Para pengunjuk rasa di Myanmar menutup bisnis dan menjauh dari jalan-jalan pada hari Jumat dalam aksi “mogok diam” menentang pemerintahan militer yang pada Februari lalu mengkudeta pemerintahan yang terpilih secara demokratis.
Foto-foto yang diterbitkan oleh media Myanmar menunjukkan jalan-jalan dan pasar yang sepi di kota-kota di seluruh negeri, sementara pengunjuk rasa di kota Shwebo di Myanmar utara mengenakan pakaian hitam dan berjalan dalam diam.
“Kami perlu mengirim pesan ke dunia tentang pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan di Myanmar,” kata pemimpin protes Khin Sandar kepada media.
“Diam adalah teriakan paling keras. Kami ingin hak kami dikembalikan. Kami ingin revolusi. Kami mengungkapkan kesedihan untuk para pahlawan kami yang telah gugur,” tambahnya.
Myanmar terjerumus ke dalam krisis ketika militer menggulingkan pemimpin Aung San Suu Kyi dan pemerintahnya pada 1 Februari, memicu protes harian di kota-kota besar dan kecil dan pertempuran di perbatasan antara militer dan gerilyawan etnis minoritas.
Peraih Nobel Aung Suu Kyi, 76, menghadapi berbagai tuduhan dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara pada Senin atas tuduhan pertama – penghasutan dan pelanggaran terhadap prokes terkait virus corona. Putusan itu memicu kecaman internasional atas apa yang disebut oleh para kritikus sebagai “pengadilan palsu.”
Pasukan junta yang berusaha menghancurkan oposisi telah menewaskan lebih dari 1.300 orang, menurut kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) di Myanmar. [lt/ab]