Pejabat Afrika Utara mengatakan sejumlah besar warga asing yang direkrut untuk bergabung dengan ISIS di Suriah dan Irak sudah kembali ke negara mereka masing-masing dan tetap setia kepada organisasi ekstremis tersebut.
Mereka khawatir orang-orang ini merencanakan serangan teroris dalam beberapa bulan mendatang, menambah ancaman jihad termasuk dari afiliasi al-Qaida.
Pejabat Uni Afrika menaksir bahwa sekitar 6.000 warga Afrika yang direkrut ISIS telah kembali atau dalam perjalanan kembali ke negara mereka.
Analis mengatakan tidak semua melanjutkan kegiatan militan mereka atau terlibat dalam pemberontakan - sejumlah besar mungkin kecewa atau lelah karena konflik. Meskipun demikian, banyak yang akan kembali terlibat sehingga meningkatkan tantangan keamanan. Bulan lalu di Mesir terjadi serangan bom dan senjata massal di sebuah masjid di Sinai Utara yang menyebabkan lebih dari 300 orang tewas.
Analis mengatakan pemerintah negara-negara Afrika Utara mencapai beberapa keberhasilan dalam mencegah ancaman ekstremis. Tapi tanpa koordinasi yang lebih baik bisa berisiko mengalihkan ancaman dan memungkinkan militan, yang menganggap lingkup pemberontakan lebih bersifat kawasan dan bukan pada negara tertentu, memanfaatkan perbatasan yang lemah untuk keuntungan mereka.
Negara-negara yang wilayahnya dimanfaatkan oleh pelaku jihad harus lebih mampu mengendalikan wilayah yang luas dan mengamankan perbatasannya. Demikian analisa oleh Yayasan Pertahanan Demokrasi kelompok advokasi yang berbasis di Washington bulan ini.
Tapi melakukan koordinasi antar pemerintah yang saling mencurigai dan kerap berselisih menjadi masalah lain.
Mesir menyaksikan peningkatan aktivitas militan di gurun barat, dengan senjata dan milisi yang mudah menyeberang ke negara tetangganya Libya yang dilanda perang saudara.
Gurun barat telah menjadi medan baru bagi pasukan keamanan Mesir, yang dihadapkan pada tekanan berat dari afiliasi ISIS di Sinai, kata Beverley Milton-Edwards, analis dari lembaga kajian Brookings Doha Center. [jm/my]