Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan pembela HAM menjadi salah satu kelompok yang paling dalam bahaya sepanjang 2021. Usman mengatakan lembaganya mencatat setidaknya ada 95 kasus serangan terhadap pembela HAM di Indonesia dengan total 297 korban pada tahun ini.
Kasus tersebut menimpa pembela HAM dari berbagai sektor, mulai dari jurnalis, aktivis, masyarakat adat, hingga mahasiswa. Adapun jenis serangan mulai dari pelaporan polisi, ancaman dan intimidasi, kekerasan fisik, hingga pembunuhan.
"Kami berharap pada tahun 2022, pemerintah, parlemen dan aparat penegak hukum melaksanakan kewajiban mereka untuk mengedepankan perlindungan dan pemenuhan hak-hak asasi masyarakat, bukan mengabaikannya demi kepentingan lain,” tutur Usman dalam konferensi pers daring, pada Senin (13/12).
Usman juga menyoroti kasus kriminalisasi dan represi terhadap warga yang menggunakan haknya untuk kebebasan berekspresi masih terus terjadi sepanjang 2021. Salah satu metodenya yaitu dengan penggunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sejak Januari hingga November 2021, Amnesty International Indonesia mencatat terdapat 84 kasus pelanggaran kebebasan berekspresi menggunakan UU ITE dengan jumlah korban mencapai 98 orang.
Selain itu, Amnesty juga menyoroti pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Papua yang terus terjadi pada tahun ini dengan 15 kasus. Kasus pembunuhan ini lebih sedikit dibandingkan pada 2020 dan 2019 yang mencapai 30 kasus setiap tahunnya.
"Angkanya tidak pernah berkurang drastis, meskipun kalau kita lihat secara keseluruhan tidak ada satupun kasusnya yang diusut secara tuntas," jelas Usman.
Kasus dugaan pembunuhan di luar hukum yang diduga melibatkan aparat negara juga terjadi di luar Papua. Dari Januari hingga November 2021, data pemantauan Amnesty International Indonesia mencatat terdapat 33 kasus di luar Papua dengan 37 orang korban.
Lebih Separuh Serangan Diduga Melibatkan Aktor Negara
Sedangkan dari sisi aktor, Amnesty mencatat 55 dari 95 kasus serangan terhadap pembela HAM diduga melibatkan aktor negara seperti kepolisian, TNI, serta pejabat pemerintah pusat dan daerah. Kata Usman, tren ini tidak jauh berbeda dengan tahun lalu yakni 60 dari 93 kasus serangan diduga dilakukan aktor negara.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik sepakat mendorong perlindungan terhadap pembela HAM. Ia juga mengakui laporan masyarakat terhadap aparat negara yakni polisi masih tinggi. Namun, terdapat sedikit perbaikan karena beberapa kasus yang diduga melibatkan polisi dan TNI sudah diproses di pengadilan.
"Belakangan ini sudah ada penegakan hukum. Ada beberapa anggota polisi yang dibawa ke proses peradilan. Ini langkah maju yang perlu kita apresiasi, meskipun catatan kekerasan belum menurun," jelas Taufan Damanik.
Taufan menambahkan pemerintah juga sudah memberikan sinyal yang positif karena sudah berkomitmen tidak secara sembarang menggunakan Undang-undang ITE dalam penegakan hukum. Meskipun, kata dia, revisi UU ITE masih belum selesai dibahas pemerintah dan DPR.
Ia juga mengakui kekerasan di Papua masih tinggi. Namun, kasus dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Paniai pada 2014 telah masuk penyidikan Kejaksaan Agung.
Menurutnya, pemerintah juga telah setuju pendekatan dialog dalam penuntasan konflik di Papua, meski masih ada pelabelan teroris yang disematkan pemerintah terhadap sejumlah organisasi yang melakukan kekerasan di Papua. [sm/em]