Bank sentral China menetapkan rencana kebijakan moneter yang “agak longgar” untuk mendorong belanja domestik dan merangsang pertumbuhan ekonomi, hanya beberapa hari setelah Presiden Xi Jinping menyerukan kebijakan makroekonomi yang lebih proaktif.
Tahun lalu, Beijing kesulitan membangkitkan ekonominya dari keterpurukan akibat krisis di sektor properti, rendahnya konsumsi, dan meningkatnya utang pemerintah.
Pemerintah China telah mencoba sejumlah langkah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negaranya, termasuk memangkas suku bunga dan melonggarkan aturan pembelian rumah. Namun, para ekonom memperingatkan bahwa Beijing mungkin masih perlu memberikan lebih banyak bantuan langsung.
Dalam sebuah pernyataan, Bank Rakyat China (PBoC) mengatakan akan “menerapkan kebijakan moneter yang agak longgar... untuk menciptakan kondisi moneter dan finansial yang mendukung pemulihan ekonomi secara berkelanjutan.”
Pernyataan yang dirilis pada Sabtu (4/1) lalu itu mempertegas kembali rencana mereka untuk menurunkan suku bunga dan mengurangi rasio cadangan wajib, yaitu jumlah uang yang harus disimpan bank dan tidak bisa dipinjamkan atau diinvestasikan.
PBoC menyebut perubahan itu akan diterapkan “pada waktu yang tepat”, tergantung situasi di dalam negeri dan luar negeri.
Pihak bank sentral juga menekankan perlunya memberantas korupsi, yang mengisyaratkan bahwa penindakan tegas di sektor keuangan China masih akan terus berlanjut.
Langkah-langkah itu bertujuan untuk “mencegah dan mengatasi risiko keuangan di sektor penting, meningkatkan reformasi keuangan, membuka lebih banyak peluang di pasar, meningkatkan belanja dalam negeri, menjaga stabilitas, dan mendorong semangat bisnis,” menurut pernyataan tersebut.
China sebelumnya menargetkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5% pada tahun 2024—sebuah target yang Presiden Xi yakini bisa tercapai. Namun, banyak ekonom memprediksi angka pertumbuhan itu akan sedikit meleset.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi China tumbuh 4,8% pada 2024 dan 4,5% pada 2025. [br/jm]
Forum