Analis senior dari Bower Group Asia, Ahmad Syarief, mengatakan perubahan itu terlihat dari akan terganggunya rantai pasokan, naiknya pengangguran dari sektor manufaktur dan kelas menengah, serta naiknya risiko perbankan.
"Bakal ada perubahan besar dalam beberapa bulan ke depan, mengenai bagaimana perusahaan berekspansi dan bagaimana pemerintah mengeluarkan kebijakan publik dan bisnis, terangnya dalam sebuah diskusi virtual, Sabtu (9/5) sore.
Ahmad mengatakan, menghadapi banyak perubahaan tersebut, investor akan sangat berhati-hati. Dia memperkirakan akan banyak spekulasi pasar dari sejumlah analis, namun hanya sedikit yang jadi dieksekusi.
"Karena investor dan perusahaan besar mulai merevisi rencana kerja mereka, dan mereka mulai mencari portofolio investasi dengan risiko yang paling rendah," terangnya lagi.
Pemerintah Perlu Revisi Proyek Ambisius
Hal itu pun akan berdampak pada pemerintah, tambah Ahmad, yang akan kesulitan memanggil investor baru. Akibatnya, pemerintah perlu merevisi beberapa proyek ambisius.
"Kita harus memilih, apakah kita benar-benar perlu kereta cepat dari Jakarta ke Bandung? Ataukah kita benar-benar perlu proyek jalan tol yang masif dalam waktu singkat? Merevisi ambisi itu sangat penting sekarang," paparnya.
Beberapa proyek pemerintah bernilai triliunan Rupiah memang sudah terhambat oleh wabah corona, seperti smelter PT Freeport, kereta cepat Jakarta-Bandung, dan kilang gas alam cair (LNG) Masela.
Sementara proyek pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur, meski tetap berjalan, tidak menutup kemungkinan berhenti sementara.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyebut, 80 persen ketahanan cash flow perusahaan hanya bertahan hingga Juni 2020. Selebihnya, diperlukan stimulus modal dari pemerintah.
Jangan Lupa Sektor Kesehatan
Menurut Ahmad, pembukaan kegiatan ekonomi pada bulan Juni dapat dimengerti. Namun dia mengingatkan, kebijakan ekonomi harus dilengkapi kebijakan kesehatan. Tanpa perbaikan sektor kesehatan, minat investor bisa hilang.
"Tracing dan testing diperbesar, pembatasan sosial lebih serius, dan yang paling penting investor ingin melihat koordinasi," jelas Ahmad.
Jika tidak, investor akan lebih tertarik ke negara-negara yang dianggap memiliki manajemen risiko lebih baik, seperti Korea Selatan, Taiwan, bahkan Vietnam. Tiga negara itu memiliki persentase kematian akibat Covid yang rendah.
Di samping kesehatan, pemerintah juga harus menjamin transparansi, tambah Ahmad. Hal ini pernah ditunjukkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani yang terbuka soal proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Ketika Sri Mulyani bilang economic growth kita bisa dua persen atau worst case scenario minus, itu sangat baik. Jadi orang mulai merencanakan. Terimakasih Kemenkeu, kita mulai merevisi rencana kita ke depan, termasuk target di Indonesia," ungkapnya. [rt/em]