Tautan-tautan Akses

AS, Taiwan, China Berlomba Kembangkan Teknologi Drone Militer 


Drone penyerang tipe CH-817 dipamerkan dalam Pameran Penerbangan dan Dirgantara Internasional China di Zhuhai, provinsi Guangdong, pada 29 September 2021. (Foto: Reuters/Aly Song)
Drone penyerang tipe CH-817 dipamerkan dalam Pameran Penerbangan dan Dirgantara Internasional China di Zhuhai, provinsi Guangdong, pada 29 September 2021. (Foto: Reuters/Aly Song)

Ketika Taiwan bersiap memulai latihan militer Han Kuang pada minggu ini, sistem pertahanan udaranya mendeteksi pesawat tak berawak milik China yang mengelilingi pulau itu. Itu merupakan keenam kalinya China mengirim sebuah drone untuk beroperasi di sekitar Taiwan sejak tahun 2023.

Drone seperti yang terbang di sekitar Taiwan, bertugas melakukan dua misi yaitu pengintaian dan intimidasi, dan aksi tersebut hanyalah sebagian kecil dari tren yang lebih luas yang menjadi berita utama, dari Ukraina hingga Timur Tengah dan Selat Taiwan. Sebuah tren yang mengubah peperangan.

Meningkatnya peran pesawat nirawak atau UAV, menambah kekhawatiran mengenai invasi China ke Taiwan, yang memiliki pemerintahan sendiri, sehingga mendorong AS, China, dan Taiwan untuk meningkatkan kecanggihan, kemampuan beradaptasi dan biaya pengembangan teknologi drone.

Strategi neraka

Pentagon meluncurkan Inisiatif Replikator senilai $1 miliar pada Agustus lalu, untuk menciptakan “ribuan” drone udara, laut, dan darat, menurut Unit Inovasi dalam Departemen Pertahanan AS. Pentagon bermaksud membangun kekuatan drone itu pada Agustus 2025.

Inisiatif tersebut adalah bagian dari apa yang baru-baru ini digambarkan oleh Laksamana AS Samuel Paparo kepada harian The Washington Post sebagai strategi "Hellscape" atau “pemandangan neraka.” Strategi tersebut bertujuan untuk melawan invasi China ke Taiwan, melalui peluncuran ribuan drone nirawak ke wilayah udara dan laut antara pulau itu dan China.

“Manfaat sistem nirawak adalah Anda mendapatkan peralatan dalam jumlah besar dengan harga yang murah dan sekali pakai dengan biaya rendah. Jika sebuah drone ditembak jatuh, satu-satunya orang yang menangisinya adalah para akuntan,” kata Zachary Kallenborn, peneliti kebijakan di George Mason University. “Kita dapat menggunakannya dalam skala besar dan membuat lawan kita kewalahan, serta menurunkan kemampuan pertahanan mereka.”

Hellscape, tambahnya, bertujuan menggunakan drone murah dengan jumlah besar dengan maksud berusaha menahan China agar tidak menyerang Taiwan.

Supremasi pembuatan drone

China sendiri memiliki rencana yang tengah dijalankan. Negara tersebut merupakan produsen drone komersial terbesar di dunia. Dalam sebuah pengarahan menyusul pernyataan Paparo kepada the Post, Beijing memperingatkan Washington bahwa mereka tengah melakukan perbuatan yang berisiko.

“Mereka yang berteriak untuk mengubah negara lain menjadi neraka haruslah menjadi pihak bersiap untuk terbakar di neraka,” ujar Kolonel Senior Wu Qian, juru bicara Kementerian Pertahanan China.

“Tentara Pembebasan Rakyat [China] mampu melawan dan memenangkan dengan menggagalkan intervensi eksternal dan menjaga kedaulatan nasional dan integritas wilayah kami. Kami tidak mempan dengan ancaman dan intimidasi,” tambah Wu.

Upaya China untuk mengembangkan penggunaan drone telah diperkuat oleh komitmen Xi Jinping pada pengembangan teknologi dan modernisasi di sektor militer, ungkap para analis.

“Militer China tengah mengembangkan lebih dari 50 jenis drone dengan kapabilitas yang bervariasi, mengumpulkan puluhan ribu armada yang kemungkinan 10 kali lebih besar dari kombinasi armada AS dan Taiwan,” kata Michael Raska, asisten profesor di Nanyang Technological University di singapura, kepada VOA melalui email. “Kelebihan dari segi kuantitas ini mendorong percepatan modernisasi militer China, dengan menempatkan drone di masa depan untuk melakukan berbagai macam tugas mulai dari mengumpulkan informasi intelijen sebelum konflik hingga melakukan penyerangan.” [ps/jm/rs]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG