Pemerintah menargetkan pendapatan negara melalui pajak tahun ini sebesar Rp 1. 110 trilyun, dan hingga September 2014 yang berhasil didapat sebesar Rp 683 trilyun. Menurut Dirjen Pajak, Fuad Rachmany beberapa waktu lalu, meski hingga akhir tahun 2014 kemungkinan target sulit dicapai, pemerintah akan terus berupaya meningkatkan pendapatan negara melalui pajak.
Berbagai faktor menurutnya menjadi penyebab lambatnya penerimaan negara melalui pajak tahun ini, namun yang utama adalah turunnya aktivitas ekspor sektor pertambangan di dalam negeri sebagai dampak dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu Bara atau Minerba. Dalam undang-undang tersebut diwajibkan bagi pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi membangun pabrik pemurnian atau smelter dan jika melanggar, larangan ekspor diberlakukan.
Sementara realisasi penerimaan negara melalui sektor pajak tahun lalu sebesar Rp 1.099 trilyun. Selama ini pendapatan negara melalui pajak, terbesar didapat dari industri pengolahan, kemudian pertambangan, jasa keuangan dan transportasi serta komunikasi.
“Ekonomi memang menurun, semuanya melambat, sektoral, jadi ada sektor-sektor yang memang merupakan penyumbang utama penerimaan pajak kita sektor itu melambat lebih rendah lagi, itu sektor mining, itu malah hampir negatif pertumbuhannya,” kata Fuad Rachmany.
Pada sebuah acara di Jakarta, Jumat, Direktur Pembinaan Perusahaan Mineral, Kementerian ESDM, Edy Prasodjo mengatakan, pemerintah masih mengandalkan sektor pertambangan dalam upaya meningkatkan perekonomian. Selain untuk ekspor, diharapkan produk hasil tambang juga dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga impor berbagai produk dapat ditekan.
“Harapannya dari produk-produk tambang ini tidak semata-mata untuk ekspor tapi juga digunakan untuk produk domestic,” kata Edy Prasodjo.
Namun menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia atau Apemindo, Poltak Sitanggang, pemerintah belum sepenuh hati mendukung upaya meningkatkan sektor pertambangan. Ia menilai pemerintah justeru tidak konsisten saat Undang-Undang Minerba diimplementasikan karena perusahaan tambang sulit mendapat dukungan finansial dari lembaga keuangan nasional.
“Lembaga keuangan nasional kita sendiri belum mendukung untuk sektor ini, bisa dikatakan 99 persen didukung oleh lembaga keuangan asing, contoh, smelter Antam saja yang back up bukan Bank Mandiri, yang back up itu Bank HSBC,” kata Poltak Sitanggang.
Sebagai wujud kerjasama, smelter milik Antam di Gresik, Jawa Timur kedepannya nanti juga akan digunakan secara bersama oleh Freeport dan Newmont.
Menurut catatan Kementerian Perindustrian dan Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM, dari 55 perusahaan yang mengajukan izin membangun smelter, 5 diantaranya mulai proses pembangunan dan tahun depan diperkirakan 15 smelter juga mulai dibangun.