Isu Iklim
- Associated Press
Akibat Krisis Iklim, Beruang Kutub Utara Mengurus dan Sulit Berkembang Biak
Kadar lemak pada tubuh beruang kutub terdeteksi makin menurun karena es laut mencair lebih cepat, mengurangi pasokan makanan tinggi lemak bagi hewan tersebut.
Mencari beruang kutub di tempat Sungai Churchill bermuara di Teluk Hudson yang luas di Kanada, ahli biologi Geoff York memperhatikan wilayah di mana satwa-satwanya mengalami penurunan kadar lemak dan ketebalan lapisan es berkurang akibat perubahan iklim.
Dan saat ini, jumlah beruang kutub terdeteksi makin berkurang.
Sekarang ada sekitar 600 beruang kutub di Teluk Hudson Barat, salah satu dari 20 lokasi populasi hewan berbulu putih yang paling terancam tersebut.
Menurut York, direktur senior penelitian dan kebijakan di Polar Bears International, jumlah itu sekitar setengah dari jumlah 40 tahun lalu.
Studi terbarunya dengan tim ilmuwan dari berbagai bidang, menunjukkan bahwa jika dunia tidak mengurangi lebih banyak emisi gas yang memerangkap panas, "kita bisa kehilangan populasi ini seluruhnya pada akhir abad ini," katanya.
Bukan hanya sekadar beruang kutub yang terancam di gerbang kutub utara yang mulai berubah ini. Awal tahun ini, air yang lebih hangat mencairkan es laut dan lautan terbuka bertahan lebih lama. Bagi yang tumbuh, hidup, dan terutama makan di wilayah ini, perubahan itu terasa seperti fondasi rumah yang bergeser.
"Seluruh ekosistem laut terikat pada musim lapisan es laut itu," kata ilmuwan es laut Universitas Manitoba Julienne Stroeve.
Para ilmuwan mengatakan ketika lapisan es di atas permukaan laut mencair lebih awal, hal itu akan menghangatkan suhu air secara keseluruhan dan mengubah pertumbuhan alga, yang mengubah plankton yang memakan alga, yang mengubah ikan, hingga ke rantai makanan setingkat paus beluga, anjing laut, dan beruang kutub.
"Yang kita lihat adalah transformasi ekosistem kutub utara menjadi lebih seperti lautan terbuka di selatan," kata York pada Agustus dari tepi perahu Zodiac sepanjang 12 kaki.
"Kita melihat transformasi dari plankton berlemak tinggi yang mengarah ke hal-hal seperti paus beluga dan beruang kutub menjadi plankton berlemak rendah yang berakhir dengan bagian terakhir dari rantai makanan adalah ubur-ubur."
Di sini, lemak itu baik.
“Untuk hidup di Kutub Utara, anda harus gemuk, atau hidup dengan memiliki cadangan lemak, atau keduanya.” kata Kristin Laidre, ilmuwan mamalia laut dari University of Washington yang mengkhususkan diri pada spesies Kutub Utara.
Beruang kutub — simbol perubahan iklim dan wilayah yang memanas empat kali lebih cepat daripada bagian dunia lainnya — adalah raja lemak. Ketika induk beruang kutub menyusui anaknya, seperti yang disaksikan tim Associated Press di bebatuan di luar Churchill, Manitoba, ibu kota beruang kutub di dunia — air susu yang keluar mengandung 30 persen lemak, kata York.
"Jika anda membayangkan krim kocok kental yang paling berat, rasanya seperti meminumnya," kata York. "Itulah sebabnya anak beruang yang lahir seukuran kepalan tangan saya pada bulan Januari dapat tumbuh hingga mencapai berat 20 hingga 25 pon pada Maret."
York mengatakan jumlah anak beruang yang lahir atau bertahan hidup pada tahun pertama semakin sedikit karena induknya tidak cukup gemuk ataupun kuat untuk hamil.
Beruang kutub mencari makan dengan lahap di musim semi yang tertutup es. Mereka menggunakan bongkahan es laut sebagai pangkalan untuk memburu mangsa favorit mereka, anjing laut berlemak tinggi, terutama anjing laut muda.
Di Teluk Hudson, tidak seperti daerah lain tempat tinggal beruang kutub, es laut secara alami menghilang di musim panas. Jadi beruang kutub kehilangan pasokan makanan mereka. Hal ini selalu terjadi, tetapi sekarang terjadi lebih awal pada setiap tahun dan daerah bebas es bertahan lebih lama, kata York dan Stroeve.
Jadi, sebagian besar beruang kutub kelaparan. Penelitian terkini menunjukkan bahwa mereka berburu di darat dan memangsa rusa kutub atau karibu, burung, bahkan sampah manusia. Hal ini tentunya membutuhkan begitu banyak energi sehingga beruang yang berburu makanan di darat tidak mendapat asupan kalori lebih banyak dibanding beruang yang hanya duduk dan kelaparan.
"Di Teluk Hudson, kami tahu dari penelitian jangka panjang bahwa beruang saat ini menghabiskan waktu hingga satu bulan lebih lama di pantai daripada induk atau kakek nenek mereka. Itu berarti 30 hari lebih lama tanpa akses ke makanan, dan itu rata-rata," kata York.
Beberapa tahun beruang mendekati ambang batas kelaparan selama 180 hari. Beruang kutub dapat berpuasa kurang dari itu dan tetap sehat, terutama karena mereka sangat pandai mengumpulkan dan menyimpan lemak untuk periode sulit ini, kata York. Selama periode sulit itu, para peneliti yang memantau beruang menemukan bahwa 19 dari 20 beruang kehilangan 47 pon atau sekitar 21,3 kilogram hanya dalam tiga minggu. Angka ini berkisar 7 persen dari berat badan mereka.
Es laut di Kutub Utara telah menyusut sekitar 13 persen per dekade, turun dalam bentuk anak tangga dan dataran tinggi sejak 1979, menurut Pusat Data Salju dan Es Nasional. Sementara es laut Kutub Utara mencapai luasan terendah keempat yang pernah tercatat pada akhir Agustus, di Teluk Hudson Barat angin yang tidak biasa menyebabkan es bertahan lebih lama dari biasanya, tetapi ini merupakan jeda sementara dan sangat terbatas.
Sebuah studi yang juga ditinjau oleh beberapa peneliti lainnya pada tahun ini dari Stroeve dan York mengamati tingkat es laut, ambang batas kelaparan 180 hari, dan simulasi iklim berdasarkan berbagai tingkat polusi karbon. Para peneliti menemukan bahwa begitu Bumi menghangat 1,3 atau 1,4 derajat Celsius (2,3 hingga 2,5 derajat Fahrenheit) dari sekarang, beruang kutub kemungkinan akan melewati titik yang tidak dapat kembali itu. Beruang akan menjadi sangat lapar dan populasi ini kemungkinan akan punah.
Beberapa penelitian, termasuk yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang mengkaji upaya saat ini untuk mengekang emisi karbon dioksida memproyeksikan pemanasan sekitar 1,5 derajat hingga 1,7 derajat Celsius (2,7 hingga 3,1 derajat Fahrenheit) mulai sekarang pada akhir abad ini.
“Populasi beruang kutub itu pasti tidak akan mampu melaluinya,” kata Stroeve.
Ada sekitar 4.500 beruang kutub di tiga populasi Teluk Hudson dan sekitar 55.000 paus beluga. Secara keseluruhan, itu berarti lebih dari 141 juta pon (64 ribu ton) mamalia besar yang gemuk. Itu tampak besar, tetapi binatang putih itu kalah dalam pertarungan melawan beban yang lebih besar lagi: jumlah karbon dioksida yang memerangkap panas yang dimuntahkan dunia ke udara. Itu berarti 154 juta pon atau sekitar 70 ribu ton karbon dioksida setiap menitnya.
Bukan hanya beruang kutub.
Laidre dari Universitas Washington mengatakan beberapa ilmuwan berpendapat bahwa zooplankton air terkecil yang disebut kopepoda adalah hewan terpenting di Kutub Utara. Mereka punya kadar lemak tinggi dan merupakan makanan pokok bagi paus kepala busur.
Namun kopepoda hidup pada plankton tanaman yang lebih kecil yang mengalami perubahan. Waktu ketika kopepoda dapat berkembang biak berubah dan spesies baru masuk, "dan mereka tidak lagi kaya akan lipid," kata Laidre.
"Bukan berarti tidak ada kehidupan di luar sana," kata York sambil memandang Teluk. "Makhluk-makhluk yang hidup di Utara berubah dan tampak lebih mirip dengan Selatan."
Apa yang terjadi di Teluk Hudson merupakan sebuah pratinjau dari apa yang akan terjadi di wilayah utara, kata Stroeve.
Seorang ilmuwan es, Stroeve mengatakan ada sesuatu tentang beruang kutub yang begitu istimewa.
"Melihat mereka, melihat hewan hidup di lingkungan yang keras membuat saya sangat senang," kata Stroeve. "Dan entah bagaimana mereka bisa bertahan hidup. Dan apakah kita akan membuat mereka tidak bisa lagi bertahan hidup? Itu membuat saya sedih.'' [rz/ft]
See all News Updates of the Day
G20 Didesak Ambil Tindakan untuk Tekan Pemanasan Global
Presiden Brazil membuka hari kedua pertemuan 20 negara ekonomi terbesar dunia pada Selasa (19/11), dengan mendesakkan tindakan lebih untuk memperlambat pemanasan global. Dia mengatakan, negara-negara maju harus mempercepat inisiatif mereka untuk mengurangi emisi yang merusak.
Brazil menjadi tuan rumah pertemuan G20 tahun ini, yang puncaknya diselenggarakan pada 19-20 November.
Seruan dari Presiden Luiz Inacio Lula da Silva itu disampaikan sehari setelah perwakilan dari negara-negara G20 mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesakkan sebuah pakta untuk memberantas kelaparan, lebih banyak bantuanke Gaza, dan mengakhiri perang di Ukraina serta sejumlah tujuan lain, di tengah ketidakpastian global yang membayangi berkuasanya kembali presiden terpilih AS, Donald Trump.
Presiden Brazil, yang menjadi tuan rumah pertemuan dua hari itu, membuka sesi pada Selasa dengan fokus pada tantangan-tantangan lingkungan. Dia mengatakan bahwa negara-negara maju harus mempertimbangkan memajukan target emisi mereka, yang sebelumnya pada 2050 menjadi 2040 atau 2045.
“Negara-negara G20 bertanggung jawab atas 80 persen dampak emisi gas rumah kaca. Meskipun kita tidak melangkah dalam kecepatan yang sama, kita semua bisa mengambil satu langkah ke depan bersama,” kata Lula.
Sebagai tambahan dari sumbangan sebesar $325 juta untuk dana teknologi bersih Bank Dunia, Presiden AS Joe Biden telah mengumumkan serangkaian inisiatif yang berkaitan dengan iklim dan
pembangunan. Namun banyak dari inisiatif itu yang membutuhkan dukungan dari Trump, yang menentang proyek-proyek semacam itu dan menyebut krisis iklim sebagai sebuah “berita bohong”.
Biden juga mendesak masing-masing negara anggota G20 berkomitmen sebesar $2 miliar untuk membiayai Dana Pandemi yang didirikan pada 2022. Biden telah berjanji bahwa AS akan menyediakan dana hingga $667 juta hingga 2026, tetapi itu akan membutuhkan persetujuan Kongres.
Sementara dari Baku, Azeebaijan, para pegiat lingkungan menanggapi pernyataan kelompok 20 negara ekonomi utama, saat negosiasi COP29 memasuki tahap akhir.
Ani Dasgupta, Presiden dan CEO, World Resources Institute mengatakan,
“KTT Pemimpin G20 telah menegaskan kembali bahwa aksi iklim yang adil dan setara harus tetap menjadi pusat agenda global. Para negosiator di Baku harus membangun itu berdasar KTT Pemimpin G20, dan bersatu di belakang tujuan pendanaan iklim baru yang kuat.”
Dasgupta juga mengatakan, terpilihnya kembali Donald Trump baru-baru ini di Amerika Serikat diperkirakan akan membayangi KTT G20. Namun dia mendesak, para pemimpin G20 tetap teguh pada dedikasi mereka, untuk bekerja sama dalam beberapa isu paling mendesak di dunia, termasuk reformasi keuangan, kemiskinan, kelaparan, dan energi bersih.
“Meskipun mengirimkan sinyal positif tentang transisi energi dan kebutuhan untuk meningkatkan energi terbarukan dan meningkatkan efisiensi energi, sangat disayangkan bahwa G20 gagal menegaskan kembali komitmen untuk beralih dari bahan bakar fosil, yang disetujui semua negara di COP28 di Dubai,” ujar dia.
Dasgupta menambahkan, pada intinya, pendanaan adalah persoalan keadilan. Para pemimpin mengakui, bahwa ketidaksetaraan di dalam dan di antara negara-negara, merupakan akar dari sebagian besar tantangan global dan harus ditangani.
Dia menambahkan, para negara-negara G20 menyadari perlunya meningkatkan pendanaan iklim dengan cepat dan mencapai tujuan baru di Baku, dan mereka menekankan bahwa kolaborasi internasional adalah kunci untuk melakukannya.
“Para pemimpin menyerukan agar bank pembangunan multilateral menjadi lebih besar, lebih baik, dan lebih efektif. Langkah maju penting lainnya adalah dukungan untuk pajak kekayaan, yang dapat meningkatkan sumber daya secara signifikan untuk membantu negara-negara berkembang mengekang emisi dan mengurangi dampak perubahan iklim,” paparnya lagi.
WRI menyambut gembira, G20 mendukung platform negara, yang bertujuan mengatasi penyaluran pembiayaan iklim yang terfragmentasi dan mengalokasikan sumber daya dengan lebih baik untuk proyek-proyek berdampak tinggi.
Komitmen baru G20 untuk meningkatkan produktivitas pertanian secara berkelanjutan dan adil serta mengurangi keterbuangan dan pemborosan pangan menunjukkan bahwa negara-negara memprioritaskan isu-isu ini sebagai bagian integral dari aksi iklim, mengingat keterkaitan sistem pangan yang luas dengan iklim. [ns/ab]
Minim Kemajuan, Rasa Frustrasi Muncul dalam KTT Iklim COP29
Seiring KTT iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, memasuki hari-hari terakhir, terdapat peningkatan rasa frustrasi karena minimnya kemajuan dalam mencapai kesepakatan pendanaan iklim, yang dianggap penting untuk mengurangi emisi dan membatasi pemanasan global.
Mukhtar Babayev, presiden COP29 Azerbaijan, mendesak para delegasi untuk lebih memperhatikan kegentingannya.
"Orang-orang mengatakan kepada saya bahwa mereka khawatir tentang status negosiasi," kata Babayev kepada para delegasi hari Senin (18/11). "Sudah saatnya mereka bergerak lebih cepat. Minggu ini kita akan menyambut para menteri dari seluruh dunia saat negosiasi mencapai tahap akhir.”
"Para politisi memiliki kekuatan untuk mencapai kesepakatan yang adil dan ambisius. Mereka harus memenuhi tanggung jawab ini. Mereka harus terlibat segera dan secara konstruktif," tambahnya.
Pendanaan Iklim
Uang menjadi pusat negosiasi COP29—atau dalam istilah COP, pendanaan iklim. Siapa yang akan membayar negara-negara miskin untuk beradaptasi dengan perubahan iklim dan beralih dari bahan bakar fosil—dan berapa biayanya?
Diharapkan pertemuan COP29 akan menetapkan target pendanaan baru yang ambisius. Sebagian besar perkiraan menempatkan biaya pendanaan iklim lebih dari $1 triliun setiap tahun. Dilaporkan bahwa banyak negara kaya enggan menyetujui jumlah tersebut.
Target yang ada saat ini sebesar $100 miliar per tahun, yang disepakati pada 2009, baru tercapai pada 2022.
Gagal Tepati Janji
Perwakilan Bolivia di COP29, Diego Balanza—yang memimpin blok negosiasi negara berkembang—menuduh negara-negara kaya gagal menepati janjinya selama satu dekade.
"Negara kami menderita dampak perubahan iklim yang sebagian besar disebabkan oleh emisi historis negara maju. Bagi kami sebagai negara berkembang, kehidupan rakyat kami, kelangsungan hidup mereka, dan mata pencaharian mereka, dipertaruhkan," kata Balanza kepada delegasi di Baku.
Ia menambahkan bahwa sebagian besar pendanaan iklim sejauh ini diberikan melalui pinjaman, bukan hibah, yang "memiliki implikasi buruk bagi stabilitas makroekonomi negara berkembang."
Lambatnya Proses
Banyak pengamat mengkritik lambatnya negosiasi di Baku. Mohamed Adow, direktur grup kampanye Power Shift Africa, menuduh tuan rumah Azerbaijan tidak bisa memimpin.
"Ini adalah salah satu COP terburuk—setidaknya, salah satu minggu pertama COP terburuk—yang saya hadiri dalam 15 tahun terakhir," kata Adow kepada VOA. "Ada kemajuan yang sangat terbatas pada pendanaan iklim dan bahkan pada aturan seputar pasar karbon dan bagaimana dunia akan mengurangi emisi."
Teatrikal
Simon Stiell, sekretaris eksekutif Perubahan Iklim PBB, pada hari Senin mendesak pihak-pihak untuk "menghentikan teatrikal."
"Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan COP29 berhasil. Semua pihak perlu bergerak lebih cepat menuju titik temu... Saya sudah sangat tegas: pendanaan iklim bukan amal. Ini 100 persen untuk kepentingan setiap negara melindungi ekonomi dan rakyat mereka dari dampak iklim yang merajalela. Semuanya harus menyelesaikan isu yang kurang penting di awal minggu, sehingga ada cukup waktu untuk keputusan politik utama," kata Stiell.
Pengurangan Emisi
Kesepakatan COP29 yang ambisius tentang pendanaan iklim dimaksudkan untuk membuka tahap negosiasi penting berikutnya. Menjelang COP30 tahun depan di Brasil, semua negara harus menyampaikan rencana aksi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, atau disebut sebagai 'kontribusi yang ditentukan secara nasional', dengan tujuan membatasi pemanasan global hingga 1,5°C di atas level pra-industri, target kunci dari Perjanjian Paris 2016 tentang perubahan iklim.
Dalam trajektori saat ini, para ilmuwan memperkirakan dunia menuju pemanasan 2,7°C yang berpotensi katastrofik pada akhir abad ini; diprediksi akan menyebabkan cuaca ekstrem dan kenaikan permukaan laut yang meluas.
Bayang-Bayang Trump
Adow, direktur Power Shift Africa, khawatir negosiasi COP29 dibayangi oleh kemenangan pemilihan presiden AS baru-baru ini oleh Donald Trump.
Trump menarik Amerika Serikat keluar dari Perjanjian Paris tentang perubahan iklim selama masa jabatan pertamanya. Penggantinya, Joe Biden, kembali masuk ke perjanjian itu pada hari pertama menjabat.
"Saya pikir yang membayang-bayangi pembicaraan ini adalah hal yang diketahui tapi tidak pasti, seputar terpilihnya Donald Trump, dan apa yang akan dilakukan pemerintahan Trump. Jadi, negara-negara kaya sebenarnya bersembunyi di belakang Trump—dan tidak ingin menanggapi seruan yang kami terima dari negara berkembang tentang $1,3 triliun yang mereka butuhkan untuk pendanaan iklim," kata Adow kepada VOA.
Pembicaraan COP29 dijadwalkan berakhir pada hari Jumat (22/11). Batas waktu bisa diperpanjang jika kesepakatan sudah di depan mata. [th/ab]
- Patsy Widakuswara
Biden Tinggalkan ‘Warisan’ Iklim di Jantung Amazon
Presiden Amerika Serikat Joe Biden memulai perjalanan bersejarahnya ke Brazil hari Minggu (17/11). Ia menjadi presiden Amerika pertama yang sedang menjabat yang mengunjungi hutan hujan Amazon untuk menandai upayanya memerangi perubahan iklim. Ia juga menghadiri KTT 20 ekonomi terbesar, G20, di Rio de Janeiro, Senin (18/11), di mana iklim, pengurangan kemiskinan dan berbagai isu global lainnya dibahas. Berikut laporan kepala biro VOA di Gedung Putih Patsy Widakuswara yang mengikuti perjalanan presiden Biden.
VOA - Deforestasi, erosi pantai dan kerusakan akibat kebakaran terhadap kawasan hutan hujan terbesar di dunia merupakan beberapa pemandangan yang disaksikan Presiden Amerika Serikat Joe Biden hari Minggu lalu.
Ia adalah presiden Amerika pertama yang sedang menjabat yang mengunjungi Amazon.
Di Manaus, ibu kota negara bagian Amazonas, Biden mengumumkan bahwa di bawah pemerintahannya, Amerika Serikat melampaui target menyediakan $11 miliar per tahun dalam pendanaan iklim internasional pada tahun 2024. Itu adalah komponen penting dalam perang melawan perubahan iklim yang dilobi oleh negara-negara Global South, istilah yang mengacu pada negara dengan ekonomi dan pembangunan industri yang belum berkembang baik.
Biden mengatakan, “Perjuangan untuk melindungi planet kita secara harfiah merupakan perjuangan bagi umat manusia, bagi generasi-generasi mendatang. Ini mungkin merupakan satu-satunya ancaman eksistensial bagi seluruh negara kita dan seluruh umat manusia.”
Biden bertemu dengan para pemimpin masyarakat adat dan mengumumkan investasi Amerika Serikat di beberapa prakarsa iklim, termasuk $50 juta untuk Dana Amazon.
Dari Manaus, Biden bertolak menuju KTT 20 ekonomi terbesar, G20, di Rio de Janeiro, di mana sumber-sumber diplomatik mengatakan kepada VOA bahwa mereka khawatir upaya perubahan iklim Amerika Serikat akan dikurangi secara drastis di bawah pemerintahan Donald Trump.
Pada masa jabatannya yang pertama, Trump menarik Amerika Serikat keluar dari Perjanjian Iklim Paris, forum multilateral utama dunia untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Biden mengatakan ia memberi Trump dan negara peninggalan berupa “fondasi yang kuat untuk dibangun, jika mereka memilih untuk melakukannya.”
Biden menyampaikan warisan iklimnya dalam istilah ekonomi – perlombaan antara negara-negara dalam “memanfaatkan revolusi energi bersih.”
“Benar, sebagian orang mungkin ingin menolak atau menunda revolusi energi bersih yang sedang berlangsung di Amerika, tetapi tak seorang pun – tak seorang pun yang dapat membalikkannya,” jelasnya.
Trump kabarnya berencana akan mengurangi keringanan pajak yang berlaku sekarang ini untuk pembelian kendaraan listrik, yang merupakan bagian dari legislasi penting yang diajukan Biden terkait energi bersih dan perubahan iklim.
Trump telah berulang kali menyebut perubahan iklim sebagai “cerita bohong.” Namun, Celso Amorim, penasihat utama presiden Brazil, mengatakan ia tidak akan menghakimi pemerintahan Trump.
“Saya menilai tindakan. Jadi, kita akan lihat nantinya bagaimana tindakan itu berkembang, dan kemudian kami akan berbicara. Untuk sekarang ini, Biden telah menjadi mitra yang baik bagi Brazil, bagi Presiden [Luis Inacio] Lula [da Silva],” sebutnya.
Saat KTT G20 dimulai di Rio pada hari Senin, Biden dijadwalkan untuk berfokus pada hak-hak pekerja dan pertumbuhan ekonomi bersih, dan menghadiri peluncuran Aliansi Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan.
Ini juga merupakan prakarsa yang oleh banyak diplomat di sana dikhawatirkan tidak akan mendapat dukungan Amerika Serikat di bawah Trump, yang memangkas dana bantuan asing saat ia menjabat. [uh/ab]
- Associated Press
Sekjen PBB: “Kegagalan Bukan Pilihan” dalam Mengatasi Perubahan Iklim
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres pada hari Minggu (17/11) menyerukan “kepemimpinan melalui pemberian contoh” dari negara-negara G20, dengan menyatakan bahwa “kegagalan bukanlah sebuah pilihan” dalam mengatasi perubahan iklim.
Guterres berbicara dalam konferensi pers di Rio de Janeiro, pada malam menjelang KTT G20 yang akan berlangsung pada hari Senin (18/11) dan Selasa (19/11).
Guterres juga menegaskan kembali perlunya mengupayakan perdamaian untuk krisis-krisis seperti di Gaza, Lebanon, Sudan, dan Ukraina.
Brazil menjadi tuan rumah pertemuan puncak Kelompok 20 di Rio de Janeiro, di tengah-tengah dua perang besar dan kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS.
Meningkatnya ketegangan global dan ketidakpastian mengenai pemerintahan Trump yang akan datang telah meredam ekspektasi akan adanya pernyataan yang tegas mengenai konflik di Timur Tengah, dan konflik Rusia-Ukraina. [em/jm]
- Patsy Widakuswara
Di Jantung Amazon, Presiden AS Umumkan “Warisan” Iklim
Presiden Amerika Joe Biden memulai lawatan bersejarah ke Brasil pada hari Minggu (17/11), menjadi presiden AS pertama yang mengunjungi hutan hujan Amazon untuk menandai apa yang disebut Gedung Putih sebagai “warisannya” dalam memerangi perubahan iklim, dengan mengaitkannya dengan perlombaan ekonomi antarnegara untuk “memanfaatkan revolusi energi bersih.”
Biden mendarat di Manaus, ibu kota negara bagian Amazonas, pintu masuk ke hutan terbesar di dunia. Biden mengatakan bahwa di bawah pemerintahannya, AS telah melampaui target untuk menyediakan dana sebesar US$11 miliar per tahun untuk pendanaan iklim internasional pada tahun 2024. Ini merupakan komponen penting dalam perang melawan perubahan iklim yang dilobi oleh negara-negara Global South (negara-negara berkembang).
“Perjuangan untuk melindungi planet kita secara harfiah adalah perjuangan kemanusiaan untuk generasi yang akan datang. Ini mungkin satu-satunya ancaman eksistensial bagi semua negara dan seluruh umat manusia,” ujar Biden.
Vegetasi hijau yang rimbun di sebuah cagar alam dan “museum hidup” di Manaus yang menunjukkan kekayaan hutan hujan Amazon dan keanekaragaman hayatinya, menjadi latar belakang Biden saat menyampaikan pidatonya.
Biden Umumkan US$50 Juta untuk 'Dana Amazon'
Dalam kunjungan singkatnya ke Manaus – yang berlangsung di antara KTT APEC di Lima, Peru, dan KTT G-20 negara ekonomi terbesar di Rio de Janeiro, Brazil – Biden mengumumkan investasi AS dalam beberapa inisiatif iklim, termasuk US$50 juta untuk Amazon Fund (“Dana Amazon”).
Biden melangsungkan pertemuan dengan sejumlah pemimpin masyarakat adat, dan berkeliling hutan Amazon dengan helikopter.
Gedung Putih mengatakan selama penerbangan, Biden melihat pertemuan Rio Negro dan Sungai Amazon, serta kerusakan akibat erosi pantai dan kebakaran hutan. Mayoritas kebakaran di Amazon terkait dengan deforestasi.
Ditambahkan, dalam empat tahun terakhir, pemerintahan Biden telah “menciptakan pedoman baru yang berani, yang telah mengubah penanganan krisis iklim menjadi peluang ekonomi yang sangat besar, baik di dalam maupun di luar AS.”
Kekhawatiran akan Kebijakan Iklim Pemerintahan Trump
Beberapa sumber diplomatik di APEC dan G20, yang berbicara pada VOA dengan syarat tidak disebutkan namanya untuk membahas masalah yang secara diplomatik sensitif ini, menyampaikan keprihatinan mereka bahwa upaya-upaya AS dalam isu lingkungan ini akan berkurang secara dramatis di bawah pemerintahan presiden terpilih Donald Trump, yang akan dilantik pada bulan Januari.
Pada masa pemerintahan sebelumnya, Trump telah membuat para aktivis iklim terkejut ketika ia menarik AS keluar dari Kesepakatan Iklim Paris, forum multilateral utama dunia untuk memitigasi perubahan iklim. Ia berulang kali menyebut perubahan iklim sebagai “tipuan.”
Dengan sisa dua bulan masa pemerintahannya, Biden mengatakan ia meninggalkan “fondasi yang kuat untuk dibangun oleh penggantinya dan negara ini, jika mereka memilih untuk melakukannya.”
“Memang benar, beberapa pihak mungkin berusaha untuk menolak atau menunda revolusi energi bersih yang sedang berlangsung di Amerika, namun tidak ada seorang pun yang dapat membalikkan keadaan,” ujar Biden, menggarisbawahi bahwa dorongan terhadap energi bersih mendapat dukungan bipartisan, dan negara-negara lain memanfaatkannya untuk kemajuan ekonomi mereka.
“Pertanyaannya sekarang adalah, pemerintah mana yang akan menghalangi, dan mana yang akan memanfaatkan peluang ekonomi yang sangat besar,” katanya. Pernyataan ini tampaknya merujuk pada persaingan AS-China pada masa depan dalam hal energi bersih, di bawah pemerintahan Trump kelak.
Pernyataan Biden ini disampaikan sehari setelah pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping di Lima-Peru, yang kemungkinan merupakan pertemuan terakhir mereka dalam kapasitas Biden sebagai presiden.
China saat ini adalah pemimpin dunia dalam kendaraan listrik, atau EV, yang menyumbang lebih dari separuh produksi dan ekspor global.
Sementara itu, Trump dilaporkan sedang mencoba untuk membatalkan kredit pajak pembelian EV sebesar US$7.500 untuk konsumen AS, yang merupakan bagian dari Undang-Undang Pengurangan Inflasi tahun 2022, undang-undang yang ditandatangani oleh Biden tentang energi bersih dan perubahan iklim. [em/lt]
Forum