Dua puluh siswa kelas 8 di SD-SMP Satu Atap Bulili, Kecamatan Lore Selatan, yang berjarak sekitar 100 kilometer dari Ibu Kota Kabupaten Poso, Jumat (27/4) lalu berupaya keras mengulang pengucapan kalimat dalam bahasa Inggris, yang menjadi mata pelajaran terakhir pada hari itu.
Berbeda dengan sekolah-sekolah lain, guru yang memandu mereka belajar bahasa Inggris ini adalah Brigadir Kepala Hans Lapanda, anggota Polsek Lore Selatan.
Efil Manna Taula, siswi kelas 8 di sekolah itu kepada VOA mengakui pada awalnya ia dan teman-temannya merasa gugup ketika yang berinteraksi dengan guru yang mengenakan seragam polisi. Tetapi setelah berinteraksi selama hampir satu tahun, kegugupan itu sirna. Kini mereka dapat mengikuti pelajaran bahasa Inggris dengan lebih baik.
“Pertama ketemu gugup, tapi setelah sekian lama tidak. Mungkin karena polisi,” kata Efil.
Kegugupan serupa juga dialami sang polisi. Brigadir Kepala Hans Lapanda mengatakan ia tidak pernah berpikir akan terjun menjadi pengajar Bahasa Inggris di sekolah, tetapi ia merasa terpanggil ketika mengetahui siswa kelas 7-9 di sekolah dasar itu tidak memiliki guru bidang studi Bahasa Inggris. Padahal Bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Akhir Nasional.
“Saya datang ke sini mungkin nilai plusnya adalah ilmu yang saya punya itu bisa terus berkembang dan bisa terus di refresh di dalam memori otak saya dan bisa membagikan ilmu ini. Ada kepuasan tersendiri ketika ilmu yang kami punya bisa dibagikan kepada adik-adik siswa yang ada disini,” kata Bripka Hans.
Lapanda mengajar tiga hingga lima kali dalam sepekan. Tak jarang ia juga menyisihkan sebagian gajinya untuk membeli buku dan alat tulis, yang dibagikannya kepada siswa untuk memotivasi mereka. Jika ada alat yang tidak tersedia, misalnya earphone atau headset, ia melakukan inovasi agar materi pelajaran tetap bisa dipahami siswa.
“Materi di buku biasa ada kode harus pakai earset atau alat penunjang lainnya seperti kaset dalam, misalnya, listening, kita butuh sekali alat pendukung seperti itu, ketika itu tidak ada saya lewati materinya atau saya berinovasi sendiri supaya materi itu bisa diserap dan tidak terlewatkan begitu saja,” kata Bripka Hans Lapanda.
Kepala Sekolah SD-SMP Satu Atap Bulili, Feri Ratowo, sangat bersyukur dengan kesediaan Lapanda karena dalam lima tahun terakhir ini tidak ada guru definitif, atau guru yang berstatus pegawai negeri sipil, untuk matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, PKN dan biologi.
“Yang kami lakukan dalam rangka penanggulangan adalah merekrut tenaga-tenaga honorer atau tenaga sukarela yang betul-betul sukarela tanpa memperhitungkan soal biaya. Kami dari sekolah hanya memberikan ucapan terima kasih. Sekedar ucapan terima kasih,” kata Feri.
Ditemui secara terpisah, Sujaminto Suryanto, Pejabat Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Poso Sulawesi Tengah, mengatakan saat ini secara keseluruhan Kabupaten Poso mengalami kekurangan tenaga guru definitif mulai dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama.
“Jadi jumlah kekurangan guru di Kabupaten Poso ini sejak dari 2016 - 2017 yang kami sudah data, SD kekurangan 374 guru, SMP 411. Nah, total semua itu sejumlah 785,” kata Sujaminto.
Kekurangan guru di Poso terjadi sejak dilakukannya moratorium penerimaan CPNS atau Calon Pegawai Negeri Sipil oleh pemerintah pada 2015. Sejak pemberlakuan moratorium itu tidak ada pengangkatan guru definitif. Padahal, setiap bulan ada 10-15 guru yang memasuki masa pensiun. Moratorium ini baru akan berakhir 2019.
“Kami mulai melihat tidak adanya pengangkatan pegawai negeri khusus guru sejak adanya moratorium di 2015-2016. Sedangkan guru yang ada itu pensiun per tiga bulan di atas 10 sampai 15 orang. Hitung saja kalau sudah berapa tahun ini,” ujar Sujaminto.
Terlepas dari masih diberlakukannya moratorium penerimaan CPNS itu, tetap ada harapan besar bahwa kekurangan guru dan keterbatasan prasarana sekolah di pedalaman Poso ini akan mendapat perhatian pemerintah pusat.
“Semoga kami mendapat bantuan guru atau alat-alat bahasa Inggris seperti kamus di sekolah kami ini,” kata Alfen Fabio Toheba, siswa kelas 8.
“Jadi harapan kami dari SD-SMP Satu Atap Bulili, yang pertama, kami mohon bantuan dari Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat supaya bisa mengadakan, melengkapi tenaga guru yang definitif. Kemudian yang lain adalah kelengkapan fasilitas,” kata Feri.
Harapan yang perlu mendapat perhatian serius ketika merayakan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei ini. [yl/em]