Lima bulan setelah berlangsungnya pemilihan presiden (pilpres) di Afghanistan, komisi pemilihan umum, Selasa (18/2/), menyatakan petahana Presiden Ashraf Ghani menang. Sementara itu, pesaing kuat Ashraf, Abdullah Abdullah, menyebut keputusan itu ilegal dan menyatakan dia yang menang.
Kata komisi pemilu, Ghani memperoleh 50,6 persen suara, sementara Abdullah mendapat 39,5 persen, sesuai dengan hasil penghitungan suara sementara yang diumumkan Desember.
“Pengumuman ini tidak bisa diterima, dan kami akan menggunakan segala cara untuk melawannya,” kata Faridoon Khwazoon, juru bicara tim Abdullah.
Ghani berbicara dengan pendukungnya di Kabul dan menggarisbawahi pentingnya perundingan damai dengan Taliban. Dia juga mengatakan bahwa pemerintahannya akan menciptakan perdamaian di negara itu.
Namun Taliban dengan cepat menolak hasil pilpres itu dan kemenangan Ghani yang disebutnya sebagai “ilegal.” Kata sebuah pernyataan, kelompok pemberontak itu mengatakan, pemilihan umum apapun yang dilangsungkan di bawah “pendudukan pasukan asing” tidak akan pernah bisa menyelesaikan konflik di Afghanistan.
Hanya beberapa hari sebelumnya, para pendukung Abdullah, termasuk Jenderal Abdul Rashid Dostum, wakil presiden Afghanistan yang pertama dan tokoh penting di bagian utara, memperingatkan akan mendirikan pemerintahan tandingan kalau komisi pemilu mengumumkan hasil pemilu yang kata mereka curang. [ii/pp]