Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya mendesak pemerintah segera melakukan langkah-langkah yang dianggap perlu untuk mengungkap kebenaran sejarah dari tragedi 1965. Ratusan ribu orang yang dianggap terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI) dibunuh oleh pihak tentara dan kelompok masyarakat yang berlawanan dengan PKI, tanpa diadili atau terbukti terlibat PKI.
Koordinator Kontras Surabaya, Fatkhul Khoir mengatakan, polemik yang bersifat mendukung dan menolak pengungkapan kebenaran sejarah masa lalu harus segera diakhiri oleh pemerintah, dengan mengungkap fakta dan kebenaran dari peristiwa itu.
"Ini harus segera ditindaklanjuti oleh pemerintah. Persoalannya kan bukan hanya persoalan angka, (bukan) berapa jumlah orang yang meninggal, kan?, tapi bagaimana proses pembunuhan yang dilakukan pada saat itu. Ini yang penting untuk diungkap, agar masyarakat secara publik tahu sebenarnya sejarah kita seperti apa, sejarah kelam masa lalu kita,” papar Fatkhul.
Simposium Tragedi 1965 yang digelar beberapa waktu lalu di Jakarta, memunculkan pro dan kontra terhadap upaya pemerintah yang akan membuka kebenaran sejarah pada masa itu.
Fatkhul Khoir mengungkapkan, adanya kelompok masyarakat yang menolak upaya pengungkapan sejarah, diduga digerakkan oleh kelompok tertentu yang kemungkinan terlibat dalam peristiwa pembantaian massal itu.
“Kelompok-kelompok penentang ini saya pikir, ini juga mereka kita duga bahwa mereka ini digerakkan oleh kelompok-kelompok tertentu, yang memang tidak menginginkan bahwa sejarah masa lalu dibongkar,” imbuhnya.
Di Jawa Timur sendiri terdapat beberapa tempat yang diduga menjadi kuburan massal orang-orang yang dituduh terlibat PKI, seperti Kebun Raya Purwodadi Pasuruan, Sidoarjo, Gresik, Blitar dan beberapa tempat lain, yang telah disimpan datanya oleh Kontras Surabaya.
Fatkhul Khoir meminta Pemerintah dan Negara untuk menjamin keamanan dan keselamatan seluruh warga negara, terutama dari ancaman tindak kekerasan kelompok masyarakat yang menolak adanya pengungkapan kebenaran sejarah masa lalu.
“Bagaimana posisi Negara dalam hal ini, agar kemudian menjaga situasi keamanan, agar pihak-pihak terkait yang melakukan penentangan itu tidak melakukan aksi-aksi kekerasan terhadap kelompok-kelompok korban,” tambah Fatkhul.
Sementara, Koordinator Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD), Aan Anshori mendukung seluruh upaya pemerintah mengungkap apa yang sebenarnya terjadi pada tragedi tahun 1965. Pemerintah dan Negara harus berani meminta maaf kepada masyarakat yang tidak bersalah, namun menjadi korban kekerasan dan pembunuhan yang terjadi pada tahun 1965.
"Saya sangat mendukung gagasan Presiden Jokowi untuk menuntaskan Genosida tahun 1965 ini secara bermartabat, dalam arti Presiden Jokowi mau mencari tahu apa yang sebenarnya, mengungkapkan kebenaran, kemudian negara juga meminta maaf dan memberikan reparasi kepada para korban. Dengan cara-cara yang bermartabat seperti ini saya kira Indonesia akan terbebas dari kutukan gelap sejarah selama lebih dari setengah abad ini,” harap Aan Anshori. [pr/lt]