Para aktivis mendesak pemerintah menarik pasukan Brimob dari Ogan Ilir, Sumatra Selatan, dan segera membentuk komisi khusus penyelesaian konflik agrarian seperti yang terjadi di Afrika Selatan.
Aliza Yuliana dari Solidaritas Perempuan mengatakan pendekatan kekerasan yang dilakukan aparat telah membuat warga, khususnya kaum perempuan dan anak-anak, trauma.
“Segera tarik aparat di sana. Lalu [terhadap warga] harus ada pendekatan secara khusus. Untuk langkah pemulihan, ada ibu-ibu yang mengalami trauma, itu harus diberikan langkah konseling,” ujarnya di Jakarta, Rabu (1/7).
Sekretaris jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Idham Arsad, mendesak pembentukan komisi khusus penyelesaian konflik agrarian karena konflik seperti ini bukan hanya diselesaikan lewat jalur hukum.
“Pemerintahan Nelson Mandela di Afrika Selatan membentuk suatu komisi yang menyelesaiakan konflik agraria. Semua klaim-klaim rakyat didata, diberi jangka waktu, negara mengeluarkan anggaran negara, lalu ada juga yang diselesaikan secara hukum, jadi semuanya komprehensif,” ujarnya.
Kisruh masalah agraria di kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan antara warga dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 7 Unit Cinta Manis, mengakibatkan korban tewas pada Jumat (27/7), yaitu Angga Prima, 12. Angga tewas diduga akibat terkena peluru anggota Brimob yang tengah melakukan patroli di desa Tanjung Pinang Ogan Ilir.
Korban lainnya adalah seorang perempuan berusia 40 tahun bernama Farida, yang terkena tembakan peluru di lengan kanannya. Ia mengatakan tidak melihat siapa yang menembak, saat ia berlarian bersama warga lainnya, menghindari tembakan dari pasukan Brimob.
“Pas kita lagi lihat, tembakan sudah datang, tidak tahu datang dari mana. Kita langsung lari. Nah begitu lari kita jatuh dan kena tembak,” ujarnya saat ditemui di Jakarta.
Menurut laporan warga, pembangunan Unit Cinta Manis membuat para petani di 20 desa dari 6 kecamatan di Ogan Ilir terpaksa menyerahkan lahan mereka untuk dijadikan perkebunan tebu.
Abdul Muis, 50, dari desa Sri Bandung mengisahkan, pengambilalihan lahan secara sewenang-wenang milik warga oleh PTPN 7 dilakukan melalui permainan saat pengukuran.
“Pada saat pengukuran, ternyata ada yang 3 hektar hingga 6,5 hektar. Misalnya yang punya 5 hektar, dibuatkan surat seolah-olah hanya memiliki 1,5 hektar hingga 2 hektar oleh panitia itu, jadi yang sisanya diambil oleh panitia [dari PTPN] itu,” ujarnya.
Dua hari sebelum peristiwa bentrokan hingga jatuh korban tewas, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan pembentukkan Tim Terpadu Penyelesaian Konflik Agraria, yang terdiri dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kepolisian dan instansi terkait lainnya. Tim ini diharapkan, mampu mencari solusi yang terbaik buat masyarakat.
“Instruksi saya, carikan solusinya, bentuk tim terpadu. Tidak cukup kadang-kadang dengan hanya pendekatan hukum, tapi juga dengan penyelesaian sosial dan budaya. Kalau itu bisa kita lakukan, bisa kita cegah terjadinya bentrokan ataupun tindakan-tindakan yang sebetulnya tidak perlu terjadi,” kata Presiden.
Aliza Yuliana dari Solidaritas Perempuan mengatakan pendekatan kekerasan yang dilakukan aparat telah membuat warga, khususnya kaum perempuan dan anak-anak, trauma.
“Segera tarik aparat di sana. Lalu [terhadap warga] harus ada pendekatan secara khusus. Untuk langkah pemulihan, ada ibu-ibu yang mengalami trauma, itu harus diberikan langkah konseling,” ujarnya di Jakarta, Rabu (1/7).
Sekretaris jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Idham Arsad, mendesak pembentukan komisi khusus penyelesaian konflik agrarian karena konflik seperti ini bukan hanya diselesaikan lewat jalur hukum.
“Pemerintahan Nelson Mandela di Afrika Selatan membentuk suatu komisi yang menyelesaiakan konflik agraria. Semua klaim-klaim rakyat didata, diberi jangka waktu, negara mengeluarkan anggaran negara, lalu ada juga yang diselesaikan secara hukum, jadi semuanya komprehensif,” ujarnya.
Kisruh masalah agraria di kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan antara warga dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 7 Unit Cinta Manis, mengakibatkan korban tewas pada Jumat (27/7), yaitu Angga Prima, 12. Angga tewas diduga akibat terkena peluru anggota Brimob yang tengah melakukan patroli di desa Tanjung Pinang Ogan Ilir.
Korban lainnya adalah seorang perempuan berusia 40 tahun bernama Farida, yang terkena tembakan peluru di lengan kanannya. Ia mengatakan tidak melihat siapa yang menembak, saat ia berlarian bersama warga lainnya, menghindari tembakan dari pasukan Brimob.
“Pas kita lagi lihat, tembakan sudah datang, tidak tahu datang dari mana. Kita langsung lari. Nah begitu lari kita jatuh dan kena tembak,” ujarnya saat ditemui di Jakarta.
Menurut laporan warga, pembangunan Unit Cinta Manis membuat para petani di 20 desa dari 6 kecamatan di Ogan Ilir terpaksa menyerahkan lahan mereka untuk dijadikan perkebunan tebu.
Abdul Muis, 50, dari desa Sri Bandung mengisahkan, pengambilalihan lahan secara sewenang-wenang milik warga oleh PTPN 7 dilakukan melalui permainan saat pengukuran.
“Pada saat pengukuran, ternyata ada yang 3 hektar hingga 6,5 hektar. Misalnya yang punya 5 hektar, dibuatkan surat seolah-olah hanya memiliki 1,5 hektar hingga 2 hektar oleh panitia itu, jadi yang sisanya diambil oleh panitia [dari PTPN] itu,” ujarnya.
Dua hari sebelum peristiwa bentrokan hingga jatuh korban tewas, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan pembentukkan Tim Terpadu Penyelesaian Konflik Agraria, yang terdiri dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kepolisian dan instansi terkait lainnya. Tim ini diharapkan, mampu mencari solusi yang terbaik buat masyarakat.
“Instruksi saya, carikan solusinya, bentuk tim terpadu. Tidak cukup kadang-kadang dengan hanya pendekatan hukum, tapi juga dengan penyelesaian sosial dan budaya. Kalau itu bisa kita lakukan, bisa kita cegah terjadinya bentrokan ataupun tindakan-tindakan yang sebetulnya tidak perlu terjadi,” kata Presiden.