Sejumlah pejabat Amerika Serikat mengatakan mereka sedang berupaya secara diplomatis untuk mencegah eskalasi pertempuran yang mengkhawatirkan antara Israel dan para pejuang Hizbullah yang didukung Iran yang berbasis di Lebanon selatan.
Ancaman perang yang lebih luas di perbatasan utara Israel muncul dalam pembicaraan di Washington pada hari Kamis (20/6), di mana Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan bertemu dengan Penasihat Keamanan Nasional Israel Tzachi Hanegbi dan Menteri Urusan Strategis Ron Dermer.
Diskusi mereka juga membahas upaya-upaya untuk mencapai gencatan senjata di Gaza, mengamankan pembebasan semua sandera yang tersisa dan meningkatkan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil Palestina.
"Kami sangat prihatin dengan situasi di bagian utara Israel," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, kepada para wartawan dalam konferensi pers hari Kamis.
"Kami telah melihat peningkatan dramatis serangan Hizbullah di sepanjang perbatasan yang menarget desa-desa Israel dan infrastruktur sipil. Oleh karena itu, kami telah mengupayakan resolusi diplomatik untuk mencoba menjelaskan bahwa tidak boleh ada eskalasi lebih lanjut," tambahnya.
Pembicaraan di Washington tersebut dilakukan menyusul pertemuan penasihat senior Gedung Putih Amos Hochstein pada awal pekan ini di Israel dan Beirut, di mana ia mengatakan gencatan senjata di Gaza dapat mengakhiri konflik Israel-Hizbullah.
Peringatan Hizbullah
Pemimpin Hizbullah di Lebanon, Hassan Nasrallah, pada Rabu (19/6) memperingatkan bahwa tidak ada tempat yang aman di Israel jika perang meletus antara negara itu dan kelompok militan tersebut. Dalam pidato di televisi, Nasrallah mengatakan Hizbullah yang didukung Iran memiliki “bank sasaran” yang akan menjadi subyek serangan jitu jika pertempuran sporadis antara kedua musuh itu bergulir menjadi konflik yang lebih luas.
"Tidak akan ada tempat yang aman di Israel dari rudal dan pesawat nirawak kami," tegasnya.
Sehari sebelumnya, Hizbullah merilis apa yang dikatakannya sebagai gambar-gambar dari drone yang menunjukkan sejumlah lokasi sensitif di Israel.
"Kami kini memiliki senjata baru. Tetapi saya tidak akan mengatakan senjata apa itu. Musuh kami tahu bahwa kami telah mempersiapkan diri untuk menghadapi yang terburuk, dan tidak ada satu tempat pun yang tidak dapat didatangi roket-roket kami," ujar Nasrallah pada Selasa (18/6).
Di sisi lain, saat berbicara dalam kunjungan ke perbatasan Israel dan Lebanon pada Rabu, Kepala Staff Pasukan Pertahanan Israel SDF Letnan Jenderal Herzi Halevi mengatakan pihaknya tahu persis tentang senjata-senjata Hizbullah.
"Musuh hanya tahu sebagian kecil kapabilitas kami, dan baru akan melihatnya pada waktu yang dibutuhkan."
Israel dan Hizbullah – kelompok militan di Lebanon yang merupakan sekutu Hamas di Gaza – telah saling serang sejak berkecamuknya perang Israel-Hamas pada 7 Oktober lalu. Dalam delapan bulan ini lebih dari 400 orang tewas di Lebanon, sebagian besar pejuang Hizbullah, dan sekitar 80 di antaranya warga sipil. Sementara di Israel, 16 tentara dan 11 warga sipil tewas dalam pertempuran itu.
Dalam siaran persnya, Nasrallah juga mengancam Siprus. Ia menuding Siprus membuka "bandara dan pangkalan militer Siprus bagi Israel untuk menarget Lebanon." Ia menambahkan "dengan langkah itu berarti pemerintah Siprus telah menjadi bagian dari perang, dan (pasukan) perlawanan akan menghadapinya sebagai bagian dari perang."
Presiden Siprus Nikos Christodoulides menanggapi dengan mengatakan negaranya “tidak mungkin terlibat” dalam operasi militer apapun.
Siprus adalah anggota Uni Eropa, yang juga merupakan bekas koloni Inggris. Inggris masih mengendalikan kedaulatan dua pangkalan militernya di pulau itu. [em/aa]
Forum