Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi menolak untuk mengizinkan penyelidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai dugaan kekejaman terhadap minoritas Muslim Rohingya di bagian barat negara itu, meskipun ada tekanan dari Uni Eropa dan organisasi-organisasi hak asasi manusia.
Dalam perjalanan ke Brussels pada hari Rabu, ia membantah telah mengabaikan dugaan kekejaman yang dilakukan oleh militer. Koresponden VOA Henry Ridgwell melaporkan.
Shamsida yang berusia 35 tahun adalah pengungsi dari Myanmar – seorang Muslim dari minoritas Rohingya. Kejadian mengerikan yang diingatnya dari bulan November tahun lalu juga dikemukakan oleh sejumlah wanita lain yang telah melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh.
“Setelah sholat dzuhur, sekitar 300 sampai 400 tentara menyerbu desa kami dan mengepung semua wanita. Mereka mulai memukul anak-anak kami dan menghancurkan semua barang milik di rumah kami. Ketika itu, tiga tentara memperkosa saya,” kata Shamsida.
Tuduhan kekejaman itu dilakukan setelah terjadi serangan oleh militan Rohingya di sebuah pos perbatasan pada bulan Oktober.
Para saksi mata mengatakan tentara membunuh sekitar 600 orang, termasuk anak-anak. Ratusan wanita diperkosa. Video setelah kejadian itu muncul baru-baru ini, yang sebagian besar terlalu grafis untuk ditonton.
“Mereka tidak melakukannya hanya di negara bagian Rakhine, mereka melakukannya di negara bagian Karen, mereka juga melakukannya di negara bagian Shan dan juga di negara bagian Kachin. Tapi mana tanggapan dari masyarakat internasional? Kegagalan tanggapan ini tidak hanya membiarkan para korban tewas. Ini juga menunjukkan bahwa pemerintah Myanmar dan tentara Myanmar dapat melakukan hal serupa pada masa depan,” kata Kyaw Win dari Jaringan HAM Myanmar.
Ketika mengunjungi Brussels hari Selasa, Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi kembali menolak penyelidikan yang dipimpin oleh PBB mengenai tindakan keras yang dilakukan oleh militer tersebut.
Kepada para wartawan ia mengatakan, "Rekomendasi yang akan memecah belah lebih jauh dua komunitas di Rakhine itu tidak akan kami terima, karena tidak akan membantu kami menyelesaikan masalah-masalah yang terus muncul.”
Aung San Suu Kyi, peraih Nobel Perdamaian, membantah mengabaikan laporan tentang kekejaman itu.
"Kami sama sekali tidak mengabaikan tuduhan-tuduahn pemerkosaan atau pembunuhan atau pembakaran atau apapun. Kami telah meminta agar semua ini diajukan ke pengadilan dan diadili,” jelasnya.
Embargo senjata Uni Eropa terhadap Myanmar tetap berlaku. Namun demikian, panglima militer Myanmar Min Aung Hlaing – yang terlihat hadir di Brussels pada tahun 2015 – mengunjungi Jerman dan Austria minggu lalu. Para pengecam mengatakan Eropa menjadi tuan rumah bagi terduga penjahat perang.
Mengenai sambutan kunjungan Hlaing ke Eropa itu, Kyaw Win dari Jaringan HAM Myanmar mengatakan, “Pasukannya melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, dia disambut dengan sangat hangat di dunia yang beradab.”
Aung San Suu Kyi akan mengunjungi London minggu depan, di mana demonstrasi direncanakan untuk memrotes dugaan kekejaman di negara bagian Rakhine. [lt/uh]