Presiden Susilo Bambang Yudhoyono baru-baru ini menandatangani Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan. Dalam peraturan presiden tersebut dinyatakan bahwa pemerintah akan mengalokasikan 45 persen wilayah Kalimantan sebagai paru-paru dunia.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto kepada VOA di Jakarta mengatakan langkah ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada tahun 2020.
Hadi Daryanto menjelaskan, "Dinyatakan 45 persen untuk fungsi-fungsi konservasi dan lindung yah tutupan vegetasinya dalah hutan tropis basah ditetapkan sebagai paru-paru dunia. Jadi kita berharap bahwa keanekaragaman hayati, hutan tropis, flora dan faunanya yang kaya seperti di Kalimantan dan endemik ini bisa dicegah kepunahannya, kehancurannya. Dan kita bisa melakukan rehabilitasi serta kegiatan-kegiatan perlindungan termasuk juga kawasan-kawasan yang berfungsi lindung, karena fungsi lindung ini penting untuk tata air."
Hadi menambahkan selain masalah hutan, aturan tentang tata ruang Kalimantan meliputi kemandirian energi dan lumbung energi nasional untuk tenaga listrik, pertambangan dan kelapa sawit.
Pemerintah menyebutkan koordinasi akan dilakukan dengan pemerintah daerah di empat provinsi tersebut. Lebih lanjut Hadi mengungkapkan pemerintah juga berencana akan menjadikan sebagian wilayah di Papua dan Sumatera sebagai paru-paru dunia.
"Membongkar hutan yang bagus kalau kita membongkar dan kita merilis karbon maka tidak akan kita bisa penuhi komitmen yang 26 persen. Jadi nanti akan ada lagi tata ruang pulau Papua, ini kan sedang disusun, ada 4 kepulauan yang baru keluar, baru Kalimantan," papar Hadi Daryanto.
Sementara itu, Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Bustar Maitar meyatakan pemerintah harus melakukan review konsesi-konsesi yang ada di Kalimantan jika ingin menjadikan 45 persen wilayah Kalimantan sebagai paru-paru dunia.
"Untuk mencapai 45 persen itu, yang harus dilakukan oleh pemerintah melakukan review dari konsesi yang ada di Kalimantan. Tanpa itu saya pikir mustahil bisa mencapai 45 persen. Secara politik kami melihat bagus, kami mendukung itu, tetapi kemudian adalah komitmen politik saja tidak cukup. Harus benar-benar diwujudkan di lapangan. Kalau tidak, kita malah dianggap berkomitmen sesuatu tanpa ada realisasinya," ujar Bustar Maitar.
Bustar mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak cukup dengan hanya mengeluarkan peraturan presiden. Presiden SBY kata Bustar harus memimpin langsung pengkajian ulang konsesi yang ada.
Jika hal itu tidak dilakukan maka, menurut Bustar, perusakan hutan di Indonesia akan terus terjadi.