Presiden AS Joe Biden mengumumkan pengunduran dirinya sebagai kandidat calon presiden petahana dari Partai Demokrat, hari Minggu (21/7). Dalam surat yang ia posting di media sosialnya, Biden mengatakan, “Adalah demi kepentingan terbaik partai saya dan negara saya untuk saya mengundurkan diri dan fokus memenuhi tugas saya sebagai Presiden selama sisa masa jabatan saya.”
Melalui unggahan Twitternya, Biden juga menyatakan dukungan penuhnya bagi wakil presidennya, Kamala Harris, untuk menjadi calon presiden AS dari Partai Demokrat. “Ini saatnya untuk bersatu dan mengalahkan Trump,” tulis Biden.
Hampir seluruh 3.896 delegasi yang akan menghadiri Konvensi Nasional Partai Demokrat (DNC) di Chicago Agustus mendatang telah menjanjikan suara mereka untuk memilih Biden, yang memenangkan pemilihan pendahuluan di Amerika.
Akan tetapi, menurut peraturan DNC, “janji” itu bisa diubah, kata John C. Fortier, pakar pemilu di American Enterprise Institute, melalui Skype. “Mungkin akan ada negosiasi seandainya Biden memutuskan untuk mundur, dan mengatakan, mungkin kita setidaknya dapat mendorong atau mendukung atau mencoba menentukan cara agar Wakil Presiden Harris bisa menjadi calonnya. Akan tetapi, tidak ada jaminan pasti atau cara yang sah baginya (Biden) untuk mengalihkan dukungan padanya (Harris).”
Sebagai sosok yang ada pada urutan pertama pewaris jabatan presiden, Wapres Kamala Harris akan menjadi pilihan yang paling masuk akal.
Sebanyak 58 persen pemilih Partai Demokrat menganggap Harris bisa menjadi presiden yang baik, menurut jajak pendapat terbaru dari AP-NORC. Namun, hanya 30 persen penduduk Amerika secara umum yang berpikiran sama.
Sebagai pasangan Biden pada pilpres mendatang, Harris dapat menggunakan dana kampanye mereka, yang menurut laporan terakhir pada bulan Juni sudah terkumpul hingga $91 juta (sekitar Rp1,4 triliun).
Pencalonan Harris, yang seorang perempuan kulit hitam, juga bisa mengamankan suara pemilih kulit hitam, yang merupakan blok dukungan yang penting bagi partainya.
Meski demikian, Partai Demokrat mungkin juga ingin menghindari kesan tidak demokratis dari penobatan Harris secara otomatis sebagai calon presiden, terutama jika ada sosok lain yang ingin maju.
Kandidat lain yang dimaksud di antaranya Gubernur California Gavin Newsom, Gubernur Pennsylvania Josh Shapiro, dan Gubernur Michigan Gretchen Whitmer.
Elaine Kamarck dari The Brookings Institution adalah penulis buku yang menjelaskan bagaimana Amerika mengajukan calon presiden.
Melalui Skype, ia mengatakan, “Partai akan berkeinginan untuk mengadakan suatu proses sebelum konvensi, dan, pada konvensi itu, proses tersebut memungkinkan siapa saja yang memasuki bursa capres untuk membujuk para delegasi. Prosesnya bisa segala rupa. Bisa berupa pertemuan regional, bisa berupa debat.”
Pada konvensi, Partai Demokrat juga harus menentukan siapa yang akan menjadi calon wakil presiden, di mana prosesnya bisa memicu gairah baru sekaligus perpecahan.
Dosen komunikasi politik Texas A&M University, Jennifer Mercieca, menuturkan melalui Skype, “Siapa pun yang paling vokal mengkritik pemilihan Harris mungkin akan menjadi faksi partai yang calonnya akan dipilih menjadi cawapres. Tapi, ya, ini semua masih spekulasi, kita masih belum tahu, kita belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.”
Yang jelas, banyak gejolak dalam tubuh Partai Demokrat menjelang pemilu November mendatang.
Sementara itu, Partai Republik menunjukkan persatuannya di balik calon presiden Donald Trump, yang menutup Konvensi Nasional Partai Republik pekan lalu.
“Kita akan dengan cepat membuat Amerika berjaya kembali,” ungkap Trump.
Presiden AS Joe Biden sedang menjalani isolasi COVID-19 di kediaman pribadinya di Delaware saat mengumumkan pengunduran dirinya. [rd/ab/hj]
Forum