IS) dan pejuang Kurdi.
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock pada Senin menegaskan bahwa perang oleh Turki terhadap kelompok Kurdi “tidak boleh terjadi”, dengan alasan hal itu pada akhirnya bisa memperkuat “teroris IS.”
“Itu akan menjadi ancaman keamanan bagi Suriah, tetapi juga bagi Turki dan bagi kita di Eropa,” kata Baerbock kepada stasiun penyiaran publik Deutschlandfunk.
Turki sendiri masih mempertahankan hubungan kuat dengan para pemimpin baru Suriah dan terus melakukan operasi militer di area-area yang dikuasai Kurdi di timur laut Suriah.
Turki memandang Pasukan Pertahanan Suriah (SDF) sebagai kelompok teror karena didominasi oleh YPG, kelompok Kurdi yang dituding memiliki kaitan dengan militan PKK—yang telah berperang melawan pemerintah Turki selama beberapa dekade.
Namun pasukan SDF yang didukung Amerika Serikat memimpin perlawanan terhadap IS di Suriah pada 2019. Bagi Amerika Serikat, SDF dianggap “kunci” untuk mencegah kebangkitan kembali kelompok jihad di kawasan tersebut.
Baerbock juga menekankan bahwa “justru kaum Kurdi-lah yang paling berperan menekan IS,” seraya mengingatkan “pembantaian mengerikan yang dilakukan oleh teroris IS.”
Kota Kobane di Suriah telah menjadi “simbol perjuangan berani kaum Kurdi melawan IS,” tutur Baerbock.
Ia mengingatkan sekutu NATO, Turki, bahwa situasi saat ini di Suriah jangan sampai “dimanfaatkan untuk kembali mengusir kaum Kurdi, memicu kekerasan baru.”
“Kita semua bertanggung jawab memastikan tidak ada kekerasan baru atau kekuatan radikal baru,” tegasnya, “sehingga masyarakat akhirnya bisa hidup aman setelah bertahun-tahun berada di bawah teror ini.” Ia menambahkan bahwa “persatuan Suriah harus dijaga.” [th/ab]
Forum