PHNOM PENH —
Di Phnom Penh, Kamboja, para pemimpin ASEAN menandatangani sebuah deklarasi HAM kawasan yang kontroversial, yang mereka katakan adalah pencapaian besar.
Kepala-kepala negara dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memuji deklarasi itu sebagai tonggak penting bagi kawasan. Dalam upacara hari Minggu, para pemimpin dari blok beranggotakan 10 negara itu mengukir tanda tangan mereka pada Deklarasi HAM ASEAN.
Sekjen ASEAN Surin Pitsuwan terus memuji deklarasi itu ketika berbicara dengan wartawan setelah acara penandatanganan.
"Menurut saya, deklarasi tersebut perkembangan besar. Para pemimpin baru saja menandatangani deklarasi itu, memaksakan setiap pemerintah, setiap negara, standar tertinggi, yang ada dan tersedia. Dan ini tentu bisa digunakan untuk memantau praktek, perlindungan dan peningkatan HAM di negara-negara ASEAN," kata Pitsuwan.
Namun, banyak organisasi HAM menilai deklarasi itu kemungkinan hanya akan menjadi standar minimum, meskipun para pemimpin ASEAN memuji tambahan baru-baru ini, menyoroti pentingnya hukum internasional yang ada.
Yang dikhawatirkan, menurut kritikus, bagian-bagian yang tercakup dalam rancangan sebelumnya, yang menyatakan hak-hak azasi akan dipertimbangkan dalam "konteks regional dan nasional". Phil Robertson dari Human Rights Watch di New York mengatakan:
"Tidak boleh ada pengecualian nasional atau regional. Kita tidak bisa menetapkan berbagai kasus, seperti moralitas publik, bila semua hak-hak ini tidak akan diberlakukan. Yang sudah mereka lakukan hanya mengedepankan celah-celah, kemudian hendak memberi hiasan di sekitarnya," ujar Robertson.
Sekitar 60 organisasi HAM seluruh ASEAN juga telah menandatangani pernyataan yang mengeritik deklarasi itu. Kritikus juga mengecam proses dibalik penyusunan deklarasi tersebut. Satu komite ASEAN dibentuk untuk menulis konsep awal, tetapi konsep itu tidak pernah disampaikan secara terbuka, bahkan dalam sesi-sesi konsultasi terbatas dengan kelompok-kelompok masyarakat madani.
Mora Sar dari Majelis Rakyat Akar Rumput ASEAN mengatakan, "Sejauh ini, kami mendapat bocoran rancangan, atau kadang-kadang hanya kabar burung. Jika mereka menandatangani bentuk yang sekarang, kami sebagai masyarakat madani, benar-benar marah."
Organisasi-organisasi HAM mencoba membuat HAM masalah yang mendesak dalam pertemuan ini, khususnya menjelang kunjungan Presiden Amerika Barack Obama yang sangat diantisipasi, yang dijadwalkan dimulai hari Senin setelah persinggahannya di Burma. Tetapi ada kemungkinan perdebatan yang sedang berlangsung atas klaim teritorial Laut Cina Selatan, serta diskusi-diskusi tentang ekonomi dan kemungkinan daerah baru bebas perdagangan, akan mendominasi KTT mendatang. (Irwin Loy/VOA).
Kepala-kepala negara dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memuji deklarasi itu sebagai tonggak penting bagi kawasan. Dalam upacara hari Minggu, para pemimpin dari blok beranggotakan 10 negara itu mengukir tanda tangan mereka pada Deklarasi HAM ASEAN.
Sekjen ASEAN Surin Pitsuwan terus memuji deklarasi itu ketika berbicara dengan wartawan setelah acara penandatanganan.
"Menurut saya, deklarasi tersebut perkembangan besar. Para pemimpin baru saja menandatangani deklarasi itu, memaksakan setiap pemerintah, setiap negara, standar tertinggi, yang ada dan tersedia. Dan ini tentu bisa digunakan untuk memantau praktek, perlindungan dan peningkatan HAM di negara-negara ASEAN," kata Pitsuwan.
Namun, banyak organisasi HAM menilai deklarasi itu kemungkinan hanya akan menjadi standar minimum, meskipun para pemimpin ASEAN memuji tambahan baru-baru ini, menyoroti pentingnya hukum internasional yang ada.
Yang dikhawatirkan, menurut kritikus, bagian-bagian yang tercakup dalam rancangan sebelumnya, yang menyatakan hak-hak azasi akan dipertimbangkan dalam "konteks regional dan nasional". Phil Robertson dari Human Rights Watch di New York mengatakan:
"Tidak boleh ada pengecualian nasional atau regional. Kita tidak bisa menetapkan berbagai kasus, seperti moralitas publik, bila semua hak-hak ini tidak akan diberlakukan. Yang sudah mereka lakukan hanya mengedepankan celah-celah, kemudian hendak memberi hiasan di sekitarnya," ujar Robertson.
Sekitar 60 organisasi HAM seluruh ASEAN juga telah menandatangani pernyataan yang mengeritik deklarasi itu. Kritikus juga mengecam proses dibalik penyusunan deklarasi tersebut. Satu komite ASEAN dibentuk untuk menulis konsep awal, tetapi konsep itu tidak pernah disampaikan secara terbuka, bahkan dalam sesi-sesi konsultasi terbatas dengan kelompok-kelompok masyarakat madani.
Mora Sar dari Majelis Rakyat Akar Rumput ASEAN mengatakan, "Sejauh ini, kami mendapat bocoran rancangan, atau kadang-kadang hanya kabar burung. Jika mereka menandatangani bentuk yang sekarang, kami sebagai masyarakat madani, benar-benar marah."
Organisasi-organisasi HAM mencoba membuat HAM masalah yang mendesak dalam pertemuan ini, khususnya menjelang kunjungan Presiden Amerika Barack Obama yang sangat diantisipasi, yang dijadwalkan dimulai hari Senin setelah persinggahannya di Burma. Tetapi ada kemungkinan perdebatan yang sedang berlangsung atas klaim teritorial Laut Cina Selatan, serta diskusi-diskusi tentang ekonomi dan kemungkinan daerah baru bebas perdagangan, akan mendominasi KTT mendatang. (Irwin Loy/VOA).