Ahli biologi laut, Lara Muaves, menjadi saksi atas dampak yang ditimbulkan perubahan iklim secara langsung tahun ini. Saat itu dua badai topan menghancurkan kampung halamannya di Mozambik, menewaskan ratusan orang termasuk sahabat baiknya.
Pengusaha Nigeria, Mahmood Maishanu, melihat jejak perubahan iklim berupa kekeringan di kampung halamannya. Sama seperti aktivis Prancis-Moroko Ayoub Makloufi, yang masih tetap optimis Afrika –khususnya anak mudanya– bisa mengubah arah perubahan iklim.
Ketiga orang tersebut merupakan bagian dari meningkatnya jumlah aktivis muda Afrika yang menyebarkan kesadaran dan mengubah arah krisis terbesar abad ini.
Di seluruh dunia, anak muda kini memimpin perlawanan terhadap perubahan iklim, mendorong para pemimpin dan orang tua mereka untuk mengambil tindakan. Anak muda berusia 16 tahun Greta Thunberg –yang meraih penghargaan Time’s Person of the Year – telah memulai gerakan yang semula sebagai aksi satu sekolah menjadi gerakan mingguan skala global yang diikuti puluhan ribu anak muda.
Meski begitu, anak muda Afrika menghadapi tantangan menakutkan. Benua Afrika paling rentan terhadap perubahan iklim di seluruh dunia, kata PBB, namun hanya “menyumbang” 4 persen dari total gas rumah kaca. Kekeringan, banjir dan badai telah menghancurkan sebagian besar benua, menurunkan produksi pertanian yang menjadi mesin penggerak ekonominya.
Menurut survey Afrobarometer tahun 2019, hanya 4 dari 10 orang Afrika yang pernah mendengar istilah perubahan iklim. Menurut laporan, unjuk rasa tentang perubahan iklim di Afrika masih sedikit, dan aktivis muda menyebut mereka tidak mendapat perhatian yang sama dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di belahan dunia lainnya. [ti/ii]