Amnesty International menuntut pertanggung jawaban China bagi sekitar satu juta warga etnis Muslim yang menurut kelompok itu ditahan secara sewenang-wenang di kawasan Xinjiang yang terpencil di China Barat.
Dalam laporan yang dirilis hari Senin, (24/9) organisasi pemantau HAM itu menyatakan etnis Uighur, Kazakh dan kelompok-kelompok etnis lain yang didominasi Muslim telah menjadi sasaran “kampanye pemerintah yang kian intensif bagi penahanan massal, pengintaian yang mengganggu, indoktrinasi politik, dan pemaksaan pembauran budaya .”
Pada April 2017, Beijing memulai kampanye penangkapan warga Uighur yang dituduh memiliki pandangan ekstremis dan mengirim mereka ke kamp-kamp pendidikan kembali.
Amnesty menyatakan “memperlihatkan afiliasi keagamaan atau budaya secara terang-terangan atau bahkan secara tertutup,” termasuk di antaranya berjenggot, mengenakan cadar atau jilbab, sholat rutin atau memiliki materi tertulis mengenai Islam atau budaya Uighur, dapat dianggap sebagai ekstremis.
“Pemerintah China tidak boleh dibiarkan melanjutkan kampanye kejam terhadap minoritas-minoritas etnis di Xinjiang," kata Nicholas Bequelin, direktur Amnesty wilayah Asia Timur.
“Ratusan ribu keluarga telah tercerai berai oleh penindakan besar-besaran ini,” lanjutnya. “Mereka sangat ingin tahu apa yang terjadi pada keluarga mereka dan ini saatnya bagi pihak berwenang China untuk memberi jawabannya.”
Beijing menyatakan Xinjiang menghadapi ancaman serius dari militan Islamis yang merencanakan serangan-serangan dan memicu ketegangan di antara minoritas Uighur yang kebanyakan Muslim dan etnis Han yang mayoritas di China. [uh]