Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, Jumat (5/3) menjelaskan sampai saat ini belum ada eksodus warga Indonesia dari Myanmar walau kekerasan terus meningkat di negara tersebut pasca kudeta militer pada 1 Februari lalu.
"Sejauh ini belum ada laporan. Memang baru kemarin ditetapkan kondisi Siaga II dan kita belum mendengar adanya masyarakat kita yang memutuskan untuk pulang. Bahkan dari pihak KBRI sendiri pun belum memulangkan anggota keluarga mereka," kata Faizasyah.
Faizasyah berharap situasi di Myanmar berangsur stabil sehingga tidak perlu mengevakuasi warga Indonesia dari Myanmar.
Dari sekitar 380 warga Indonesia yang menetap di Myanmar, lanjut Faizasyah, sebagian besar tinggal di Yangon. Perhatian pemerintah sekarang ini adalah soal keselamatan warga negara Indonesia di Myanmar karena kekerasan yang terus terjadi dapat ikut menimbulkan dampak.
Pemerintah melalui KBRI Yangon meminta warga Indonesia di Myanmar tidak berkegiatan di luar rumah, terutama di tempat-tempat ada kerumunan orang agar tidak menjadi korban.
Pakar ASEAN sekaligus pendiri Synergy Policies Dinna Prapto Raharja mengatakan situasi sekarang itu sangat sensitif bagi elit dan rakyat Myanmar.
"Kesan yang harus diciptakan itu adalah kita simpati dan kita empati pada perkembangan demokrasi di dalam Myanmar. Itu yang nggak boleh sampai disalahartikan di Myanmar. Jadi bukan kita sibuk sendiri untuk mencari solusi di luar yang bisa dibuat oleh orang Myanmar. Jangan sampai tercipta kesan itu," ujar Dinna.
Dinna menambahkan Indonesia bisa membahas persoalan Myanmar dengan pihak lain dengan tujuan tidak ada penindasan terhadap kebebasan sipil dan suara-suara demokrasi yang sudah berkembang di Myanmar.
Rencana junta militer untuk menggelar pemilihan umum baru tahun depan menurutnya merupakan tindakan kontraproduktif karena pesta demokrasi dilangsungkan tahun lalu sudah menyuarakan pilihan masyarakat Myanmar.
KBRI Yangon Tetapkan Siaga II
KBRI Yangon menetapkan kondisi Siaga II setelah kekerasan meningkat dalam dua pekan terakhir. Tindakan represif aparat keamanan terhadap pengunjuk rasa di berbagai kota di Myanmar telah menewaskan puluhan warga sipil, termasuk 18 orang pada hari Minggu (28/2) dan 38 orang lainnya pada hari Rabu (5/3).
Situasi politik dan keamanan di Myanmar memanas setelah junta militer melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil yang dikuasai Liga Nasional Untuk Demokrasi NLD pimpinan Aung San Suu Kyi yang menang telak dalam pemilu November lalu. Junta militer menilai telah terjadi kecurangan dalam proses pemilu itu, hal yang sudah dibantah NLD dan komisi pemilu.
Dalam kudeta 1 Februari itu pihak junta militer menangkapi para pejabat sipil dan aktivis demokrasi, serta wartawan yang meliput kekerasan yang dilakukan pasukan keamanan Myanmar terhadap para demonstran.
Suu Kyi juga sudah mulai diadili dengan tiga dakwaan, termasuk memiliki walki talkie secara tidak sah. [fw/em]