Saat anak divaksinasi, sistem kekebalan tubuh mereka menghasilkan antibodi yang melindungi mereka dari infeksi yang berpotensi melumpuhkan dan mematikan, seperti polio, campak difteri dan tetanus. Perlindungan itu seharusnya bertahan seumur hidup.
Tetapi, para ilmuwan mengatakan keefektifan vaksin-vaksin itu sangat berkurang ketika anak-anak terpapar perfluorinated compounds atau PFC dengan kadar tinggi. PFC digunakan di seluruh dunia untuk membuat pakaian tahan air dan wadah makanan, dan diketahui mencemari air minum dan makanan laut.
Dr Phillipe Grandjean, yang mengepalai penelitian itu, mengatakan, "Ini cukup serius, karena kita juga bisa melihat sebagian anak memiliki konsentrasi antibodi sangat rendah, sehingga pada dasarnya mereka tidak dilindungi. Mereka telah divaksinasi empat kali dan vaksin tidak berhasil."
Penelitian itu dilakukan terhadap anak-anak yang hidup di Kepulauan Faroe yang terletak antara Skotlandia dan Islandia.
Penduduk pulau itu dipilih sebagai subjek, karena diet utama mereka adalah makanan laut, yang diketahui memiliki PFC berkonsentrasi tinggi.
Para ilmuwan mengikuti lebih dari 500 anak yang telah divaksinasi terhadap difteri dan tetanus. Tetapi anak-anak yang darahnya menunjukkan peningkatan kadar PFC, juga memiliki konsentrasi antibodi yang sangat rendah terhadap infeksi itu.
Dr. Peter Hotez, Direktur Sabin Vaccine Institute, yang mempromosikan pengembangan dan pengiriman vaksin di seluruh dunia, mengatakan, "Ini fakta luar biasa yang tidak saya antisipasi."
Dr. Hotez mengatakan jika PFC benar-benar mengganggu antibodi dan fungsi kekebalan tubuh, maka masalah kesehatan masyarakat akan jauh lebih buruk di kota-kota kumuh di negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana paparan senyawa kimia itu lebih tinggi.
Lebih lanjut ia mengatakan, "Bahkan pengurangan kecil dalam cakupan vaksin dan respon imunitas vaksin dapat menyebabkan wabah penyakit masa kanak-kanak. Ada risiko kita mungkin melihat munculnya kembali pembunuh anak-anak seperti difteri atau pertussis/batuk atau penyakit anak lainnya yang sekarang semakin umum di negara-negara termiskin di dunia."
Para ilmuwan mengatakan PFC adalah senyawa stabil dan tidak mudah berubah yang sudah digunakan secara luas selama puluhan tahun, sehingga senyawa itu mungkin ada pada tubuh setiap orang dalam kadar yang dapat dideteksi.
Dr. Phillipe Grandjean mengatakan, "Kita belum berbuat cukup dalam melindungi populasi dari senyawa-senyawa lama ini, dan sekarang kita terjebak karena kita semua memilikinya di dalam tubuh kita dan kita tetap menggunakannya."
Para pengecam mencatat, karena studi itu dilakukan terhadap penduduk pulau yang banyak makan ikan, maka penelitian itu seharusnya memperhitungkan polyunsaturated fatty acids (PUFA), yang ditemukan dalam ikan dan mungkin menekan sistem kekebalan tubuh.
Para peneliti mengatakan ada kebutuhan mendesak untuk mempelajari dampak senyawa PFC pada populasi yang lebih besar.