Bangladesh memvonis mati 20 mahasiswa, Rabu (8/12), karena pembunuhan brutal pada tahun 2019 terhadap seorang pemuda yang mengkritik pemerintah di media sosial.
Mayat Abrar Fahad (21), yang babak belur ditemukan di asrama universitasnya beberapa jam setelah ia menulis sebuah pernyataan di Facebook yang mengecam Perdana Menteri Sheikh Hasina karena menandatangani kesepakatan pembagian air dengan India.
Ia dipukuli dengan tongkat kriket dan benda tumpul lainnya selama enam jam oleh 25 mahasiswa yang merupakan anggota divisi mahasiswa Partai Liga Awami yang berkuasa, Liga Chhatra Bangladesh (BCL).
"Saya senang dengan putusan itu," kata ayah Fahad, Barkat Ullah, kepada wartawan di luar pengadilan setelah putusan. "Saya berharap hukuman itu akan segera dilaksanakan."
Jaksa Abdullah Abu mengatakan kepada AFP bahwa lima pelaku lainnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Semua yang dijatuhi hukuman mati berusia antara 20 dan 22 tahun dan kuliah di Universitas Teknik dan Teknologi Bangladesh yang terkenal elit bersama Fahad. Seorang pengacara para terdakwa mengatakan klienya akan mengajukan banding atas vonis tersebut.
Pernyataan Fahad di Facebook menjadi viral beberapa jam sebelum kematiannya. Ia mengkritik pemerintah karena menandatangani perjanjian yang mengizinkan India mengambil air dari sungai yang terletak di perbatasan kedua negara.
Dalam rekaman CCTV yang bocor dan menjadi viral di media sosial, Fahad terlihat berjalan ke asrama bersama beberapa aktivis BCL. Sekitar enam jam kemudian, jenazahnya dibawa oleh para mahasiswa itu dan dibaringkan di tanah. BCL menjadi terkenal dalam beberapa tahun terakhir setelah beberapa anggotanya dituduh melakukan pembunuhan, kekerasan dan pemerasan.
Pada tahun 2018, sejumlah anggotanya diduga menggunakan kekerasan untuk menekan protes besar mahasiswa anti-pemerintah.Protes itu dipicu oleh kemarahan atas keselamatan jalan setelah seorang mahasiswa tewas ditabrak bus yang melaju kencang. Para pengunjuk rasa menyerukan agar para penyerang untuk dihukum berat dan agar BCL dinyatakan sebagai organisasi terlarang.
Hasina bersumpah segera setelah serangan itu bahwa para pembunuh akan mendapatkan "hukuman terberat".
Hukuman mati adalah hal biasa di Bangladesh. Ratusan orang kini tercatat sebagai terpidana mati. Semua eksekusi dilakukan dengan cara digantung, warisan zaman kolonial Inggris. [ab/lt]