Dalam wawancara di CNN yang disiarkan hari Minggu (24/5), Menteri Pertahanan Amerika, Ash Carter mengkritik cara Irak merespons pergerakan ISIS. Menurut Carter, jatuhnya kota Ramadi di propinsi Anbar seminggu lalu menunjukkan pasukan Irak tidak memiliki “semangat untuk melawan.”
“Tampaknya yang terjadi adalah tentara Irak tidak bersemangat untuk melawan. Mereka bukannya kalah jumlah,” kata Carter. “Jumlah mereka sebenarnya jauh melampaui militan ISIS. Di mata saya, dan saya pikir juga di mata banyak orang, hal itu menunjukkan masalah dalam semangat Irak melawan ISIS dan mempertahankan diri mereka.”
Susan Rice, penasihat keamanan nasional Amerika, berkomentar serupa dalam wawancara dengan stasiun CBS.
“Pasukan Irak menghadapi tantangan internal… mereka tidak merata dalam hal semangat, peralatan dan kepemimpinan,” kata Rice. Ia menambahkan Amerika terus membantu Irak mengatasi hal-hal yang dipandang sebagai kelemahan.
Menanggapi komentar-komentar itu, ketua komisi pertahanan parlemen Irak Hakim al-Zamili menyebutnya “tidak realistis dan tidak berdasar.” Kepada kantor berita AP, ia mengatakan Amerika berusaha menyalahkan Irak atas kegagalannya menyediakan “peralatan, senjata dan dukungan dari udara yang memadai” bagi tentara Irak.
Sementara itu para pejabat dan tokoh kesukuan di Anbar mengatakan kepada VOA pemerintah pusat Irak lambat dalam mengerahkan bantuan kesana.
Marina Ottaway, analis senior pada Pusat Kajian Timur Tengah di Woodrow Wilson Center, mengatakan militer Irak berkemampuan tinggi tetapi kurang bersemangat.
“Mereka jauh lebih terlatih dan memiliki tentara lebih banyak dari siapapun,” kata Ottaway, tetapi “mereka tidak tahu maksud perang ini atau mereka dipimpin secara lemah.”