Dalam upaya terakhir untuk menyelamatkan dua pengedar narkoba dari hukuman mati di Indonesia, Menteri Luar Negeri Australia mendesak pemerintah di Jakarta, Senin (27/4), untuk menunda eksekusi-eksekusi sampai dugaan-dugaan korupsi dalam persidangan mereka dapat diselidiki.
Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengklaim bahwa para hakim persidangan telah meminta puluhan ribu dolar untuk menghukum penjara kedua terpidana kurang dari 20 tahun di penjara.
"Dugaan-dugaan ini sangat serius. Hal ini mempertanyakan integritas proses penghukuman dan ini masalah bagi komisi yudisial Indonesia untuk menyelidiki masalah-masalah ini dan bahwa ini menggarisbawahi mengapa kakmi terus meminta Indonesia untuk mengizinkan komisi yudisial untuk menuntaskan kajiannya. Hal ini harus diperbolehkan sebelum tindakan apa pun diambil untuk menyiapkan eksekusi-eksekusi. Eksekusi adalah langkah yang tidak dapat ditarik kembali dan saya yakin bahwa sidang-sidang ini dan proses-proses banding harus dituntaskan sebelum keputusan apapun diambil," ujar Bishop.
Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan Australia perlu menunjukkan bukti dugaan korupsi dalam persidangan kedua terpidana asal Australia sebelum pemerintah melakukan penyelidikan, sambil mempertanyakan mengapa kekhawatiran ini baru diajukan sekarang bukannya 10 tahun lalu.
Armanatha Nasir, juru bicara Kementerian Luar Negeri, mengatakan Myuran Sukumaran dan Andrew Chan telah diberi semua jalur hukum untuk menantang hukuman mati mereka.
Todung Mulya Lubis, pengacara untuk kedua terpidana, mengatakan ia menginginkan investigasi untuk apa yang menurutnya proses hukum tidak adil untuk kasus mereka.
"Saya tahu kita telah melakukan semua yang mungkin di bawah sistem hukum kita, kita telah melakukan semuanya. Kita telah menghabiskan semua jalur legal. Namun Sukumaran dan Andrew Chan masih merasa ada yang salah dengan semua proses hukum ini di pengadilan di Bali," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengatakan Senin bahwa ia akan berkonsultasi dengan Jaksa Agung mengenai isu-isu legal seputar kasus terpidana hukuman mati asal Filipina, Mary Jane Veloso. Pernyataan itu dikeluarkan setelah Presiden Filipina Benigno Aquino bertemu Presiden Jokowi di KTT ASEAN di Kuala Lumpur dan meminta pertimbangan kemanusiaan dalam kasus ini.
Puluhan demonstran Filipina berkumpul Senin di luar kedutaan besar Indonesia yang dijaga ketat di Manila, menuntut Presiden Jokowi menghentikan eksekusi Veloso.
Ke-10 terpidana, yang telah diberi pemberitahuan 72 jam hari Sabtu, akan dieksekusi paling awal Selasa malam.