Jutaan pekerja memulai aksi pemogokan nasional selama dua hari di berbagai penjuru India, Senin (28/3), untuk mengekspresikan kemarahan mereka pada kebijakan ekonomi pemerintah dan untuk mendukung tuntutan perbaikan hak-hak bagi para pekerja industri, karyawan dan petani.
Lebih dari sepuluh serikat pekerja di negara itu yang mengorganisir pemogokan itu ingin pemerintah memberikan perlindungan jaminan sosial universal bagi para pekerja di sektor besar yang tidak terorganisir, menaikkan upah minimum di bawah program jaminan kerja, dan menghentikan privatisasi bank-bank sektor publik.
Para peserta aksi mogok juga menuntut pemerintah menghentikan rencana menguangkan aset-aset negara.
Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan privatisasi beberapa bank milik negara akan merombak industri perbankan dan bahwa menguangkan aset-aset negara akan membantu mengumpulkan dana untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Kongres Serikat Pekerja Seluruh India, koalisi serikat pekerja terbesar di negara itu, mengatakan pihaknya memperkirakan lebih dari 200 juta pekerja formal dan informal bergabung dalam aksi pemogokan itu. Demonstrasi berlangsung di New Delhi, Mumbai, Kalkuta dan kota-kota besar lainnya.
Bharatiya Mazdoor Sangh, serikat pekerja yang berafiliasi dengan Partai Bharatiya Janata yang berkuasa, mengatakan tidak akan berpartisipasi dalam aksi pemogokan itu, dan menyebutnya “bermotif politik''.
Layanan-layanan penting yang terkait dengan perbankan, transportasi, kereta api, dan listrik terdampak di beberapa negara bagian karena pemogokan itu . Sejumlah bank sektor publik, termasuk pemberi pinjaman terbesar di India, State Bank of India yang dikelola pemerintah, mengatakan bahwa layanan perbankan mereka terpengaruh karena banyak karyawan berpartisipasi dalam aksi pemogokan itu.
Ekonomi India telah bangkit kembali setelah mengalami pukulan besar selama dua tahun pertama pandemi. Tetapi banyak pekerjaan telah menghilang, dengan tingkat pengangguran meningkat menjadi delapan persen pada bulan Desember.
Pemerintah Modi tahun lalu kesulitan menanggulangi protes besar-besaran petani yang menuntut pencabutan lengkap undang-undang pertanian kontroversial yang dinilai pemerintah sebagai reformasi yang diperlukan.
Protes selama setahun oleh para petani, yang khawatir undang-undang tersebut akan secara dramatis mengurangi pendapatan mereka, memaksa Modi untuk menunda penerapannya. [ab/uh]