Amerika Serikat mengatakan pada Selasa (26/4) bahwa pihaknya tetap berkomitmen untuk melakukan pembicaraan dengan Korea Utara meskipun terdapat “provokasi” bahkan ketika AS berusaha untuk memperketat sanksi terhadap negara tersebut melalui PBB.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, yang mengawasi parade militer setelah pelaksanaan sejumlah uji coba rudal baru-baru ini, berjanji untuk mempercepat program nuklirnya ketika dia menyaksikan tank, peluncur roket, dan rudal balistik antarbenua yang lewat di depannya pada Senin (25/4) malam.
“Kami tetap terbuka untuk terlibat dalam diplomasi dan dialog dengan DPRK,” untuk mengakhiri program nuklirnya, kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price. Dia merujuk pada Korea Utara dengan nama resminya, Republik Rakyat Demokratik Korea (Democratic People's Republic of Korea).
“Tetapi kami juga memiliki kewajiban untuk mengatasi provokasi yang kami lihat dari DPRK termasuk dua peluncuran ICBM (misil balistik antarbenua) baru-baru ini,” katanya kepada wartawan.
Price mengatakan bahwa pernyataan Kim itu menegaskan “penilaian kami bahwa DPRK merupakan ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional dan rezim non-proliferasi global.”
Pemerintahan Presiden Joe Biden telah berulang kali menawarkan dialog dengan Korea Utara, yang tidak tertarik dengan pembicaraan tingkat kerja setelah tiga pertemuan tingkat tinggi Kim dengan pendahulu Biden, Donald Trump.
Rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang dipresentasikan awal bulan ini oleh Amerika Serikat dan dilihat oleh kantor berita AFP akan memperketat sanksi termasuk pengurangan jumlah minyak mentah yang boleh diimpor oleh Korea Utara, dari empat juta menjadi dua juta barel setiap tahun untuk keperluan sipil. [lt/jm]