Tautan-tautan Akses

AS di Ambang Tonggak Suram Baru Terkait COVID


Antrean warga AS untuk vaksinasi COVID-19 di luar stadion Yankee di kawasan Bronx, New York, 5 Februari 2021. (Foto: dok)
Antrean warga AS untuk vaksinasi COVID-19 di luar stadion Yankee di kawasan Bronx, New York, 5 Februari 2021. (Foto: dok)

AS mencatat hampir setengah juta kematian akibat COVID-19. Ini adalah jumlah kematian terbanyak akibat virus corona di dunia, sebut Johns Hopkins Coronavirus Resource Center.

Presiden AS Joe Biden dijadwalkan berbicara mengenai nyawa yang hilang akibat virus itu hari Senin malam (22/2) di Gedung Putih, diikuti oleh mengheningkan cipta dan upacara penyalaan lilin.

Anthony Fauci
Anthony Fauci

“Orang-orang selama puluhan tahun dari sekarang akan berbicara mengenai hal ini sebagai tonggak buruk historis dalam sejarah negara ini, dengan begitu banyak orang yang meninggal akibat infeksi yang ditularkan melalui pernapasan,” kata Anthony Fauci, pakar penyakit menular terkemuka AS, di CNN, Minggu (21/2).

Untuk memperingati angka suram tersebut, New York Times mendedikasikan kolom-kolom utama di halaman depan edisi Minggu-nya dengan grafik yang memuat hampir 500 ribu titik, masing-masing mewakili individu di AS yang meninggal akibat virus mematikan itu.

AS juga memimpin di dunia dalam jumlah kasus COVID-19 dengan catatan lebih dari 28 juta.

Setahun silam Italia menjadi negara pertama di luar Asia yang mengukuhkan infeksi virus corona yang ditularkan secara lokal.

Paus Fransiskus dan Presiden Italia Sergio Mattarella menandai peringatan itu hari Minggu (21/2) dengan menetapkan "Hari Personel Layanan Kesehatan Nasional", hari yang diperingati setiap tahun untuk menghormati para dokter, perawat dan penyedia layanan medis lainnya.

Di berbagai tempat di Eropa, peluncuran kampanye vaksinasi di beberapa negara anggota Uni Eropa terhalang oleh apa yang disebut pejabat kesehatan masyarakat sebagai informasi keliru mengenai keamanan dan keampuhan vaksin AstraZeneca.

Banyak orang di Uni Eropa, termasuk para petugas layanan kesehatan, menolak vaksin virus corona buatan AstraZeneca, dengan menyebut kekhawatiran mengenai keampuhan dan keamanannya. (Foto: ilustrasi)
Banyak orang di Uni Eropa, termasuk para petugas layanan kesehatan, menolak vaksin virus corona buatan AstraZeneca, dengan menyebut kekhawatiran mengenai keampuhan dan keamanannya. (Foto: ilustrasi)

Majalah Jerman Spiegel melaporkan pekan lalu bahwa angka-angka dari Robert Koch Institute negara itu menunjukkan dari 736 ribu dosis vaksin AstraZeneca yang dikirim ke Jerman, baru 64.869 dosis yang digunakan.

Sementara itu, banyak orang di Uni Eropa, termasuk para petugas layanan kesehatan, menolak vaksin virus corona buatan AstraZeneca, dengan menyebut kekhawatiran mengenai keampuhan dan keamanannya. Para pejabat kesehatan masyarakat menyatakan kekhawatiran itu tidak berdasar, tetapi kekeliruan informasi berlanjut, mempengaruhi tingkat vaksinasi di sejumlah negara.

Menurut sebuah laporan di harian The Telegraph, Inggris, yang menggunakan vaksin AstraZeneca, tetap melangsungkan program imunisasinya dengan 23,9 persen populasinya telah menerima dosis pertama vaksin. Menurut surat kabar itu, hanya 3,2 persen dari populasi Uni Eropa yang telah menerima satu dosis vaksin.

“Virus ini berkembang karena kemiskinan, diskriminasi, perusakan lingkungan alam kita dan berbagai kegagalan HAM lainnya yang telah menciptakan kerapuhan luar biasa besar di dalam masyarakat kita,” tulis Sekjen PBB Antonio Guterres dalam esainya yang diterbitkan The Guardian edisi Senin (22/2). “Suatu tanggapan efektif terhadap pandemi harus didasarkan pada solidaritas dan kerja sama. Pendekatan yang memecah belah, keotoriteran dan nasionalisme tidak masuk akal dalam menghadapi ancaman global.”

CEO Serum Institute of India telah memperingatkan “negara-negara dan pemerintah-pemerintah” dalam cuitan di Twitter bahwa mereka mungkin tidak menerima vaksin virus corona tepat waktu karena perusahaan “telah diarahkan untuk memprioritaskan kebutuhan India yang sangat besar dan bersama dengan itu menyeimbangkan kebutuhan seluruh dunia. Kami berusaha melakukan yang terbaik.”

India memiliki lebih dari 11 juta kasus virus corona, sebut Hopkins.

Hopkins melaporkan pada Senin pagi bahwa ada lebih dari 111 juta kasus COVID dan hampir 2,5 juta kematian akibat virus itu di seluruh dunia. [uh/ab]

XS
SM
MD
LG