Bentrokan diplomasi vaksin menandai keretakan lain dalam hubungan bilateral Australia-China, yang tahun lalu memburuk, ketika Australia menyerukan sebuah penyelidikan independen mengenai beberapa tanggapan dan asal-usul virus COVID-19.
Australia pada Maret lalu menjadi negara pertama yang memberikan vaksin kepada Papua Nugini karena jumlah infeksi bertambah pesat di bekas koloninya dan sekaligus tetangga terdekat Australia.
Papua Nugini menerima pengiriman 200.000 dosis vaksin Sinopharm buatan China pada 23 Juni 2021.
Pemerintah Papua Nugini menyatakan vaksin Sinopharm pada awalnya akan diberikan kepada warga negara China di negara tersebut.
Surat kabar berbahasa Inggris Partai Komunis China, Global Times, menuduh negara kanguru itu "menempatkan konsultan Australia" di Papua Nugini untuk "merusak kerjasama vaksin China dengan negara-negara kepulauan Pasifik."
Menteri Pembangunan Internasional dan Pasifik Australia, Zed Seselja, membantah tuduhan itu dalam sebuah kunjungan ke negara kepulauan Pasifik Selatan tersebut. “Australia mendukung proses regulasi, tentu saja proses internasional melalui WHO. Berkaitan dengan peluncuran vaksin, fokus kami hanyalah memastikan untuk memberikan bantuan sebanyak mungkin yang kami sanggup. Jika negara lain ingin memberikan bantuan vaksin, itu luar biasa," ujarnya.
Wang Wenbin, juru bicara Kementerian Luar Negeri China mendukung kritikan Global Times terkait langkah yang dinilai sebagai "perilaku tidak bertanggung jawab" Australia.
“Kami mendesak pihak Australia untuk berhenti mengganggu dan merusak kerjasama vaksin China dengan negara-negara kepulauan Pasifik, dan bergabung dalam upaya praktis untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat negara pulau itu sekaligus mempromosikan kerjasama internasional dalam memerangi epidemi,” tandasnya.
Australia telah memberi Papua Nugini hampir 30.000 dosis AstraZeneca. Negara di Pasifik Selatan itu juga telah menerima 132.000 dosis AstraZeneca melalui program Vaccines Global Access atau COVAX untuk virus corona.
Sejumlah kekhawatiran muncul di antara negara-negara penerima terkait diplomasi vaksin China itu yang kemungkinan akan dipungut biaya, , tetapi spekulasi itu kemudian dibantah negara Asia Timur itu.
Beijing pertama kali menjanjikan vaksin pada Februari 2021, namun Papua Nugini tidak menyetujui Sinopharm untuk penggunaan darurat hingga Mei lalu.
Papua Nugini merupakan negara berpenduduk hampir 9 juta orang yang sebagian besar tinggal di desa-desa.
Negara yang berbatasan dengan Indonesia itu mencatat lebih dari 17.000 infeksi dengan 173 kematian secara keseluruhan. Akan tetapi angka sebenarnya sulit untuk diukur karena kurangnya pengetesan COVID-19. [mg/jm]