Aparat penegak hukum di Washington dalam siaga tinggi menjelang aksi unjuk rasa yang direncanakan, Sabtu (18/9), di Gedung Capitol, lokasi pemberontakan yang mematikan pada awal tahun ini.
Disebut “Keadilan untuk J6,” protes itu untuk mendukung beberapa tersangka yang dipenjara setelah serangan 6 Januari di mana pendukung mantan Presiden Donald Trump berusaha untuk mencegah sertifikasi kemenangan Joe Biden dalam pemilihan presiden 2020.
Polisi Capitol A.S. mengungkapkan mengetahui "obrolan" internet tentang potensi kekerasan dan mengambil tindakan pencegahan, jika perbincangan online itu ternyata kredibel.
“Bodoh jika kita tidak menganggap serius intelijen yang kita miliki,” kata Kepala Polisi USCP Tom Manger.
Manger sangat prihatin atas kemungkinan konfrontasi antara pendemo dan kontra pengunjuk rasa yang akan berada di lokasi sekitar satu kilometer jaraknya satu sama lain. Ia menyebutnya sebagai "skenario yang paling memungkinan" adanya kekerasan. Ia juga menambahkan para pengunjuk rasa berasal dari tiga kelompok - dua secara historis demonstrasi damai dan lainnya "menimbulkan beberapa bentrokan sebelumnya."
Tindakan pencegahan penegakan hukum menyerukan koordinasi antara polisi yang berpatroli di Gedung Capitol dan polisi untuk Ibu Kota Washington DC. Pentagon juga memiliki 100 anggota Garda Nasional yang bersiaga, jika diperlukan.
Para pejabat bersusah payah, hari Jumat (17/9) meyakinkan publik agar lebih terorganisir dibandingkan bulan Januari lalu dan tidak akan mentolerir kekerasan yang menyebabkan penerobosan Gedung Capitol. Manajemen Kepolisian Capitol mendapat kritikan karena meremehkan potensi kekerasan pada 6 Januari lalu sehingga para petugas tidak bersiap untuk menghadapinya. [mg/pp]