Ketika pasukan Irak memulai operasi untuk merebut kota Mosul bulan lalu, para pilot jet-jet tempur F-22 milik Amerika menembak target-target pertama militan Negara Islam (ISIS) di sana. Namun operasi semacam itu mungkin dalam bahaya.
Angkatan Udara AS mengatakan kekurangan pilot pesawat tempur telah begitu parah sehingga pihaknya kesulitan memenuhi persyaratan tempur di luar negeri.
"Kami memiliki terlalu sedikit skuadron untuk memenuhi kebutuhan komandan kombatan," ujar Mayjen Scott Vander Hamm, jenderal yang berwenang memperbaiki krisis pilot tempur, dalam wawancara eksklusif dengan VOA.
Angkatan Udara AS saat ini mendapat otorisasi untuk memiliki 3.500 pilot pesawat tempur, namun masih kekurangan 725 pilot. Dengan pilot yang lebih sedikit, jumlah skuadron pilot pesawat tempur juga turun, dari 134 skuadron pada 1986 menjadi 55 pada 2016.
Karena persentase pasukan yang diperlukan untuk ditugaskan lebih besar dalam 10 tahun terakhir, kesiapan -- kemampuan untuk memenuhi misi-misi di dalam dan luar negeri -- telah turun 20 persen.
"Dalam tahun kalender berikutnya, mungkin akan ada degradasi di skuadron garis depan. Hal ini berarti kita tidak dapat mengirim pasukan pada saat yang sama seperti sebelumnya, yang berarti dapat menyebabkan hilangnya nyawa dalam konflik," ujar Vander Hamm.
Masing-masing pilot perlu pelatihan bertahun-tahun untuk mengoperasikan pesawat teknologi tinggi, yang telah berevolusi menjadi komputer super yang bisa terbang.
Angkatan Udara sekarang ini melatih sekitar 135 lebih banyak pilot dibandingkan dua tahun lalu, namun sejumlah pilot pesawat tempur telah memutuskan meninggalkan Angkatan Udara.
Setelah sekitar 10 tahun, pilot ditawarkan pembayaran bonus sebagai insentif untuk tetap berada dalam pasukan. Namun pada tahun fiskal 2016, hanya 40 persen yang mengambil bonus. Vander Hamm mengatakan kepada VOA bahwa AU perlu mempertahankan sekitar dua pertiga dari pilot pesawat tempurnya untuk pembaruan kontrak untuk memenuhi slot yang dibutuhkan.
Penempatan
Di Pangkalan Militer Gabungan Langley-Eustis, para pilot yang menerbangkan jet F-22 Raptor mengatakan penempatan yang lebih lama dan lebih sering telah menurunkan semangat mereka.
"Tadinya kami memiliki rotasi setiap 45 hari. Kemudian diganti menjadi rotasi 90 hari, lalu 120 hari. Sekarang menjadi rotasi enam bulan dengan rotasi satu tahun di atas untuk posisi-posisi utama," ujar seorang letnan kolonel yang minta untuk disebutkan sebagai "Buz" karena kekhawatiran komandannya mengenai potensi balas dendam dari kelompok-kelompok teror musuh.
Penempatan bukan satu-satunya sebab pilot berhenti. Ketika ditempatkan di dalam negeri, para pilot seringkali harus bekerja lembur untuk menyelesaikan tugas-tugas administrasi, selain harus mempertahankan kemampuan terbang mereka.
Kekurangan pilot melonjak di saat para maskapai penerbangan komersial, yang menawarkan jadwal yang lebih stabil di dalam negeri dan potensi gaji yang lebih tinggi, mencari lebih banyak pilot.
Tom Hunt, bekas pilot pesawat tempur yang beralih menjadi pengacara di Washington, D.C., mengatakan jika bonus pilot ditingkatkan, masalah kelangkaan pilot akan teratasi. Namun ia juga mengatakan, membayar sekelompok pilot lebih banyak dibandingkan pilot lain akan menimbulkan ketegangan dalam angkatan.
Angkatan Udara AS telah meminta dana pada Kongres untuk menaikkan bonus dari US$25.000 per tahun menjadi $48.000 per tahun, peningkatan bonus pertama sejak 1999. Mereka juga berjanji akan mengurangi tugas administratif para pilot tempur.
Departemen Pertahanan AS berharap hal itu akan cukup untuk mempertahankan para pilot berpengalaman untuk mengejar kebutuhan operasi Angkatan Udara dan melatih pilot baru. [hd]