Di Manila, Rabu (27/7), Menlu AS John Kerry bertemu dengan sejumlah pejabat senior Filipina, termasuk presiden baru Filipina Rodrigo Duterte. Ini merupakan pertemuan pertama antar kedua pemimpin setelah keputusan mahkamah di Den Haag yang ditentang China.
Pada konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yasay, Kerry mengatakan AS mendorong semua pihak, termasuk China dan Filipina untuk berunding, mengatasi perbedaan secara diplomatik, bilateral dan multilateral, serta mengambil langkah-langkah untuk membangun kepercayaan.
Diplomat tertinggi AS itu mengatakan, China mengindikasikan keinginan dan kesiapannya untuk melangsungkan perundingan bilateral dengan Filipina, Selasa, satu hari setelah Kerry bertemu dengan Menlu China Wang Yi.
Sementara keinginan Filipina ini dipandang sejumlah pihak menyimpang dari pendirian AS, seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Washington tidak pernah menentang pembicaraan antara Manila dan Beijing, dan bahwa pembicaraan bilateral selama ini selalu menjadi salah satu pilihan.
Pejabat itu menegaskan, yang ditentang AS adalah menggunakan negosiasi langsung antara negara-negara pengklaim wilayah sengketa di Laut China Selatan sebagai prasyarat. China sudah lama mengatakan, pihaknya hanya akan menyelesaikan sengketa wilayah maritim melalui perundingan bilateral dan menolak penyelesaian multilateral.
Bonnie Glaser dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) mengatakan kepada VOA, Washington tidak pernah menentang bentuk-bentuk lain perundingan dan telah menegaskan bahwa mekanisme multilateral juga perlu diambil, khususnya ketika pembicaraan bilateral tidak membuahkan hasil. [ab/uh]