Setelah Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif hari Rabu, keluarga-keluarga yang mengungsi dari kekerasan di negara asalnya tidak lagi dipisahkan dari anggota keluarganya di perbatasan AS. Meskipun demikian, masih ada 2.300 anak-anak migran yang hidup di tempat-tempat penampungan tanpa orang tua mereka, dan pemerintahan Trump tidak memiliki rencana untuk menyatukan anak-anak ini dengan orang tua-orang tua mereka.
Seorang ibu dari Guatemala meratap hari Jumat saat ia menggendong anak lelakinya yang masih kecil untuk pertama kalinya setelah sebulan tidak bertemu. Agen-agen pemerintah memisahkan mereka setelah ia melintasi perbatasan bulan Mei. “Te amo. Te amo.” “Saya sayang kamu. Saya sayang kamu,” ujarnya berulang-ulang sambil menciumi putranya yang terbungkus selimut.
Sang ibu, Beata Mariana de Jesus Mejia-Mejia, menggugat pemerintah AS karena memisahkan ia dan anakya yang berusia 7 tahun. Seorang pengacara memberikan bantuan secara gratis.
Konsekueni jangka panjang
Video pemerintah menunjukkan anak-anak yang ditahan dalam sel-sel penahanan, berbaring dengan selimut Mylar. Mereka juga telah ditempatkan di tenda-tenda dan lokasi penampungan di seluruh AS, beberapa di antaranya berlokasi jauh dari Texas seperti Oregon.
American Medical Association memperingatkan sebagai akibat dari pemisahan dari keluarganya, anak-anak ini kemungkinan dapat menderita konsekuensi kesehatan yang dapat diderita seumur hidup.
Dr. Colleen Kraft, ketua umum American Association of Pediatrics, telah berperan aktif dalam menyuarakan dampak yang mungkin timbul bagi anak-anak ini. Ia memperingatkan anak-anak yang terpapar stress akibat pengalaman buruk akan memiliki kesulitan dalam menggunakan bahasa atau ketrampilan lain pada usia yang wajar sebagai akibat dari trauma akibat secara paksa dipisahkan dari orang tua mereka.
Trauma menyebabkan tubuh memproduksi hormon stress dalam kadar tinggi yang dapat menghancurkan sel-sel otak, mempengaruhi jantung dan menyebabkan anak-anak menarik diri. Sementara bentuk penarikan diri ini antara lain dengan mengompol. Sekelompok anak lain mungkin akan mengalami gagap bicara. Ada juga yang mengalami permasalahan dalam perkembangan perilaku.
“Kemungkinan bisa butuh waktu lama agar trauma ini dapat dicarikan terapi jalan keluarnya dan agar anak-anak ini dapat disembuhkan,” ujar Kraft.
Tak seorangpun yang memiliki pengetahuan lebih banyak dibandingkan Dr. Lisa Fortuna, seorang psikiater anak dan remaja di Boston University Medical School. Fortuna menangani anak-anak migran yang dipisahkan dari orang tua-orang tua mereka. Ia mengatakan pemisahan anggota keluarga telah terjadi beberapa waktu, dan bagi anak-anak ini adalah sesuatu yang tidak mudah untuk dihadapi, berapapun usia mereka.
“Saya telah berjumpa dengan berbagai anak yang mengatakan kepada saya bagaimna mereka kedinginan, tidak cukup mendapat makanan, tidak mendapat cukup dukungan dari orang tua atau orang dewasa yang peduli kepada mereka dan keadaan ini sangat membuat mereka susah,” ujar Fotuna.
Pentingnya sentuhan
Para pengasuh di beberapa fasilitas dimana anak-anak itu ditahan mengatakan mereka tidak diperbolehkan untuk menyentuh bahkan anak-anak yang berusia dini. Aturan-aturan ini suah diterapkan untuk anak-anak berusia remaja, namun Myriam Golden, seorang pekerja sosial dengan spesialisasi penanganan anak-anak yang mengalami trauma, mengatakan sentuhan itu sangat penting, khususnya untuk anak-anak kecil.
“Saat anda menimang seorang anak, mereka dapat mendengar detak jantung anda. Anda dapat mendengar detak jantung mereka, dan lewat detak jantung keduanya, anak dapat ditenangkan,” ujarnya. Golden adalah salah satu pendiri dari Gil Institute for Trauma, Recovery and Education di Virgina.
Fortuna mengatakan sentuhan orang tua mengajarkan kepada anak bahwa mereka dirawat dan dicintai. Ia mengatakan apabil anak-anak tidak mendapat sentuhan, mereka dapat menjadi mudah putus asa dan menarik diri. Mereka tidak dapat belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Mereka kehilangan kemampuan untuk percaya kepada orang lain. Mereka dapat berhenti mengutarakan emosinya bahkan bila mereka telah dipersatukan kembali dengan orang tuanya.
Goldin mengutip sebuah studi yang dilakukan oleh U.S. Centers for Disease Control and Prevention (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS) tentang Pengalaman Buruk Semasa Anak-Anak, yang menunjukkan pengalaman dini di masa kanak-kanak memiliki dampak yang mendalam terhadap tindak kekerasan di masa yang akan datang dan viktimisasi. Goldin mengatakan studi ini membuktikan secara ilmiah bila kebutuhan anak tidak terpenuhi dapat mengakibatkan masalah mental jangka panjang dan kesehatan fisik.
Tidak semua anak yang dipisahkan dari keluarganya akan mengalami masalah kesehatan permanen, namun anak-anak yang berusia muda adalah yang paling rentan, dan pemisahan dari orang tuanya dapat membuat stress yang mungkin telah mereka alami dalam kondisi-kondisi yang tidak aman di negara asalnya semakin bertumpuk. [ww]