SYDNEY —
Bank sentral Australia, The Reserve Bank of Australia (RBA), menanggapi laporan dari surat kabar Australian Financial Review yang mengklaim bahwa bank sentral tersebut telah berulangkali dan berhasil diretas, yang mengakibatkan pencurian informasi.
“Seperti yang dilaporkan media hari ini, bank sentral telah menjadi target penyerangan di dunia cyber,” ujar RBA dalam pernyataan tertulis, Senin (11/3).
“Bank memiliki sistem keamanan menyeluruh yang telah mengisolasi serangan ini dan menjamin bahwa virus-virus tidak tersebar di jaringan atau sistem Bank,” tambahnya.
RBA tidak berkomentar mengenai laporan media yang menyatakan bahwa virus komputer yang dipakai dalam serangan tersebut berasal dari China.
Serangan peretas terhadap pemerintah dan perusahaan telah menjadi sesuatu yang rutin, dan kecurigaan jatuh kepada China sebagai sumber banyak aktivitas tersebut. Pemerintah di Beijing telah berulangkali menyangkal tuduhan-tuduhan tersebut, dengan mengatakan bahwa mereka juga korban peretasan, terutama dari Amerika Serikat.
Dokumen-dokumen yang dirilis di bawah Undang-Undang Kebebasan Informasi menuntukkan bahwa bank sentral Australia merupakan subyek serangan surat elektronik berbahaya pada 16 dan 17 November 2011, menggunakan virus yang tidak dapat dideteksi oleh perangkat lunak anti-virus bank tersebut.
Untungnya komputer-komputer yang terimbas tidak memiliki wewenang administrator lokal, sehingga virus tersebut tidak menyebar.
Selain peretasan, dokumen-dokumen RBA juga menunjukkan kesalahan-kesalahan yang memalukan termasuk kehilangan laptop dan Blackberry, serta dokumen sensitif yang salah dikirimkan lewat surat elektronik.
Dalam salah satu insiden, sebuah map berisikan informasi rahasia tertinggal di belakang sebuah mobil kantor oleh seorang staf yang ceroboh. Saat mengendarai mobil, staf tersebut diberitahu pengendara lain bahwa dokumen-dokumennya berserakan di jalan.
Setelah mencari selama satu jam, kertas-kertas tersebut berhasil ditemukan namun sebagian hilang di selokan, “menyebabkan risiko reputasi sedang terhadap bank tersebut,” ujar laporan tersebut. (Reuters)
“Seperti yang dilaporkan media hari ini, bank sentral telah menjadi target penyerangan di dunia cyber,” ujar RBA dalam pernyataan tertulis, Senin (11/3).
“Bank memiliki sistem keamanan menyeluruh yang telah mengisolasi serangan ini dan menjamin bahwa virus-virus tidak tersebar di jaringan atau sistem Bank,” tambahnya.
RBA tidak berkomentar mengenai laporan media yang menyatakan bahwa virus komputer yang dipakai dalam serangan tersebut berasal dari China.
Serangan peretas terhadap pemerintah dan perusahaan telah menjadi sesuatu yang rutin, dan kecurigaan jatuh kepada China sebagai sumber banyak aktivitas tersebut. Pemerintah di Beijing telah berulangkali menyangkal tuduhan-tuduhan tersebut, dengan mengatakan bahwa mereka juga korban peretasan, terutama dari Amerika Serikat.
Dokumen-dokumen yang dirilis di bawah Undang-Undang Kebebasan Informasi menuntukkan bahwa bank sentral Australia merupakan subyek serangan surat elektronik berbahaya pada 16 dan 17 November 2011, menggunakan virus yang tidak dapat dideteksi oleh perangkat lunak anti-virus bank tersebut.
Untungnya komputer-komputer yang terimbas tidak memiliki wewenang administrator lokal, sehingga virus tersebut tidak menyebar.
Selain peretasan, dokumen-dokumen RBA juga menunjukkan kesalahan-kesalahan yang memalukan termasuk kehilangan laptop dan Blackberry, serta dokumen sensitif yang salah dikirimkan lewat surat elektronik.
Dalam salah satu insiden, sebuah map berisikan informasi rahasia tertinggal di belakang sebuah mobil kantor oleh seorang staf yang ceroboh. Saat mengendarai mobil, staf tersebut diberitahu pengendara lain bahwa dokumen-dokumennya berserakan di jalan.
Setelah mencari selama satu jam, kertas-kertas tersebut berhasil ditemukan namun sebagian hilang di selokan, “menyebabkan risiko reputasi sedang terhadap bank tersebut,” ujar laporan tersebut. (Reuters)