Tautan-tautan Akses

Isu Iklim

Banjir Bandang di Spanyol, Sedikitnya 51 Orang Tewas

Warga melihat mobil-mobil yang menumpuk setelah tersapu banjir di Valencia, Spanyol, 30 Oktober 2024.
Warga melihat mobil-mobil yang menumpuk setelah tersapu banjir di Valencia, Spanyol, 30 Oktober 2024.

Hujan deras mengguyur sebagian besar wilayah timur dan selatan Spanyol pada hari Selasa, membanjiri jalan-jalan dengan air berlumpur dan mengganggu perjalanan kereta api dan udara.

Sedikitnya 51 orang tewas di wilayah timur Spanyol, Valencia, setelah banjir bandang menghanyutkan mobil, mengubah jalanan desa menjadi sungai, dan mengganggu jalur kereta api, serta jalan raya; sebuah bencana alam terburuk yang melanda dalam beberapa waktu terakhir.

Layanan darurat di wilayah timur Valencia mengonfirmasi jumlah korban tewas tersebut pada hari Rabu (30/10).

Hujan badai pada hari Selasa (29/10) menyebabkan banjir di sebagian besar wilayah selatan dan timur Spanyol. Air banjir bercampur lumpur menjatuhkan kendaraan di jalanan dengan kecepatan yang menakutkan. Potongan-potongan kayu berputar bersama barang-barang rumah tangga. Polisi dan petugas penyelamat menggunakan helikopter untuk mengangkat orang-orang dari rumah dan mobil mereka.

Sejumlah orang dilaporkan hilang pada Selasa malam, menurut otoritas setempat, tetapi keesokan paginya ada pengumuman mengejutkan tentang puluhan orang yang ditemukan tewas.

Members of the INFOCA (Andalusia Fire Prevention and Extinction Plan) clean a flooded street in Cartama, near Malaga, on Oct. 30, 2024, after heavy rains hit southern Spain.
Members of the INFOCA (Andalusia Fire Prevention and Extinction Plan) clean a flooded street in Cartama, near Malaga, on Oct. 30, 2024, after heavy rains hit southern Spain.

Lebih dari 1.600 tentara dari unit tanggap darurat Spanyol dikerahkan ke daerah-daerah yang hancur.

“Kemarin adalah hari terburuk dalam hidup saya,” kata Ricardo Gabaldón, walikota Utiel, sebuah kota di Valencia, kepada lembaga penyiaran nasional RTVE. Dia mengatakan beberapa orang masih hilang di kotanya.

“Kami terjebak seperti tikus. Mobil-mobil dan kontainer sampah mengalir di jalanan. Air naik hingga tiga meter,” katanya. Spanyol telah mengalami badai musim gugur yang serupa dalam beberapa tahun terakhir, tetapi tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kehancuran yang terjadi dalam dua hari terakhir.

Jumlah korban tewas bisa saja bertambah dengan daerah-daerah lain yang belum melaporkan korban dan upaya pencarian masih terus dilakukan di daerah-daerah yang aksesnya sulit. Di desa Letur, wilayah tetangga Castilla La Mancha, Wali Kota Sergio Marín Sánchez mengatakan bahwa enam orang hilang.

Sebuah kereta api berkecepatan tinggi dengan hampir 300 orang di dalamnya tergelincir di dekat Malaga, meskipun pihak berwenang kereta api mengatakan tidak ada yang terluka. Layanan kereta api berkecepatan tinggi antara kota Valencia dan Madrid terganggu, begitu juga dengan beberapa jalur kereta komuter.

A man cleans his house affected by floods in Valencia, Spain, Oct. 30, 2024.
A man cleans his house affected by floods in Valencia, Spain, Oct. 30, 2024.

Presiden regional Valencia Carlos Mazón mendesak orang-orang untuk tetap tinggal di rumah agar tidak mempersulit upaya penyelamatan. Pasalnya, perjalanan darat sudah sulit dilakukan akibat pohon-pohon tumbang dan kendaraan yang rusak.

“Lingkungan ini hancur, semua mobil bertumpuk satu sama lain, benar-benar hancur,” kata Christian Viena, seorang pemilik bar di desa Barrio de la Torre, Valencia, melalui telepon. “Semuanya hancur total. Semuanya siap untuk dibuang. Lumpurnya hampir mencapai 30 sentimeter.”

Pemerintah pusat Spanyol membentuk komite krisis untuk membantu mengkoordinasikan upaya penyelamatan.

Hujan telah mereda di Valencia pada Rabu pagi. Namun, lebih banyak badai diperkirakan akan terjadi hingga hari Kamis (31/10), menurut layanan cuaca nasional Spanyol.

Spanyol masih dalam masa pemulihan akibat kekeringan parah awal tahun ini. Para ilmuwan mengatakan peningkatan episode cuaca ekstrem kemungkinan terkait dengan perubahan iklim. [th/em]

See all News Updates of the Day

VOA Headline News: Laporan PBB Peringatkan Kemungkinan Terjadinya Kelaparan yang Diperburuk oleh Konflik dan Guncangan Iklim

VOA Headline News: Laporan PBB Peringatkan Kemungkinan Terjadinya Kelaparan yang Diperburuk oleh Konflik dan Guncangan Iklim
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:05:00 0:00

Akan Boikot KTT Iklim PBB, Papua Nugini: ‘Buang-buang Waktu’

FILE - Menteri Luar Negeri Papua Nugini Justin Tkatchenko dalam konferensi pers dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Port Moresby, 20 April 2024. (Andrew KUTAN / AFP)
FILE - Menteri Luar Negeri Papua Nugini Justin Tkatchenko dalam konferensi pers dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Port Moresby, 20 April 2024. (Andrew KUTAN / AFP)

Papua Nugini, Kamis (31/10) menyatakan akan memboikot konferensi tingkat tinggi iklim PBB, COP29, yang akan diselenggarakan bulan depan, dengan menyebut negosiasi isu pemanasan global itu sebuah pertemuan yang “membuang-buang waktu” dan penuh dengan janji-janji kosong para pelaku utama pencemaran.

Meski sebelumnya banyak yang mengkritik pertemuan iklim tahunan itu, jarang ada negara yang sepenuhnya memboikot penyelenggaraannya. “Tidak ada gunanya kalau kita tertidur gara-gara penat terbang (jet lag), karena kita tidak akan menyelesaikan masalah apa pun,” kata Menteri Luar Negeri Papua Nugini Justin Tkatchenko kepada AFP sebelum COP29 di Azerbaijan pada November.

“Semua pelaku utama pencemaran di dunia berjanji dan berkomitmen untuk memberikan jutaan (dolar) untuk membantu upaya pemulihan dan bantuan iklim. Dan saya bisa beri tahu Anda sekarang bahwa itu semua akan diberikan kepada konsultan.”

Pulau Nugini adalah rumah bagi hamparan hutan hujan terbesar ketiga di dunia, menurut Dana Dunia untuk Alam (World Wildlife Fund/WWF), dan telah lama dikenal sebagai salah satu “paru-paru dunia.”

Papua Nugini, yang miskin, diapit lautan, dan rentan bencana alam, juga dinilai sangat rentan terkena dampak perubahan iklim. “COP benar-benar membuang-buang waktu,” kata Tkatchenko.

“Kami muak pada retorika dan pertemuan yang tidak ada habisnya yang pada akhirnya tidak menyelesaikan masalah apa pun selama tiga tahun terakhir ini.”

“Kami adalah negara dengan hutan hujan terbesar ketiga di dunia. Kami menyerap polutan dari negara-negara besar ini. Dan mereka dapat bebas begitu saja tanpa konsekuensi apapun.”

‘Festival Membual’

KTT Iklim PBB tahun 2015 menyepakati Perjanjian Paris yang bersejarah, di mana hampir semua negara di seluruh dunia sepakat untuk memangkas emisi mereka untuk membatasi kenaikan suhu global.

Akan tetapi, pertemuan-pertemuan berikutnya semakin dikecam luas, terutama dipicu oleh persepsi bahwa para pelaku utama pencemaran menggunakan pengaruh mereka untuk membatasi aksi iklim lebih lanjut.

Sementara itu, dana adaptasi yang dibentuk melalui COP untuk membantu negara-negara berkembang dituduh memiliki birokrasi yang lamban, yang gagal memahami urgensi krisis yang sedang terjadi.

Pada tahun lalu, kelompok-kelompok masyarakat sipil bersatu untuk mendesak pemboikotan KTT iklim yang diselenggarakan oleh Uni Emirat Arab, dengan mengklaim bahwa pertemuan tersebut akan “membersihkan” reputasi buruk negara minyak itu dalam isu iklim.

Sementara pada tahun 2009, karena tidak puas dengan usulan pemangkasan emisi, puluhan negara Afrika memimpin aksi walk-out saat penyelenggaraan COP tahun itu di Kopenhagen.

Untuk tahun ini, Ukraina menekan para sekutunya untuk tidak menghadiri KTT tahun ini jika Presiden Rusia Vladimir Putin hadir.

Akan tetapi, Papua Nugini menjadi salah satu negara pertama di dunia yang menyuarakan pemboikotan COP29 sepenuhnya secara lantang.

“Mengapa kami menghabiskan semua uang ini untuk pergi ke belahan dunia yang lain hanya untuk menghadiri festival membual ini,” kata Tkatchenko.

‘Tidak Menarik Perhatian’

Papua Nugini adalah satu dari lima negara Pasifik yang terlibat dalam kasus yang sangat penting di Mahkamah Internasional, yang akan segera menguji apakah pelaku pencemaran dapat dituntut karena mengabaikan kewajiban iklim mereka.

Negara-negara Pasifik yang berada di dataran rendah seperti Tuvalu dapat tenggelam hampir seluruhnya akibat naiknya permukaan laut dalam 30 tahun ke depan.

Tkatchenko mengatakan, keputusan untuk menarik diri dari KTT Iklim PBB mendapatkan pujian dari blok Pasifik. “Saya berbicara atas nama negara-negara pulau kecil yang keadaannya lebih buruk dari Papua Nugini. Mereka tidak mendapat perhatian dan pengakuan sama sekali.”

Tkatchenko melanjutkan, Papua Nugini justru akan mencoba mencapai kesepakatan iklimnya sendiri melalui kanal bilateral, salah satunya dengan Singapura, di mana negosiasi sedang berlangsung. “Bersama negara-negara yang sepaham, seperti Singapura, kami bisa berbuat 100 kali lipat daripada COP. Mereka memiliki jejak karbon yang besar, dan kami ingin memikirkan cara agar mereka dapat bekerja sama dengan Papua Nugini untuk memperbaikinya,” tandasnya.

Awal Oktober lalu, salah satu pertemuan penting menjelang COP29 berakhir dengan kekecewaan, di mana negara-negara membuat kemajuan kecil untuk membahas cara mendanai kesepakatan finansial baru bagi negara-negara yang lebih miskin.

COP, singkatan dari conference of parties (konferensi pihak-pihak), merupakan konferensi perubahan iklim utama PBB yang digelar setiap tahun, di mana negara-negara pihak berusaha menentukan komitmen iklim yang mengikat secara hukum. [rd/em]

Kebakaran, Banjir, dan Kekeringan Yang Semakin Parah Melanda Australia

FILE - Lahan pertanian di dekat Bendigo, Australia, terendam banjir, 8 Januari 2024. (Diego Fedele/AAP Image via AP)
FILE - Lahan pertanian di dekat Bendigo, Australia, terendam banjir, 8 Januari 2024. (Diego Fedele/AAP Image via AP)

Perairan samudera Australia berubah menjadi lebih asam, kebakaran hutan terjadi lebih lama, dan kekeringan menjadi lebih parah, demikian menurut sebuah laporan iklim baru yang dirilis Kamis (31/10) oleh para peneliti pemerintah.

Laporan State of the Climate, yang disusun selama dua tahun oleh Biro Cuaca dan Badan Ilmu Pengetahuan Nasional Australia, memberikan gambaran yang suram tentang kehidupan di negara yang terbakar sinar matahari ini, kecuali jika upaya pengurangan emisi global dirombak secara radikal.

“Laju perubahanlah yang menjadi perhatian utama kami di sini,” ujar pakar iklim dari Biro Meteorologi, Karl Braganza. “Ilmu sains sudah sangat jelas, kita harus mencapai net zero secepat mungkin. Jelas sekali bahwa membuat perubahan itu sangat sulit dan tidak terjadi dalam semalam.”

Iklim Australia telah menghangat rata-rata 1,51 derajat Celcius sejak tahun 1910, sementara suhu lautan telah meningkat 1,08 derajat Celcius sejak tahun 1900. Pemanasan ini telah memicu pola cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi, baik di daratan maupun di lautan.

Lautan yang lebih panas dan lebih asam dikaitkan dengan peristiwa pemutihan karang di perairan tropis Great Barrier Reef. Objek wisata alam yang terkenal ini mengalami salah satu peristiwa pemutihan terburuk yang pernah tercatat pada awal tahun ini.

FILE - Foto bawah air yang diambil pada tanggal 5 April 2024 ini menunjukkan karang yang memutih dan mati di sekitar Pulau Lizard di Great Barrier Reef, yang terletak 270 kilometer di utara kota Cairns. (DAVID GRAY / AFP)
FILE - Foto bawah air yang diambil pada tanggal 5 April 2024 ini menunjukkan karang yang memutih dan mati di sekitar Pulau Lizard di Great Barrier Reef, yang terletak 270 kilometer di utara kota Cairns. (DAVID GRAY / AFP)

Rekor yang Merosot

Saat sebagian Australia mulai mengalami hujan lebat yang lebih intens, wilayah lain mencatat periode kekeringan yang lebih lama dan lebih panas. Para ilmuwan mencatat adanya peningkatan yang nyata dalam “cuaca kebakaran ekstrem” di sebagian besar wilayah Australia sejak tahun 1950-an, sementara musim kebakaran juga terus berlangsung lebih lama.

Banyak warga Australia yang masih mengalami luka-luka akibat kebakaran hutan “Black Summer” pada tahun 2019-2020, yang menghanguskan sebagian besar hutan, membunuh jutaan hewan, dan menyelimuti kota-kota besar dengan asap tebal.

Braganza memperingatkan memprediksi terjadinya peristiwa cuaca ekstrem ini juga menjadi semakin sulit, karena model-model prakiraan cuaca berjuang untuk memperhitungkan rekor-rekor yang terus merosot. “Laju pencatatan rekor dalam sistem iklim di wilayah Australia dan secara global sangat signifikan,” katanya.

Emma Bacon dari kelompok advokasi iklim Sweltering Cities mengatakan bahwa Australia kehabisan waktu untuk bersiap-siap menghadapi dampak iklim yang akan terjadi. “Salah satu masalahnya adalah jadwal kita terlalu panjang, kita memikirkan dampak iklim pada tahun 2030 atau 2050, tetapi kita seharusnya memikirkan musim panas ini dan tahun depan,” katanya kepada kantor berita AFP.

Kebakaran berkobar di daerah semak belukar dekat kota Wannaroo, Australia Barat, di sebelah utara Perth, 23 November 2023. (DFES via AP)
Kebakaran berkobar di daerah semak belukar dekat kota Wannaroo, Australia Barat, di sebelah utara Perth, 23 November 2023. (DFES via AP)

Bacon memperingatkan suhu di kota-kota besar yang terik sebelumnya telah mendekati 50 derajat Celcius, yang bisa menyebabkan masalah kesehatan serius bagi masyarakat. “Ada beberapa pembicaraan serius yang perlu dilakukan tentang di mana dan bagaimana kita hidup, dan masyarakat perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut,” ujarnya.

Menyedihkan

Laporan tersebut menemukan bahwa meskipun emisi Australia telah menurun sejak tahun 2005, negara ini harus secara signifikan mempercepat upaya untuk memenuhi target tahun 2030.

“Ini sangat menyedihkan,” kata Jaci Brown dari lembaga ilmu pengetahuan nasional Australia, CSIRO.

“Kita memiliki teknologi di luar sana dan saya mencoba untuk tetap positif dan optimis bahwa kita bisa melakukannya.”

Australia telah sukses dalam meningkatkan energi terbarukan, dan penduduknya termasuk salah satu pengadopsi panel surya rumah tangga yang paling banyak di dunia.

Namun, Australia tetap menjadi salah satu pengekspor batu bara dan gas terkemuka di dunia, meskipun semakin terpukul oleh dampak perubahan iklim. [th/em]

Hujan Deras Sebabkan Banjir Bandang di Selatan dan Timur Spanyol

Sejumlah mobil terseret arus menyusul banjir yang diawali dengan hujan deras menghantam wilayah Alora, di Malaga, Spanyol, pada 29 Oktober 2024. (Foto: AP/Gregorio Marrero)
Sejumlah mobil terseret arus menyusul banjir yang diawali dengan hujan deras menghantam wilayah Alora, di Malaga, Spanyol, pada 29 Oktober 2024. (Foto: AP/Gregorio Marrero)

Hujan deras yang disebabkan oleh massa udara dingin yang bergerak melintasi wilayah tenggara Spanyol, menyebabkan jalan-jalan dan kota-kota terendam banjir pada Selasa (29/10). Banjir tersebut mendorong pihak berwenang di daerah-daerah yang paling parah terdampak menyarankan warganya untuk tinggal di rumah dan menghindari semua perjalanan yang tidak penting.

Badan cuaca negara Spanyol, AEMET, mengumumkan peringatan merah di wilayah timur Valencia dan tingkat kewaspadaan tertinggi kedua di beberapa bagian Andalusia di selatan, di mana sebuah kereta tergelincir karena hujan deras, meskipun tidak ada yang terluka.

Rekaman-rekaman gambar menunjukkan sejumlah petugas pemadam kebakaran menyelamatkan pengemudi yang terjebak di tengah hujan lebat di Kota Alzira, Valencia, dan mobil-mobil yang terjebak jalan-jalan yang terendam banjir.

Para ilmuwan mengatakan cuaca ekstrem semakin sering terjadi akibat perubahan iklim. Sejumlah ahli meteorologi percaya bahwa pemanasan di Laut Tengah, yang meningkatkan penguapan air, memainkan peran penting dalam membuat hujan lebat menjadi lebih parah.

AEMET memperkirakan Valencia akan terdampak paling parah oleh badai ini, dengan perkiraan curah hujan lebih dari 90 milimeter dalam waktu kurang dari satu jam, atau 180 mm dalam waktu kurang dari 12 jam.

Sekolah, gedung pengadilan, dan layanan penting lainnya ditangguhkan di Carlet dan beberapa kota terdekat lainnya di wilayah Valencia.

Layanan darurat setempat meminta bantuan UME, sebuah unit militer yang khusus melakukan operasi penyelamatan, di daerah Utiel-Requena, di mana asosiasi petani ASAJA mengatakan badai tersebut menyebabkan kerusakan signifikan pada tanaman pangan mereka.

Badai pertama kali melanda Andalusia. Di El Ejido, sebuah kota di kawasan Laut Tengah yang terkenal dengan rumah-rumah kacanya yang bertebaran di sana-sini, badai es memecahkan ratusan kaca depan mobil, membanjiri jalan-jalan dan merusak infrastruktur rumah kaca yang sebagian besar terbuat dari plastik.

Di Alora, yang juga terletak di Andalusia, sungai Guadalorce meluap dan 14 orang di wilayah tersebut harus diselamatkan oleh petugas pemadam kebakaran, kata pihak berwenang. AEMET menyatakan, Alora merupakan wilayah paling terdampak pada Selasa dengan curah hujan mencapai 160 mm. [ab/ns]

Tunjukkan lebih banyak

XS
SM
MD
LG