Barangkali, kita semua belum mengenal siapa itu Sri Pundiati, atau yang lebih dikenal sebagai Sripun. Namun setelah pertemuannya dengan David Beckham pada hari Selasa (27/3) di sekolahnya, Sripun mendadak menjadi selebriti. Apalagi setelah Beckham kemudian memasang beberapa foto dan video pertemuannya dengan Sripun dan teman-temannya di akun Instagramnya yang memiliki 43,5 juta followers.
Beckham yang dikenal rendah hati, juga mengajak Sripun bicara dalam video pendek yang dipasangnya itu.
"Hai, ini saya di Indonesia bersama Sripun. Dia akan mengambil alih akun Instagram saya sekarang di sekolah dan ini akan menyenangkan. Good luck!,” kata Beckham sebelum memberikan telepon genggamnya kepada Sripun.
Remaja berumur 15 tahun yang duduk di kelas IX SMPN 17 Semarang itu kepada media mengaku sangat kaget karena Beckham memajang foto dan video mereka di akun pribadinya. Bersama Beckham, Sripun memainkan sejumlah filter foto di Instagram. Jutaan orang mengirim ikon hati atau tanda suka untuk foto-foto itu.
“Halo, teman-teman, saya Sripun dan ini teman-teman saya, anggota agen perubahan dan kita anti bullying ,” ujar Sripun di akun Instagram Beckham. Sejumlah kawannya bersorak di belakang.
Sripun beruntung bukan tanpa sebab. Sejak tiga bulan lalu ia terlibat aktif dalam kampanye anti bullying atau perundungan. Kampanye ini dilaksanakan oleh Yayasan Setara dengan dukungan Organisasi Dana Anak-anak PBB, Unicef.
Beckham sendiri adalah UNICEF Goodwill Ambassador atau Duta Besar Persahabatan UNICEF yang terlibat aktif dalam kampanye anti bullying. Beckham datang untuk melihat langsung bagaimana organisasinya “7: The David Beckham UNICEF Fund” mendukung program anti bullying di sekolah-sekolah.
Menurut UNICEF ada sekitar 18 juta anak Indonesia yang pernah mengalami bullying atau perundungan dalam hidu pmereka. Satu dari tiga anak bahkan mengaku pernah mengalami kekerasan di sekolah.
UNICEF mengatakan bahwa “7: The David Beckham UNICEF Fund” telah membantu jutaan anak di dunia. Program-program itu antara lain mencakup vaksinasi 400.000 anak-anak melawan polio di Djibouti, membantu 15.000 anak mengakses air minum bersih di Burkina Faso dan melindungi 14.500 anak-anak dari kekerasan dan pelecehan di Kamboja, sejak 2015.
Selain itu, “7: The David Beckham UNICEF Fund” juga mendukung program-program UNICEF di Indonesia, El Salvador, Nepal, dan Uganda. Di negara-negara tersebut, program ini menangani bullying, kekerasan terhadap anak, pernikahan anak dan pendidikan dan memastikan anak-anak – terutama perempuan – berkesempatan menggali potensi mereka. Di Indonesia, program mengerucut pada upaya memberdayakan anak perempuan dan anak laki-laki agar berani bersuara lantang mengungkap kasus bullying yang mereka alami.
Beckham juga berkunjung ke rumah Sripun dan kawan sekolahnya, Ego. Keduanya merupakan pemimpin gerakan anti bullying di sekolah mereka.
"Saya menghabiskan waktu dengan seorang gadis muda yang luar biasa , bernama Sripun, yang dipilih oleh rekan-rekannya untuk berperan dalam program anti bullying untuk membantu menghentikan kekerasan di sekolah," kata Beckham.
Sripun, ujar Beckham, adalah sosok istimewa karena ia korban bully yang akhirnya berani untuk bertindak dan kemudian aktif mengajak kawan-kawannya untuk bersuara dan lebih percaya diri.
Pernyataan Beckham dibenarkan oleh Hening Budiyawati dari Yayasan Setara di Semarang. Yayasan ini ditunjuk oleh UNICEF untuk melaksanakan program anti bullying, sekaligus melakukan penelitian dan kajian guna menemukan metode yang tepat untuk diterapkan. Yayasan Setara kemudian memilih empat sekolah, dua di Semarang dan dua di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah sebagai lokasi uji coba program.
“Ada empat puluh anak yang terpilih, kemudian kita adakan 12 kali pertemuan untuk memahami apa dan bagaimana bullying itu. Empat puluh anak ini kita sebut sebagai agen perubahan. Memang dalam tiga bulan tidak bisa merubah keseluruhan, tetapi dalam proses awal ini sudah ada perubahan yang dirasakan anak-anak dan guru,” kata Hening.
Pelatihan ini menghasilkan panduan yang disusun bersama siswa dan guru. Melalui panduan ini, guru dan siswa memahami apa yang harus dilakukan ketika bullying terjadi. Guru juga mampu mendeteksi dini dan mengatasi persoalan.
“Ada anak yang dikenal sebelumnya sebagai anak nakal, tetapi dia dipilih sebagai agen perubahan oleh teman-temannya. Dia pelaku bully. Ketika masuk menjadi agen perubahan, dia secara pribadi mengajak kawan-kawannya untuk berubah, dan tidak membully teman-temannya. Kebetulan di luar sekolah dia punya kelompok, semacam geng, dia berkomitmen mengubah kawan-kawan gengnya ini untuk berbuat positif,” ujar Hening
Hening berharap kedatangan Beckham menggugah kesadaran semua pihak, khususnya generasi muda, agar mau bertindak jika ada bullying. Skema gerakan anti bullying yang dikembangkan di Jawa Tengah ini, juga sebisa mungkin diterapkan di sekolah-sekolah lain di Indonesia. [ns/em]